Chapter 22

786 68 4
                                    


"Mereka bilang, kita akan pulang bersama. Seperti biasa, menunggu dihalte bus."

Ernando berbicara kepada angin yang lewat.

Bus pertama sudah pergi, tinggal dua bus lagi yang akan melewati halte depan sekolah setiap harinya.

Bukk..

Seorang remaja perempuan menjatuhkan buku tepat dihadapan ernando, tapi ia tidak sadar kalau bukunya jatuh.

Ernando mengambil bukunya, kemudian melihat ke perempuan itu, "dia berjalan ke arah sekolah, sepertinya dia ada kelas tambahan." Pikir nando.

Nando pun berlari mengejar perempuan itu, dan tidak menyadari ada zico yang sedang berdiri didepannya mengembangkan senyum. Kemudian melewati zico.

Zico membulatkan matanya,
"Hey, kak! Kak nandoo.. mau kemana dia?"

"Ouh, apa yang didepannya itu kekasih kak nando?" Zico hanya bisa menebak-nebak kemudian tersenyum menyeringai. Bisa bikin gosip, pikirnya.

"Tunggu!.."
Nando berusaha menghentikan perempuan itu,

"Hey kau tunggu..,"

Perempuan itu berhenti dan menghadap kebelakang, menunjuk dirinya sebagai pertanyaan apakah dia yang dipanggil nando.

"Iya kau, ini bukumu jatuh."
Nando mengacungkan buku tersebut.
Perempuan itu menepuk jidatnya kemudian terkekeh lalu dia berlari menghampiri nando.

"Terimakasih. Aku tidak tahu kalau bukunya jatuh. Terimakasih sekali lagi." Ujar perempuan itu sambil mengambil buku yang ada pada nando.

"E-- iya,"

"Hey.. kau ada kelas tambahan?"
Ucap nando buru-buru ketika perempuan itu akan berbalik dan pergi.

"Eum, iya"

Nando mengangguk-anggukan kepalanya.

"Boleh berkenalan?" Nando menawarkan pertemanan. Sepertinya?

"Jenny. Dan.."

"Aku nando,"

Perempuan itu hanya tersenyum.

Ketika nando melihat senyum perempuan yang ada dihadapannya, serasa ada sesuatu yang menggelitik hatinya, dan tanpa sadar nando tersenyum bingung kepadanya.

"Ada lagi?" Tanya jenny.

"Ah tidak, kau mau masuk ya? Ya sudah masuk saja. Aku duluan ya, pasti teman-teman sudah menungguku. Dan...  Senang bertemu denganmu jenny," tanpa menunggu jawaban dari jenny, nando memutuskan untuk pergi dengan wajah tersenyum malu.

Jenny juga tidak tahu harus berbicara apa. Rasanya dia susah sekali untuk berbicara saat dihadapan nando tadi.

Nando berlari menuju halte dengan senyum dibibirnya.

Perlahan senyumnya menghilang, lebih tepatnya disembunyikan dari sahabatnya yang sudah berkumpul diseberang sana.

"Dia kekasihmu kak?"

Nando membelalakan matanya mendengar pertanyaan dari zico, begitupun yang lain.

"Siapa?" Tanya david.

"Kau punya kekasih, kak nando?" Tanya rendy.

"Yang mana, yang mana?" Tanya andre.

"Ck, kalian salah sangka." Ucap nando sambil berusaha menetralkan jatungnya yang sejak tadi berdebar kencang.

"Apa tadi? Aku memanggilmu bahkan meneriakkimu kak, dan kau hanya berlalu dihadapanku" tutur zico sambil tersenyum meledek.

"Sudahlah kak mengaku saja. Dia kekasihmu kan?"

Nando tidak menjawab melainkan memalingkan wajahnya yang pasti sudah memerah malu.

"Hey hey, kakak kita malu. Lihatlah lihatlah.. ahhhaha" rendy mengatakan itu.

"Dia bukan kekasihku, kami baru saja saling kenal" ucap nando jujur.

"Baiklah jika kau tidak mau mengakui kebenarannya. Kalau begitu aku saja yang menjadi kekasihnya, dia lumayan cantik juga" ucap zico.

"Eiy!.."

"Apa? Apa? Ha kan, kau menyukainya?"

Nando semakin terpojok dan ya dia pun tidak bisa berbohong pada siapapun terlebih lagi kepada sahabatnya. Akhirnya nando hanya tersenyum saja, entah apa artinya.

"Ahhhahaha..."

Puaslah rendy dan zico menggoda nando.
.
.
.

"Aku ini kenapa si?"
Tanya nando pada dirinya saat sedang bercermin. Ya ha kali ini nando sudah sampai dirumah dan sedang bercermin.

"Jenny.." gumam nando kemudian teringat pertemuannya dengan jenny tadi sore.

"Dia lucu sekali saat sedang tersenyum.."

Nando menggeleng gelengkan kepalanya.

"Apa aku akan bertemu dengannya lagi?"

Sejak tadi nando hanya berbicara sendiri dan ayahnya mendengar semua,

"Siapa jenny?," Tanya ayahnya tiba-tiba.

"A-ay-yah.. tii-dak bukk-kan"

Jujur saja sejak kecil nando sangat amat takut kepada ayahnya.
Sorot tajam yang terpancar dari mata ayahnya sangat tidak enak untuk dipandang.

"Jangan macam macam"

Kalimat itu sukses membuat nando mengepalkan tangannya.
Ia takut tapi juga bisa kesal dengan ancaman dari ayahnya, kenapa sang ayah selalu saja mencampuri urusan pribadinya apalagi urusan perasaan.

Ayahnya itu selalu saja melarang nando untuk memiliki hubungan dengan siapapun bahkan kini nando bersahabat dengan ke enam temannya itu tanpa sepengetahuan ayahnya.

Ayah nando selalu berpikir bahwa orang kelas atas harus bergaul dengan orang yang setara dengannya.

Nando tidak bisa melawan ayahnya, dia terus saja dikendalikan dan hanya menjadi boneka ayahnya itu.





*Koment dong, gimana ceritanya, bagus gak? Alurnya ketebak gak?
Plis, jangan cuma koment next lanjut. Butuh saran guys😊

TEARS A BOY ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang