"Elo tunggu sini... gue panggil mas Mino bentar," titah Jennie Kim pada Kaisar. Cowok jangkung itu pun menurut dan duduk di sofa ruang keluarga di rumah Mino. Jennie Kim melangkahkan kakinya mencari keberadaan sosok kakak sepupunya itu. Di rumah ini hanya ada dua tempat yang menjadi markas bagi Mino, kamar pribadinya dan studio seni mininya. Mino baru akan berada di kamar pribadinya hanya saat tidur saja. Karena itu Jennie Kim langsung menuju studio seni mini yang berada di dekat taman belakang.
Malam ini adalah acara peresmian salah satu kantor cabang firma baru milik Om Jody. Tante Tania menelepon Jennie Kim untuk menjemput Mino sebelum menghadiri acara tersebut, takut kalau anak semata wayangnya itu lupa perihal acara penting tersebut.
"Mas Mino... udah siap belom? Kita harus berangkat sekarang nih...," ucap Jennie Kim sembari menerobos masuk ke dalam studio tersebut tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Mas Mino?" tanya Jennie Kim dengan suara nyaring saat mendapati kondisi studio mini tersebut dalam keadaan kacau balau, seolah ada angin topan yang memporak-porandakan ruangan tersebut. Rasa panik seketika menyerang Jennie Kim.
"Mas Mino?" teriak Jennie Kim lagi. Detik berikutnya cewek itu berteriak dengan histeris. "KAISAR!"
Mendengar teriakan Jennie Kim yang histeris membuat Kaisar segera menghampiri cewek itu. "What happened? Why were you screaming?"
"Mas Mino...," tunjuk Jennie Kim pada tubuh yang tergeletak di lantai tak sadarkan diri.
"Oh No...," Kaisar segera berjongkok di dekat tubuh Mino. "Bantuin gue angkat tubuh Mino ke punggung. Biar gue gendong dia ke mobil,"
"Kita harus telepon ambulance dulu...,"
"Kelamaan Jennie Kim... Mino bisa sekarat... buruan bantuin gue sekarang!" perintah Kaisar yang sedang berusaha menyandarkan tubuh Mino pada punggungnya. Dengan segera Jennie Kim menopang tubuh Mino yang berhasil digendong oleh Kaisar. Mereka segera berlari menuju mobil.
***
Jennie Kim masih ingat pertandingan softball terakhir yang diikuti oleh Mino. Sebenarnya tante Tania sudah melarang Mino untuk mengikuti pertandingan tersebut, tapi kakak sepupunya itu terlalu keras kepala untuk menurut. Hingga untuk yang kesekian kalinya tante Tania terpaksa memanjakan keinginan Mino tersebut.
Meski Jennie Kim bukan penggemar olahraga softball tapi ia tidak pernah sekalipun melewatkan pertandingan kakak sepupunya itu. Sesibuk apapun dirinya dengan kegiatan pemotretan, Jennie Kim sebisa mungkin selalu meluangkan waktu untuk pergi ke lapangan softball tersebut.
Hari itu Jennie Kim memang datang terlambat tapi tepat saat bagian Mino mendapatkan giliran untuk memukul. Walaupun bukan penggemar olahraga softball tapi Jennie Kim selalu menikmati bagian Mino melakukan homerun. Iya, Mino adalah pemukul handal di timnya. Selalu diposisikan sebagai pahlawan tim.
Namun sayangnya skenario hari itu tidak sama dengan skenario pertandingan sebelumnya. Jatuh tersungkur saat sedang berlari dari satu base ke base lainnya ada hal yang wajar, karena si pemukul akan segera bangkit untuk menyelesaikan misinya. Tapi tidak dengan Mino pada hari itu. Mino yang seharusnya melakukan homerun juga mengeliling tiap base dalam satu waktu, harus jatuh tersungkur saat akan mendekati base ketiga. Ia jatuh membentur tanah dan tak sadarkan diri.
***
Sejak saat itu hingga hari ini, Jennie Kim selalu membenci bau alkohol rumah sakit juga suara sirine ambulance yang memekakan telinga. Jennie Kim benci dengan suara monitor alat pendeteksi detak jantung juga suara gesekan peralatan kedokteran. Singkatnya Jennie Kim trauma melihat keadaan Mino yang tak sadarkan diri hingga tanpa sadar ia membenci semua hal yang berhubungan dengan rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea [COMPLETED]
Fiksi UmumMana yang sebaiknya kita pilih antara kebohongan yang manis atau kejujuran yang pahit