Chapter 44

565 50 5
                                    

Ahludz pov

Orang-orang sedang menunggu bus sambil menggosokan tangannya karena cuaca yang dingin.

Aku menunduk melihat tanah sambil memegang tali tas ku.
Aku mencoba untuk tidak bertatap mata pada siapapun.
Ini adalah desa, dimana hanya ada dua bus yang berhenti setiap harinya.
Dari kejauhan, aku melihat bus yang mulai mendekat.

Aku menaikki bus dibelakang orang-orang. Aku tidak melihat kebelakang, jika aku melihat kebelakang usaha yang aku lakukan sampai saat ini akan sia-sia. Melihat kebelakang itu sama saja seperti mencurigai, ada yang mengikat, dan ada sedikit rasa takut. Hanya jika aku sudah mengatasi hal-hal ini akhirnya aku bisa melarikan diri.

Bus mulai berjalan. Aku tidak memiliki rencana apapun, tidak ada alasan khusus untuk melarikan diri dari rumah orang tuaku. Itu seperti lebih melarikan diri tanpa berpikir apa-apa.
Aku mulai teringat wajah lelah ibuku, saudaraku yang pergi entah kemana, dan penyakit ayahku.
Dimulai dari situasi didalam rumah kami yang menjadi lebih sulit setiap harinya. Dari keluargaku yang memaksa berkorban. Dan aku yang berpura-pura tidak mengetahui apa-apa dan menahan diri, mencoba menyesuaikan diri dan pasrah, yang terpenting adalah jauh dari kemiskinan.

Jika ada yang bertanya apakah miskin itu kejahatan, semua orang pasti menjawab tidak. Tapi bukankah itu kenyataanya? Kemiskinan menggerogoti banyak hal. Sesuatu yang berharga menjadi tidak berarti. Kau menyerah pada sesuatu yang sangat kau impikan. Mulai tumbuh rasa curiga, takut dan pasrah. Nyatanya kemiskinan menurutku adalah kejahatan.

Bus akan sampai dihalte yang familiar dalam beberapa jam.
Ketika aku meninggalkan gerbong itu beberapa bulan yang lalu, aku tidak meninggalkan pesan apapun bahkan membiarkan isi gerbong yang masih berantakkan. Dan sekarang aku kembali lagi tanpa tanda-tanda ataupun kabar.

Aku mencoba mengingat wajah teman-temanku.
Kak nando, kak brylian, david, andre, zico, dan rendy.
Aku memutuskan kontak dengan mereka. Apa yang mereka lakukan sekarang? Apa mereka akan senang bertemu denganku lagi? Bisakah kita berkumpul dan tertawa bersama seperti dulu lagi?. Tapi aku masih belum yakin untuk bertemu mereka kembali.

Terdapat embun dijendela bus dan aku tidak bisa melihat pemandangan diluar. Aku perlahan menuliskan sesuatu pada jendela yang berembun dengan jariku

KAU HARUS BERTAHAN

.
.
.

Rendy pov

Ketika aku mengangkat kepalaku, aku berada didepan gerbong kak ahludz.
Aku membuka pintunya dan masuk. Sama seperti terakhir aku ada di gerbong ini, ruangan yang berantakan dan kaca yang pecah itu. Aku kembali teringat kejadian pagi itu saat kak brylian akan melempar kursi kearahku tapi kemudian mengenai kaca yang pecah itu. Kenapa kak brylian setega itu? Ingin mengakhiriku? Aku tetap tidak bisa membencinya, rasa kasihsayangku lebih besar kepada kak brylian. Aku tidak menyayangi keluargaku karena mereka enggan peduli pada hidupku, tapi kak brylian, selama ini dia selalu ada untukku, dia bahkan diusir dari sekolah karenaku.

Aku mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan.
Berjongkok dan mulai membersihkan lantai yang ada pecahan kacanya. Rasa dingin hinggap di diriku. Seluruh tubuhku bergetar ingin menangis.

Hiks.. hikss...

Aku sangat membutuhkan kalian, tapi aku takut, aku takut kalian akan melakukan hal yang sama seperti yang kak bry lakukan.

Ukhuk.. ukhukkk.. hiks,

"Ren?"

Aku menengok kebelakang, suara yang memanggilku..

"Kak ahludz?!!"

Aku berlari kearahnya, dan langsung memeluk tubuhnya,
"Kak--kak, kak-kak.. kaa--kak"

"Hey ren, tenangkan dirimu. Tenanglah dulu baru bicara."

Aku tidak bisa menahan semuanya lagi, beban batin yang kutanggung aku tumpahkan pada kak ahludz, aku menangis sampai sesegukan.
Dan kak ahludz mencoba menenangkanku dengan mengelus rambut dan punggungku.

"Maafkan aku ren, sudahlah jangan menangis."

"Kk--au kemana?, Kak bry mencarimu.."

"Aku hanya pergi sebentar, sekarang aku sudah kembali 'kan."

Aku hanya mengangguk-angguk, untuk beberapa alasan aku merasa lega. Kak ahludz memegang dahiku dan berkata bahwa aku demam. Sepertinya kakak benar, bagian dalam mulutku terasa panas tapi aku kedinginan. Tenggorokanku sakit.

"Tidurlah, kita akan bicara lagi nanti."
Kata kakak. Aku hanya mengangguk kemudian aku berkata,

"Bisakah aku menjadi dewasa sepertimu kak?" Kak ahludz melihat kearah lain.





*Vomentnya ditunggu😉👌

TEARS A BOY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang