CHAPTER 5

1.8K 256 28
                                    

Soonyoung menggenggam kotak berisi cincin dan koin di pangkuannya dengan erat sambil mengamati ruang dimana ia berada. Interior ruangan yang didominasi material kayu dengan ukir-ukiran dan lukisan tradisional Korea itu membuatnya merasa terintimidasi dan semakin gugup. Perjalanan dari rumahnya menuju Istana Gyeongbok terasa seperti mimpi. Kilasan adegan saat utusan dari istana datang dan menghalau para rentenir itu bagai potongan film yang berputar di kepalanya, membuat genggamannya semakin erat dan tekad di hatinya semakin kuat.

Kuatkan hatimu, Soonyoung. Kau tidak punya pilihan lain yang lebih baik.

"Seperti yang saya katakan saat perjalanan kemari, tolong Anda ingat tata krama saat berbicara dengan Yang Mulia Ratu." Soonyoung mendengarkan dengan seksama saat utusan dari istana itu memberikan instruksinya. "Tundukkan pandangan Anda dan jangan menyela saat beliau sedang berbicara. Jangan lupa, Anda harus memanggil beliau 'Yang Mulia' saat memulai atau mengakhiri pembicaraan. Yang Mulia Ratu sedang menuju kemari jadi harap tunggu sebentar lagi."

"Baik Tuan, terimakasih." Soonyoung mengangguk.

Kegugupan Soonyoung semakin bertambah mengetahui kalau Ratu Nayoung sebentar lagi akan tiba. Ia memejamkan mata dan menarik napas panjang berulang kali untuk mengurangi kegugupannya. Telapak tangannya yang berkeringat dingin ia gosok-gosokkan ke celana agar terasa lebih hangat.

"Yang Mulia Ratu telah tiba." Soonyoung berdiri dari tempat duduknya mendengar suara dayang istana yang mengumumkan kedatangan Ratu Nayoung.

Sesaat kemudian, Soonyoung melihat langsung sosok ibu negara yang sebelumnya hanya bisa ia lihat dari televisi dan media. Ratu Nayoung menggunakan dangui* warna biru tua yang dihiasi ornamen emas. Gaya rambut jjokjin meori* dengan hiasan binyeo* emas dan cheopji* berbentuk naga menegaskan statusnya sebagai seorang ratu. Wajah Ratu Nayoung terlihat cantik di usia paruh baya dengan mata monolid yang teduh dan aura yang berwibawa. Soonyoung menundukkan pandangannya saat ia mengingat instruksi dari utusan istana yang membawanya.

"Silahkan duduk, Soonyoung-ssi," ucap Ratu Nayoung setelah ia duduk di hadapan Soonyoung.

"Terimakasih, Yang Mulia." Soonyoung kembali duduk di kursinya.

"Silahkan diminum teh nya, Soonyoung-ssi," Ratu Nayoung meneguk teh sebelum melanjutkan, "alasan aku memanggilmu kemari karena aku ingin mendengar pendapatmu soal pernikahan ini. Perjodohan ini adalah janji yang diwasiatkan oleh almarhum Raja Seung Jo kepada almarhum kakekmu. Dilihat dari wajahmu, sepertinya kau masih terkejut dengan semua ini."

"B-benar, Yang Mulia."

"Pernikahan ini adalah hal yang sangat penting dan posisi Putri Mahkota memiliki beban yang berat, apalagi kau masih muda dan belum selesai menempuh pendidikan. Selain itu, kau akan menikahi pria yang masih asing bagimu. Jadi bagaimana menurutmu, Soonyoung-ssi?"

"Sebenarnya kedatangan saya kemari untuk mengatakan bahwa saya menyetujui pernikahan ini, Yang Mulia."

"Benarkah? Pilihan yang bijak. Aku kira kau akan menolak pernikahan ini," ucap Ratu Nayoung.

"S-saya ingin menanyakan sesuatu, Yang Mulia."

"Silahkan."

"Sebenarnya saya tidak punya pilihan lain. Seperti yang Anda tahu, keluarga saya sedang berada dalam situasi yang sulit karena terlilit hutang."

Dahi Ratu Nayoung berkerut. "Lalu?"

"J-jadi saya ingin tahu, apakah setelah ini keluarga saya bisa hidup dengan kondisi yang aman dan tercukupi."

"Singkatnya, kau ingin imbalan dalam pernikahan ini." Ratu Nayoung mendengus pelan. "Ternyata kau tidak sepolos yang kukira. Beraninya kau mengajukan syarat saat akan menikahi anggota keluarga kerajaan." Mata Ratu Nayoung menajam dan nada suaranya meninggi.

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang