Ending Scene

1.2K 95 40
                                    

Semuanya terjadi dalam sekejap mata. Pidato rektor, nyanyian paduan suara kampus, hingga ritual sakral saat tali toga di kepala Irene berpindah dari kiri ke kanan. Irene seperti boneka, yang bergerak hanya karena Sean menggandeng tangannya. Saat banyak adik tingkatnya memberikan buket bunga dan ucapan selamat, Irene hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih ala kadarnya.

"Irene... foto dulu," ucap Leora yang sudah menarik tangan Irene tanpa persetujuannya. Irene diapit oleh Leora dan Leon, sedangkan Fabian berdiri disamping Leora. "Say NASIII...," ucap Leora. Irene menyunggingkan senyum tipisnya.

"Finally we're graduating... congratulation Irene...," ucap Leora sambil memeluk Irene.

"Happy graduation for you too, Leora...," balas Irene.

Hari wisuda itu bagai kabut yang mengabur dalam ingatan Irene. Ucapan selamat dari orang-orang, canda tawa orang-orang di sekelilingnya terdengar sangat jauh. Ia mendongakkan kepalanya menatap pada langit biru. Entah sudah berapa puluh hari ia lewati dengan berusaha kuat berdiri diatas kedua kakinya. Semesta kembali membiarkan Irene sendirian. Di hari bahagia itu, ia merasa kosong, Irene kesepian di tengah keramaian tersebut.

***

Setiap  bulan pada tanggal yang sama, Irene selalu pergi ke tempat ini. Diletakkannya tiga tangkai bunga matahari pada pusara tersebut.

"Hai... aku dateng lagi hari ini. Seminggu yang lalu adalah hari wisuda aku...," monolog Irene. "Hari bahagia buat kebanyakan orang, tapi nggak buat aku... rasanya hampa aja nggak ada kamu disana yang jadi saksi ritual sakral pemidahan tali toga,"

Irene memilin ujung dressnya. Sekuat tenaga ia menahan air matanya untuk tidak membasahi pusara tersebut. Dipejamkannya kuat kedua matanya sembari memanjatkan doa.

Irene mengeluarkan sebuah foto dari kantong dressnya. Diletakkannya foto tersebut di atas pusara. "Aku mau menghapus janji yang pernah terucap diantara kita... kali ini aku mau benar-benar merelakan kamu... tapi percaya sama aku, aku nggak akan pernah ngelupain semua kenangan yang pernah kita berdua ciptain bersama. Kamu akan selalu jadi bagian dalam hidup aku... selalu ada tempat buat nama kamu di hati juga otak aku,"

"Aku pulang dulu yah... Bulan depan aku ke sini... aku sayang kamu selalu...," monolog Irene yang terakhir kalinya sebelum beranjak pergi meninggalkan makam tersebut.

***

Hujan!

Irene mendongakkan kepalanya menatap bulir-bulir air hujan yang berjatuhan menyentuh tanah. Di bawah payung yang melindungi tubuhnya, Irene mengulurkan tangan kirinya. Merasakan air hujan yang dingin menyentuh kulitnya. Irene bukan jenis orang yang memfaforitkan satu cuaca. Tapi akhir-akhir ini, hujan yang hampir tiap hari mengguyur Jakarta, membuat Irene jadi menikmati gerimis yang membasahi jalanan. Suasana mellow karena hujan seolah semakin mendukung perasaan dalam hati Irene.

Seratus dua puluh tiga hari, Irene berusaha untuk melanjutkan hidup seperti zombie, mengikuti alur tanpa pernah ingat apa saja yang sudah ia lalukan. Seratus dua puluh tiga hari, Irene lewati dengan kesepian untuk yang kesekian kalinya. Seratus dua puluh tiga hari, tanpa Mino.

Hujan tak kunjung reda saat Irene tiba di depan toko bunga tante Sella. Ia melipat payungnya dan meletakannya pada tempat penyimpanan di luar toko. Suara gemerincing bel berbunyi saat Irene mendorong pintu toko. Harum semerbak dari berbagai macam bunga menyambut kehadiran Irene. Hingga indera penciumannya menangkap bau perpaduan lemon-bergamot-rosewood yang cukup familiar diingat oleh otak Irene. Napas Irene tercekat saat kedua bola matanya menangkap satu sosok yang berdiri membelakanginya. Dalam hatinya Irene berharap kalau ini bukan permainan ilusi yang diciptakan matanya. Dan Irene membeku di tempatnya saat sosok itu membalikkan badan dan menghadap ke arahnya. Detik itu juga Irene merasakan lantai tempatnya berpijak terasa runtuh dan siap menenggelamkan Irene kapan pun.

"Uhm... hai," sapa sosok itu canggung. "Ah... aku ke sini mau cari buket bunga... temen aku ada yang nyaranin buat pergi ke sini. Dan... ini bukan cuma sekedar iseng," tutur sosok itu pelan.

Irene menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Mencoba meredam gemuruh perasaan yang menyesakki dadanya. Mendapati Irene hanya diam membisu, sosok itu berjalan perlahan mendekati Irene. Ia mengulurkan tangannya ke hadapan Irene.

"Ayo kita mulai semuanya dari awal. Tanpa melihat masa lalu yang ada. Tanpa ada rahasia yang kita tutupi lagi," lirih sosok itu pelan. "Aku Mino. Mino William Suryodiningrat,"

Air mata itu meluncur deras membanjiri wajah Irene. Mino terhenyak melihat penampakan menyedihkan gadis yang berdiri di depannya itu. Direngkuhnya tubuh mungil Irene ke dalam dekapan hangat nan erat. Serta merta Irene melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Mino.

"Jangan nangis, Irene... jangan nangis lagi. Udah cukup kamu keluarin banyak air mata buat aku. Dan mulai detik ini sampai ke depannya aku nggak akan pernah biarin ada air mata lagi di wajah kamu,"

Mendengar isakan lirih dari gadis dalam pelukannya tentu membuat Mino terenyuh. Dikecupnya puncak kepala Irene sembari mengelus punggung Irene yang bergetar karena menangis.

"Aku denger semua yang kamu ucapin di ruang ICU itu... aku juga baca surat yang kamu titipin ke Jennie Kim. Maaf... aku baru bisa dateng sekarang. Maaf buat kamu harus nunggu lama. Maaf nggak pernah sekalipun kasih kamu kabar... Maaf buat semua hal yang pernah aku lakuin dan bikin kamu nangis...,"

Irene menggelengkan kepalanya dalam pelukan Mino. "Jangan bilang maaf lagi...," isak Irene.

Mino merenggangkan pelukannya. Dihapusnya sisa air mata pada wajah Irene. Sepasang mata gadis itu tampak cekung dan sembab. Berapa banyak malam yang sudah Irene lewati dengan terjaga hanya untuk menangis?

Dari wajah Irene, jemari Mino berpindah dan mentautkannya dengan jemari Irene. Mino mengangkat kedua tangannya yang saling bertautan dengan tangan Irene.

"I do like it too when our hands fit each other. I do like it when our steps walk beside each other. I do like it when the tempo of our breathe match each other. and... i like it the most when our hearts beat for each other. For whole... I love you, Irene Azalea...,"

**************************************************************************************************

CIIAAATTTT........!!!
Yang kena troll Author !!!
Selamat yaaahhh....... kalian berhasil di troll sama author super receh ini....
.
.
.
Anyway... makam terakhir yang dikunjungi Irene itu makamnya Kiano...
Dan foto yang diletakkin Irene di pusara itu foto terakhir dia sama Kiano...

Dan foto yang diletakkin Irene di pusara itu foto terakhir dia sama Kiano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(The last picture of Irene and Kiano)

Wkwkwkwkwkwkwkwk... silahkan kalian 'misuh' untuk author super receh ini...


XoXo, NonaTembam

Azalea [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang