Keheningan memenuhi ruang tamu mewah itu. Dua orang yang duduk bersisian disana diam tanpa kata. Larut dalam pikiran masing-masing. Sibuk merangkai kata-kata yang akan diucapkan agar perasaan mereka tersalurkan sehingga hati mereka bisa menerima dengan lapang.
"Apa kau mengerti situasiku saat ini?" tanya Wonwoo memecah keheningan.
"Aku tahu," jawab Mina dengan suara parau.
Wonwoo menghela napas lelah. "Kalau begitu tidak seharusnya kau bersikap seperti ini. Kau membuat hubungan kita semakin rumit, dan juga mempersulit hidupmu sendiri."
"Apa ini artinya, kita benar-benar selesai?" Gadis omega itu menggigit bibir bawahnya.
Wonwoo mengangguk perlahan. "Kembali menjadi teman ... mungkin. Suatu saat nanti aku harap hubungan kita bisa seperti sebelum kita mulai berkencan." Pemuda itu mengulum bibirnya sambil berpikir. "Untuk saat ini aku ingin kita bisa fokus menjalani hidup masing-masing. Demi kebaikanmu juga."
"Demi kebaikanku? Bilang saja kalau itu demi kebaikanmu." Mina mendengus lelah. "Penyesalan karena menolak lamaranmu ... rasa sakit saat dalam sekejap mata kau menikah dengan orang lain ... rasanya sakit sekali. Sangat sakit hingga rasanya aku rela melakukan apapun untuk bersamamu lagi."
"Kalau begitu semakin bertambah alasan kenapa kita tidak bisa bersama." Wonwoo mengusap wajahnya frustasi. "Aku tidak bisa menghancurkan hidupku. Aku juga tidak bisa menghancurkan hidupmu seperti itu. Aku berkencan denganmu dengan harapan suatu saat kau menjadi pendampingku. Walaupun kita berkencan sembunyi-sembunyi, tapi aku serius tentang hal itu. Melamarmu adalah usaha terakhir yang bisa kulakukan untuk mempertahankanmu. Setelah itu, tidak ada lagi yang bisa kujanjikan padamu, Mina. Ada beban berat di pundakku yang harus kudahulukan daripada masalah hati."
Mina memandang mata sekelam malam milik Wonwoo. Tersirat kesungguhan disana. Wonwoo serius dengan kata-katanya. Membuat padam seluruh sisa-sisa harapan yang dikumpulkannya. "Kerajaan Korea dan tugas sebagai Putra Mahkota selalu yang utama buatmu, bukan?" Mina tersenyum miris.
Wonwoo bergeming, namun matanya tidak mengalihkan pandangan. Menatap tajam ke arah gadis omega di sampingnya.
"Sekarang aku jadi merasa kasihan kepada Soonyoung." Mina menjadi orang pertama yang mengalihkan pandangannya. "Semoga dia tidak jatuh cinta setengah mati padamu. Kalau hal itu sampai terjadi, nasibnya akan jauh lebih menyedihkan daripada aku."
Semoga saja begitu. Ada kebimbangan di hati Wonwoo. Di satu sisi dia mengamini doa Mina, tapi di sisi lain ada rasa tidak terima mendengar kata-kata Mina.
"Kau saja dulu tidak bisa menolak pesonaku, apa kau yakin dia bisa?" Wonwoo menutupi kebimbangannya dengan gurauan.
"Lihat saja, doa-doa orang teraniaya katanya akan terkabul."
Wonwoo terkekeh pelan. "Tapi aku tidak menganiayamu, Mina."
"Tapi aku anak yang teraniaya di dalam rumahku sendiri. Orangtuaku membuat hidupku seperti di neraka. Harusnya Tuhan tetap mendengar doa-doaku." Mina memberengut.
Ekpresi wajah Wonwoo melembut. "Karena itulah kau tidak boleh menyerah mencari kebahagiaanmu sendiri. Sebentar lagi kau akan resmi menjadi dewasa. Kau akan memiliki kartu penduduk dan tidak lagi membutuhkan ijin wali. Kau bisa meneruskan cita-citamu, berpesta, dan mencoba hal baru. Lakukan apa saja yang bisa membuatmu bahagia."
"Terdengar mudah tapi sulit melakukannya." Senyum tersungging di bibir gadis itu. "Bukan berarti aku akan menyerah tentunya." Gadis omega berambut sebahu itu beranjak dari tempat duduknya. "Aku harus kembali."
"Sekarang?"
Mina mengangguk. "Hm. Sebelum hatiku jadi goyah lagi."
"Aku mengerti." Wonwoo mengangguk maklum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perhaps Love
FanfictionSoonyoung, seorang omega laki-laki yang menyembunyikan identitas dengan impian menjadi seorang penari dan koreografer profesional. Suatu hari dia mendengar kabar yang mengejutkan dari orang tua dan pihak Kerajaan kalau ternyata kakeknya dan almarhu...