Chapter 20

856 79 9
                                    


2 tahun kemudian,

2 maret 2015
(Hari ini adalah hari pertama sekolah,
Brylian yang sudah kelas 12,
David dan ahludz kelas 11,
Andre dan zico kelas 10,
Rendy kelas 9.)

Aku mengikuti ayahku kekantor kepala sekolah. Tempat ini lembab.

Hari ini adalah hari ke sepuluh sejak aku kembali dari Amerika.
Kudengar kemarin bahwa aku harus turun kelas karena sistem pendidikan disini berbeda.

"Kalau begitu tolong jaga dia,"
Kata ayahku seraya menepuk pundakku. Aku merinding dan menggigil tanpa sadar.

"Karena sekolah itu berbahaya, maka sekolah ada peraturannya,"
Kata kepala sekolah sambil menatap lurus kearah mataku.

Setiap kali kepala sekolah mengatakan sesuatu, dia kelihatan seperti iblis.

"Jangan bilang ernando ini juga berpikiran hal yang sama seperti itu?,"

Aku bisa merasakan bahuku ditekan dengan kuat oleh ayah. Saat aku sedang memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang tak terduga ini. Aku mengepalkan tanganku, tulang bahuku serasa akan lepas. Aku merinding dan berkeringat dingin.

"Kau harus menjawab pertanyaan ku ernando ari sutaryadi. Kau harus menjadi murid yang baik. Mengerti?!"
Kata kepala sekolah itu menatapku tanpa ekspresi.

Ketika akhirnya aku menjawab,
"Ya."
Seluruh rasa sakit dibahuku itu tiba-tiba hilang.

"Aku percaya kau akan melakukannya dengan baik,"

Kemudian aku mendengar suara tawa kepala sekolah dan ayahku.
Aku tidak bisa mengangkat kepala, hanya menunduk dan memandangi sepatu ayah dan kepala sekolah itu.

Ada cahaya terang disana, meskipun
aku tidak tahu dari mana cahaya itu berasal, tapi cahaya itu membuatku sangat takut.

Seorang guru datang dan kepala sekolah menyuruhnya mengantarku keruang kelas. Aku megikutinya dan sampailah diruang kelasku.

Hening. Iya karena ada guru yang mengajar.

Setelah aku masuk dan memperkenalkan diri, guru menyuruhku duduk,

"Ernando, duduklah disamping brylian."

Seorang remaja laki-laki yang mungkin dia bernama brylian, mengangkat tangannya. Aku menghampiri dia dan duduk disampingnya, mengembangkan senyum sapa adalah hal yang pertama aku lakukan kepadanya, namun apa balasan remaja yang bernama brylian itu?
Dia malah memalingkan wajah mengahadap ke dinding dan menidurkan diri, menurutku.

Hahh, dasar aneh.

Bel istirahat berbunyi, aku tetap duduk dikelas. Kupikir seluruh teman sekelasku akan menghampiriku dan berkenalan denganku nyatanya mereka langsung berhamburan keluar kelas sudah pasti kekantin.

Dia, brylian masih nyenyak dengan tidurnya.
Tak lama tubuhnya pun bergerak perlahan. Bangun.

"Kau menghalangi jalanku. Bisa minggir?"

Cihh, bicaranya.. sangat menjengkelkan.

Ah tapi jika dia keluar aku akan sendirian dikelas ini. Apa aku ikut dengannya ya?

"Kau mau kekantin?"
Dia menautkan kedua alisnya. Apa perkataanku aneh?

"Kenapa?"
Oh tuhan, kenapa? Yah jelas bukan jawab dari pertanyaanku.

"Boleh ikut? Aku tidak tahu kantin sekolah."

Dia tidak menjawab dan langsung memajukan mejanya dan mejaku untuk jalan. Aku pikiri jawaban dia 'ya' dan kemudian aku mengikutinya.
Awalnya dia tidak sadar aku mengikutinya tapi saat sudah dilorong yang lumayan sepi dia menengok kebelakang, kearahku.

"Kau cari masalah."
Datar dingin ucapannya tapi mampu membuat kaki ku sedikit bergetar.

"Tidak. Aku hanya ingin ikut denganmu, kau tahu aku murid baru disini, tidak kenal siapapun dan aku juga hanya tahu namamu, brylian."

Dia menghela nafasnya dan berjalan kearahku,
"Kau pergi saja, kak."

Tunggu, kak? Apa ini? Dia kan sekelas denganku, kenapa memanggilku kakak?.

"Aku tahu kau lebih tua satu tahun dariku, kau turun kelas bukan?"

Aku mengangguk, ternyata dia tahu itu.

"Aku boleh berteman denganmu brylian? Aku akan senang jika kau mau berteman denganku."

"Semudah itukah kau berteman? Dengan berandal sepertiku."

Kaget. Dari tampangnya memang sedikit menyeramkan, baju sekolahnya dikeluarkan. Tapi entah kenapa sepertinya dia anak yang baik baik, ya itu kata hatiku.

"Aku berteman dengan siapa saja yang mau berteman denganku,"

Kalimat ku  ini tidak aneh kan? Kenapa dia menyeringai?

"Ikut denganku."

Tanpa ba..bi..bu.. aku mengikutinya. Dan sampai di sebuah ruang kelas yang sedikit gelap minim pencahayaan, suara tawa berasal dari ruang itu.

Dibukanya pintu kelas itu dan menampakan lima remaja disana, satu remaja mengenakan seragam menengah pertama dan sisanya memakai seragam menengah atas. Mereka terdiam kala melihatku.

"Aku bawa teman baru."
Ucap brylian.

"Hallo kak?,"
Sapa anak yang mengenakan seragam menengah pertama, dia yang paling muda.

"Hallo, boleh bergabung?"

"Tentu saja, siapa namamu kak?" Tanya salah seorang remaja itu kemudian merangkul ku,

"Kak david, kau membuatku hampir terjatuh, kenapa kau berdiri saat aku menyenderkan tubuhku padamu?!"

"Kau berat andre. Lagi pula aku ingin menyapa teman baru kita"

David, andre. Nama yang akan aku ingat.

"Ernando ari s."
Bukan aku yang menjawab pertanyaan david tapi seorang remaja satu lagi yang datang menghampiriku dan membaca tulisan namaku di seragam.

"Kita panggil nando, bagaimana kak?" Tanya remaja yang tadi membaca namaku. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Aku Sutandiegoarmandoondrianozico.."

Siapa? Dia tidak jelas mengatakan namanya. Seorang remaja satu lagi menyumpal mulut remaja yang sedang memperkenalkan dirinya kepadaku dengan makanan snack.

"Ahludz kau ini!" David memukul remaja yang baru saja menyumpalkan makanan di mulut remaja itu.

Ternyata namanya ahludz.

Semua orang tertawa ketika melihat ahludz dipukuli oleh david, aku tahu itu hanya pukulan main-main. Remaja yang tadi disumpali makanan juga ikut memukul ahludz main main.

"Ah zico maaf, kau itu kan cerewet jadi sebelum aksi cerewetmu keluar aku harus membungkam mulutmu itu"

Zico, jadi namanya zico. Tinggal satu orang, yah remaja yang mengenakan seragam beda sendiri. Aku melihatnya, dia juga melihatku.

"Aku rendy juliansyah, panggil saja rendy"
Seakan tahu maksud tatapanku dia berkata seperti itu.

Jadi nama mereka, brylian, david, andre, zico, ahludz, dan rendy.

Aku rasa mereka menyenangkan.

*Yang nungguin nando mana?👀
Udah lengkap ni cast nya😂

TEARS A BOY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang