24. Distraction

12.5K 1.1K 107
                                    

"Apa kau gila? Mereka semua dalam bahaya!"

"Lalu apa yang harus kita lakukan?!"

"Ugh... tutup mulut mereka dan bersikap seakan tak terjadi apa-apa!"

"Tapi rumor-nya sudah beredar luas dan kupikir orang-orang tidak akan melupakannya begitu saja!"

"Rumor itu keluar dari mulut seorang psikopat yang sakit jiwa! Mereka akan melupakanya dalam waktu yang singkat!"

Hal yang pertama kali kulihat adalah langit-langit berwarna putih terang begitu kelopak mataku yang terasa lengket perlahan terbuka.

Aroma menyengat obat-obatan langsung menyeruak masuk dalam penciumanku; memancing kesadaran penuhku dengan erangan pelan serta kerutan tak nyaman di kening.

Samar-samar kudengar suara percakapan marah diluar sana; entah tentang apa aku tak tahu, aku merasa terlalu lemah untuk mencari tahu.

"Sssh!"

Desisian pelan menyelinap keluar dari bibir bawahku yang terasa amat perih saat aku menggerakkanya. Tak lama, suara orang-orang yang terkesiap kaget terdengar; disusul oleh langkah kaki yang mendekat dengan begitu terburu.

"Irene-unnie!"

"Unnie."

"Unnie!"

Disana; aku melihat sosok familiar Wendy, Joy, dan Yerim.

Kekhawatiran jelas terlukis di wajah mereka; Yerim yang berdiri disisi kananku bahkan terlihat menitikkan air mata, kedua tanganya menggenggam satu tanganku erat selagi ia terisak.

"U- Unnie... g-gwenchana?" Tanya Yerim dengan suara bergetar; berusaha keras untuk tidak meledak dalam tangis.

Wendy disisi kiriku mengernyitkan dahinya dalam-dalam; juga berusaha untuk menahan isakkanya sambil menyingkirkan helaian rambut yang menempel lengket di dahiku karena keringat.

Joy disampingnya sudah berlinang air mata namun tetap terlihat tenang, ia menggenggam tanganku yang lain lalu menunduk untuk menyembunyikan wajahnya.

"Sssh... g- gwenchana yo." aku menjawab dengan desisan lemah dan parau.

"Ani," Yerim lanjut terisak, kepalanya menggeleng tanda tak setuju. "Unnie tidak baik-baik saja... Unnie terluka."

"Unnie baik-baik saja Yerim," sangkalku lemas masih dengan suara yang serak. "Berhenti menangis."

Yerim malah semakin menangis sesenggukan, genggaman tanganya mengerat lalu Wendy dan Joy pun ikut terisak; membuat hatiku bergetar tak kuasa menahan haru.

Senyuman letih terukir di bibirku yang terluka kala mereka dengan perlahan dan sangat hati-hati memeluk tubuh ringkihku; menyalurkan kehangatan dan dalam diam berkata 'Kami disini, jangan khawatir.'

Disini, di dalam ruangan serba putih dengan aroma kuat obat-obatan yang berterbangan diudara; aku hanya hanyut dalam dekapan hangat ketiga orang ini.

Diiringi isakkan pelan yang berusaha mereka tahan; tangan-tangan lembut mereka meremas tanganku protektif yang menggetarkan jiwa karena haru yang kian membludak.

Ah... mereka begitu mengkhawatirkanku sampai gemetar begini rupanya.

"Aku... aku akan memberi tahu yang lain kalau unnie sudah tersadar." ujar Wendy pelan setelah memisahkan pelukannya.

Ia sedikit terbatuk lalu mengusap air matanya, memberiku satu tengokkan terakhir sebelum berbalik badan lalu melangkah kearah pintu kemudian menghilang dibaliknya.

[M] Into You - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang