CHAPTER 9

1.8K 262 49
                                    

Suasana syahdu namun penuh kebahagiaan menyelimuti Istana Eun Young hari itu. Suhu yang mulai meningkat di awal musim panas, tidak menyurutkan antusias para dayang dan kasim yang menjalankan tugasnya masing-masing agar acara hari itu berjalan lancar. Berlawanan dengan ekspresi para pelayan istana, raut muka sendu justru terlihat menggelayuti wajah seseorang yang seharusnya menjadi bintang utama pada hari itu.

"Ini mungkin terakhir kalinya kita bisa berbincang dengan leluasa seperti ini. Setelah malam ini, bahkan apabila kita bertemu, kami tidak bisa memperlakukanmu seperti biasanya. Setidaknya di depan umum kami tetap harus memanggilmu 'Putri Mahkota' dan berbicara formal." Nyonya Kwon mengelus sayang pipi Soonyoung. "Kemarilah, biar Ibu bersihkan telingamu," ucap Nyonya Kwon sambil meletakkan kepala Soonyoung di pangkuannya.

"Ayah dimana, Bu?"

"Dia sedang mencurahkan isi hatinya di depan foto almarhum kakekmu. Ayahmu merasa sangat bersalah, Soonyoung. Ketika dia melihat barisan piala dan piagam milikmu, ekspresi wajahnya seketika berubah menjadi sedih. Ibu harap kau mau memaafkan kami dan kakekmu."

"Tentu saja, Bu. Sudah berapa kali kubilang kalau aku baik-baik saja. Anakmu ini akan jadi Putri Mahkota, jadi tersenyumlah sedikit sebelum aku pergi," desah Soonyoung.

"Hormati para tetua di istana dan menurut pada suamimu nanti ... itu adalah nasehat yang seharusnya Ibu katakan." Nyonya Kwon terdiam sejenak. "Tapi karena Ibu tahu kau luar dalam jadi aku tahu itu hanya akan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Dengarkan Ibu baik-baik, kehidupan di Istana tidak akan mudah dan kau akan menghadapi orang-orang dengan kepribadian yang rumit jadi kau tidak boleh gegabah dalam bertindak. Mereka boleh saja melatihmu dan membentukmu jadi Putri Mahkota yang mereka mau, tapi kau tidak boleh sampai kehilangan jati diri. Jika hari-harimu berat, kau bisa mengeluh pada kami tapi kau tidak boleh menyerah." Nyonya Kwon menangkup kedua pipi Soonyoung agar mereka bertatapan. "Tapi kalau kau sudah di ambang batasmu ... sudah tidak sanggup lagi ... kau tahu kalau kami selalu ada di pihakmu dan akan melawan apapun untukmu, kan?"

Soonyoung mencium tangan ibunya. "Aku tahu, Ibu. Terimakasih."

Ingatan Soonyoung melayang kembali ke malam sebelum dia berangkat untuk mengikuti pelatihan di Istana. Tanpa terasa pelatihan untuk menjadi Putri Mahkota telah selesai dan sekarang ia sedang menunggu Putra Mahkota menyelesaikan prosesinya dengan Raja Seungcheol lalu datang ke Istana Eun Young untuk menjemputnya. Cheokui* yang dipakainya serta Daesu* yang bertengger di kepalanya dengan berat setidaknya sepuluh kilogram itu membuatnya -mau tidak mau- duduk diam dan terlihat anggun.

"Putra Mahkota telah tiba. Kita bisa keluar sekarang, Putri Mahkota," ucap Kasim Seo.

Soonyoung tersentak dari lamunannya. Kata 'Putri Mahkota' dan 'Yang Mulia' masih terasa asing di telinganya, namun itu akan menjadi panggilannya mulai sekarang. Ia mengikuti Kasim Seo dan para dayang untuk menuntunnya keluar. Saat tiba di tempat prosesi upacara berlangsung, ia bisa melihat keluarganya yang berjejer memakai baju tradisional Korea. Perhatiannya teralihkan ketika Wonwoo tiba di hadapannya. Ia terlihat gagah dan berwibawa dalam balutan Daeryebok* dan Myonrugwan* yang menghiasi kepalanya.

Prosesi Chin Young berjalan dengan lancar dan khidmat. Dewan Kerajaan memutuskan prosesi pernikahan berjalan sesuai dengan tradisi, jadi setelah ini Putra Mahkota dan Putri Mahkota setelah ini akan diarak menggunakan tandu dari Istana Eun Young sampai Istana Gyeongbok. Pegawai pemerintah, anggota keluarga kerajaan, dan pelayan istana akan ikut mengiringi mereka. Rakyat Korea tumpah ruah di sepanjang jalan sedari pagi untuk melihat iring-iringan pengantin tersebut. Para wartawan dan jurnalis baik dari dalam maupun luar negeri berlomba-lomba meliput acara yang dinobatkan sebagai pernikahan terbesar tahun itu.

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang