Part 24

581 82 16
                                    

Sebenarnya tante Sella tidak mengizinkan Irene untuk pergi ke Bandung sendirian. Namun karena cewek itu memaksa dan menyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja, akhirnya tante Sella pun mengalah dan memberi izin Irene. Irene pergi ke Bandung dengan menaiki kereta. Sean yang mengantarkan Irene ke stasiun sekalian cowok itu berangkat ke sekolah.

Tujuan pertama Irene begitu tiba di Bandung adalah mengunjungi makam kedua orang tuanya. Irene membersihkan makam kedua orang tuanya yang bersebelahan. Menyiramkan air mawar diatas makan tersebut lalu menaburkan kelopak bunga di atasnya. Gadis itu juga menaruh buket bunga Azalea di atas makam sang Bunda.

Irene duduk bersila diantara kedua makam orang tuanya. Gadis itu memejamkan mata dan memanjatkan doa untuk orang tuanya. Setelahnya ia terdiam cukup lama.

"Irene kangen ayah sama bunda... kangen sekali," ucap Irene lirih. "Tapi ayah sama bunda jangan khawatir, Irene baik-baik aja...," gadis itu terdiam. Sebulir air mata dibiarkannya meluncur bebas jatuh ke telapak tangannya. Tak ada kata yang mampu diucapkan lagi oleh bibirnya. Hanya isakan pelan yang sesekali keluar dari bibir mungil itu. Setelah cukup lama membiarkan dirinya menangis, tangannya segera menghapus sisa air mata yang masih mengalir tersebut. Dihembuskannya napas berat untuk menghilangkan sesak di dadanya.

"Irene pamit dulu... nanti Irene bakal ke sini lagi... Irene selalu berdoa untuk ayah dan bunda... Irene selalu sayang sama ayah dan bunda...," pamit gadis itu dengan lirih. Meski berat, tapi gadis itu tetap memaksakan dirinya untuk segera beranjak dari posisinya.

Irene memperhatikan suasana Bandung yang selalu menyejukkan hatinya. Ada banyak kenangan yang tercipta di kota ini, kenangan yang menyenangkan ataupun menyedihkan. Bandung tetaplah Bandung, kota yang akan selalu menjadi saksi dari banyak cerita hidup Irene.

Langkah kaki gadis itu membawanya menuju sebuah rumah kuno jaman belanda. Halaman rumah yang luas tampak terawat dengan berbagai bunga yang menghiasinya. Sebenarnya tidak ada yang berubah dari penampilan rumah tersebut, hanya saja ada satu mobil yang terparkir di halaman yang menarik perhatian Irene. Sebuah mobil yang sangat dikenal Irene dengan plat B 2903 MNO. Kening Irene berkerut dengan berbagai pertanyaan yang saat itu juga memenuhi pikirannya. Kenapa Mino ada disini?

Segera Irene mempercepat langkah kakinya mendekati teras rumah tersebut. Dan benar saja, saat ia tiba di teras, Irene bisa melihat sosok Mino yang sedang mengobrol dengan tante Alya.

"Mino?" tanya Irene menarik perhatian Mino dan tante Alya. "Kok kamu bisa disini? Maksud aku... kamu kenal sama tante Alya?"

Mino jelas kaget mendapati Irene di rumah tersebut. Dengan sigap cowok itu berdiri dan berjalan mendekati Irene. "Ada yang harus aku jelasin ke kamu...,"

Refleks, Irene berjalan mundur menjauhkan diri. "Bentar... kamu kenapa bisa kenal tante Alya? Kenapa kamu bisa tahu rumah ini? Kamu siapa Mino?" tanya Irene bertubi-tubi. Nada panik mulai terdengar dari suara Irene yang bergetar.

"Irene... tenang dulu... itu yang mau aku jelasin ke kamu," pinta Mino.

Irene menggelengkan kepalanya. "Aneh... ini aneh... kamu siapa Mino? Kenapa kamu ada di rumah Kiano?"

"Irene...," panggil Mino.

"Kopi, bunga matahari, tomat dan daun bawang, kebun teh, sepeda...," Irene menyebutkan kesamaan antara Mino dan Kiano. Napas gadis itu mulai terasa berat. Ditatapnya Mino dengan tajam. "Elo... Kiano... nggak... nggak mungkin...," Irene menggelengkan kepalanya. Ia berusaha menepis segala asumsi yang bermunculan di dalam kepalanya.

Melihat Irene yang tampak panik, Mino segera mendekati gadis itu. Namun Irene mengangkat satu tangannya melarang Mino mendekati dirinya. "Kiano... Kiano!" pekik Irene histeris yang kemudian diringi tangisannya yang pecah. Irene jatuh terduduk. Kedua tangannya berusaha keras menutup telinganya. Napasnya sesak dan ia cukup kesulitan untuk bernapas. Gadis itu mengalami panic attack.

Azalea [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang