"Sebaiknya kita cerai saja. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi." Wanita paruh baya berpipi tembam dan bermata sipit itu berkata lirih sambil memandang surat-surat tagihan hutang yang ada di hadapannya.
"Sayang, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu kalau mereka menjebakku untuk membayar hutang-hutang perusahaan," ucap pria itu sambil memegang tangan istrinya. "Lagipula kalau kita bercerai, bukan hanya harta yang dibagi tapi hutang ini juga akan dibagi."
Wanita bernama Ye Jin itu melepaskan tangan suaminya dan mengangkat wajahnya, "Kalau begitu harusnya kau selidiki dulu kalau disuruh menandatangani dokumen, Kwon Hyun Bin! Hutang ini bahkan lebih besar jumlahnya daripada rumah kita dan isinya. Mau dibayar pakai apa hah! Anak-anak kita juga masih sekolah dan butuh biaya besar."
Ye Jin memandang suaminya yang terdiam sambil menunduk. Ia tahu semua ini bukan sepenuhnya salah suaminya. Namun, para rentenir yang mulai mendatangi rumah mereka setelah diabaikan teleponnya selama dua bulan itu benar-benar membuatnya frustasi dan akhirnya melimpahkan amarah pada suaminya. Anak-anak mereka juga mulai curiga kalau ada yang sedang mereka sembunyikan. Bahkan, anak sulung mereka tahu kalau finansial mereka sedang bermasalah. Hanya saja dia tidak tahu kalau hutang mereka jumlahnya sangat banyak.
"Aku sudah bilang pada rentenir itu kalau aku hanya korban, tapi mereka tidak mau medengarkan. Aku juga sudah coba lapor ke kantor polisi, tapi kata mereka hal ini terjadi karena kecerobohanku sendiri. Selama orang-orang yang menipuku belum ditemukan, mereka belum bisa ambil sikap soal hutang ini." Kwon Hyun Bin mengusap wajahnya yang lelah.
"Dan rentenir-rentenir itu akan menghabisi kita sebelum polisi bisa menangkap para penipu itu." Ye Jin menghela napas panjang lalu bersandar ke bahu suaminya.
Kwon Hyun Bin mengelus pundak istrinya lalu berkata, "Aku akan berusaha mengulur waktu sampai polisi menemukan penipu-penipu itu. Mungkin kita bisa menggadaikan sertifikat rumah ini dulu? Kita bayar bunganya dulu untuk mengulur waktu."
"Lalu kita mau tinggal dimana? Kolong jembatan? Orangtua kita sudah meninggal dan kita juga tidak punya kakak atau adik. Hanya ada saudara jauh saja yang pasti tidak mau menampung kita."
"Di tempat sauna?"
Ye Jin mencubit perut suaminya, "Lalu anak-anak bagaimana?"
"Mereka bisa ikut kita atau tinggal di tempat temannya." Kwon Hyun Bin mengusap perutnya.
Ye Jin baru akan bertanya lagi saat suara bel rumah mereka berbunyi. Tuan Kwon dan istrinya saling berpandangan sebelum berjalan pelan menuju pagar rumah. Mereka mengintip lewat sela-sela pagar untuk melihat seseorang yang datang itu rentenir atau bukan. Namun, mereka semakin heran melihat orang-orang berjas hitam dan terlihat rapi yang datang dengan mobil sedan mewah.
"Siapa disana?"
"Selamat siang, kami utusan dari Istana dan ingin bertemu dengan Tuan Kwon."
Sepasang suami istri itu membelalakkan matanya mendengar jawaban dari seseorang di luar pagar. "Apa ini modus penipuan yang baru?" bisik Tuan Kwon.
"Kurasa tidak. Jarang ada penipu yang mengatasnamakan keluarga kerajaan. Biasanya mereka mudah tertangkap dan hukumannya berat."
"Kalau begitu kita buka pagarnya ya?" tanya Tuan Kwon yang disahuti anggukan oleh istrinya.
•••
"Silahkan diminum tehnya, Tuan-tuan. Maafkan kami membuat kalian menunggu di depan tadi." Nyonya Kwon menyuguhkan tehnya pada dua orang yang duduk di ruang tamu mereka lalu ikut bergabung di sebelah suaminya.
"Maaf sebelumnya, tapi ada keperluan apa ya sampai pihak istana mengirim utusan kemari? Sudah lama sekali kami tidak berhubungan dengan keluarga kerajaan sejak almarhum Raja Seung Jo meninggal," tanya Tuan Kwon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Love
FanfictionSoonyoung, seorang omega laki-laki yang menyembunyikan identitas dengan impian menjadi seorang penari dan koreografer profesional. Suatu hari dia mendengar kabar yang mengejutkan dari orang tua dan pihak Kerajaan kalau ternyata kakeknya dan almarhu...