Irene menekan tombol off pada alarmnya. Matanya terbuka lebar meski ia bisa merasakan sakit kepala yang begitu hebat melandanya sepagi ini. Jelas saja, cewek itu baru bisa tidur subuh tadi dan sekarang tepat jam tujuh pagi ia sudah terbangun lagi karena suara alarm yang disetelnya. Dipijatnya kepalanya pelan-pelan untuk menghilangkan rasa sakit tersebut. Akhir-akhir ini, ia sering kali terjaga sepanjang malam memikirkan banyak hal yang ia sendiri sama sekali tak mengerti apa yang sebenarnya ia pikirkan.
Irene menghembuskan napasnya lalu beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Diperhatikannya pada cermin pantulan dirinya. Dibawah kedua matanya terlihat dengan jelas lingkaran hitam dan kantung mata yang semakin membesar. Irene mengulurkan tangan memutar keran wastafel, dibasuhnya wajahnya dengan air segar berharap bisa memudarkan lingkaran hitam dan mengecilkan kantung matanya.
"Please, Rene... jangan kumat," ucap Irene pada refleksi dirinya di cermin. "Jangan nyusahin tante Sella... jangan bikin takut Sean. Please...,"
Irene menghembuskan napasnya pelan. Pada pantulan dirinya di cermin, Irene menyunggingkan sebuah senyum tipis. "Elo bisa, Irene... elo bisa...," ucap Irene berulang-ulang seperti mantra untuk meyakinkan dirinya.
***
"Loh? Udah bangun teh?" tanya Tante Sella cukup heran melihat Irene sudah sibuk menyiapkan sarapan. Biasanya cewek itu akan menunggu tante Sella dan menyiapkan sarapan bersama.
"Iya. Kopi hitam?" tawar Irene. Tante Sella menganggukkan kepalanya dan dengan segera Irene menuangkan secangkir kopi.
Tante Sella menghirup bau khas kopi buatan Irene sebelum meneguk cairan hitam tersebut. "Hmm... emang buatan barista nggak ada yang bisa ngalahin. Racikannya selalu pas," puji tante Sella. Tante Sella meletakkan cangkir tersebut di atas meja. Perhatian wanita itu tertuju pada mata panda yang menghiasi wajah cantik Irene.
"Irene...," panggil tante Sella menarik perhatian Irene yang sedang memeras lemon.
"Kenapa, tante?"
"Kamu nggak bisa tidur lagi?" tanya tante Sella hati-hati.
Irene tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. "Irene ngejahit projek akhir semaleman suntuk, te. Baru bisa tidur subuh tadi. Mulai kejar deadline," jawab Irene. Satu, Irene menghitung kebohongan pertama yang diucapkannya pagi ini.
"Tapi kan deadline-nya masih dua bulan lagi. Kamu bisa lanjutin besok atau besoknya lagi. Nggak perlu dipaksain buat ngejahit semaleman suntuk, sayang...,"
"Irene kan hari ini part-time" jawab Irene.
"Iya, tapi kan bisa kamu kerjain besok pas kamu nggak part-time. Kamu itu sukanya gitu... tante nggak mau kalo kamu jadi sakit karena begadang kayak gini,"
Irene tersenyum dan memegang tangan tante Sella. "Irene janji akan jaga kesehatan. Tante Sella tenang aja dan gak usah khawatir," ucap Irene meyakinkan.
"Kamu emang harus janji sama tante...," ucap tante Sella sambil menyodorkan jari kelingkingnya pada Irene.
Irene tertawa melihat tingkah kenakaan tante kesayangannya itu. Benar-benar mirip dengan Sean. "Tante kayak anak kecil banget. Oke... pinky promise," ucap Irene sambil menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking tante Sella. Dua. Ada dua kebohongan yang diucapkan Irene pagi ini.
***
Jennie Kim menyodorkan sebuah undangan tepat ke wajah Mino. "Ulang tahun gue. Gue mau mas Mino undang Irene. Gue udah janji sama tante Tania buat ngenalin Irene,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea [COMPLETED]
Fiksi UmumMana yang sebaiknya kita pilih antara kebohongan yang manis atau kejujuran yang pahit