"Sekuat apapun menggenggam Jika Allah tak Ridho, maka tak akan terjadi. Berharap kepada manusia seperti menggenggam pasir semakin digenggam erat semakin lepas.”
°°°
|Kupinang Kau dengan Sholawat|"Apa jawabannya?" tanya Salma memakan siomay bersama Iski.
Iski menguyah makanannya, diam sejenak. "Nggak tahu aku, Sal."
Sudah seminggu ini lamaran Faisal digantung olehnya. Belum ada jawaban yang pasti yang harus ia pilih. Satu sisi ia ingin mengiyakan lamaran itu, tapi di sisi lain dirinya memikirkan komitmennya dengan Irfan.
Pilihan yang membingungkan menurutnya. Karena jujur, ada dua nama yang terpatri di hatinya. Faisal, orang yang ia kagumi dari dulu. Tapi hanya sebatas fans seperti perempuan lainnya—mengidolakan vocalis sholawat.
Irfan, sebelumnya Iski memang memiliki rasa lebih padanya. Tapi itu dulu, rasa itu ia tepis jauh-jauh karena menurutnya—ia tidak pantas jika bersanding dengan lelaki sholeh seperti Irfan. Tetapi apa yang terjadi? Ternyata Irfan menyukainya diam-diam dalam waktu yang lama. Ketika Irfan mengungkapkan perasaan dan keinginannya—rasa suka yang dulu hilang muncul kembali. Iski menyukai Irfan kembali.
"Lah terus Irfan nya gimana?" pertanyaan Salma itu sangat menguras habis otak Iski.
Iski tetap bergeming, memikirkan jawaban yang tepat. Alih-alih dirinya mengalihkan pandangannya ke penjual siomay. Entah apa yang ia lihat dan pikirkan. "Aku pusing," gumamnya.
"Kik." Salma menolehkan kepala Iski agar menghadapnya. "Dengerin! Aku emang nggak pandai ngolah rasa, tapi kamu ingat kak Fendi?"
Salma tersenyum pahit mengingat kandasnya hubungannya dengan lelaki yang ia cinta. "Dengan hubungan itu, aku dapet banyak pelajaran. Bukannya aku nggak setuju kamu sama Irfan, tapi gimana, ya. Kamu jangan marah loh."
"Menurutku Irfan tuh sama kayak kak Fendi. Memang kelihatannya dia sholeh dari segi ibadah. Tapi coba, deh, kamu renungin dan pikirin dalam-dalam. Cowok sholeh itu bukan hanya ibadahnya lancar, baik, tapi juga bisa menjaga hati dan pandangan."
"Awalnya aku setuju pas Irfan mau ngungkapin perasaanya ke kamu sama buat komitmen itu. Tapi setelah kalian buat komitmen itu, kayak ada yang beda gitu. Ya! Aku tahu itu cuma komitmen, tapi komitmen kalian kayak orang pacaran. Pacaran yang terbalut komitmen embel-embel syari, why? Karena kalian terkenal dengan sebutan couple dai, dengan itu apa aja yang kalian lakuin, dipandang orang awam tetap islami."
"Hah! Intinya itulah, aku juga bingung tadi aku ngomong apa." Salma bingung dengan ucapan panjang lebarnya barusan.
"Aku paham, kok." Nafsu makan Iski hilang, setelah mendengar penuturan Salma.
"Kik, jangan marah, ya," ucap Salma tidak enak.
⏱⏱⏱
"Hah?!" teriak Hafidz.
Kening Iski berkerut, bingung. "Hah?"
"Apa?" teriak Hafidz lagi.
Iski tambah bingung. "Apanya?"
"Tadi kamu ngomong apa?"
"Lah ngomong apa? Dari tadi adek diem aja."
"Ohh," jawab Hafidz fokus ke jalanan.
"Nggak nyambung," desis Iski menatap Hafidz aneh.
Sepuluh menit perjalanan, akhirnya sampai juga di rumah. Iski turun dari motor dan langsung masuk ke dalam rumah. Menyalami Mila lalu menaruh tas dan sepatunya asal. Lalu nglancir ke kamarnya.
"Habis berantem?" tuduh Mila selidik saat Hafidz menyium tangannya.
"Lah?"
"Itu, kok tumben tadi mukanya ditekuk gitu. Udah besar bukannya nyenengin adek nya," cibir Mila melipat pakaian.
"Nyenengin apa, sih, Bu? Baru aja dateng langsung di fitnah," tukas Hafidz meneguk air minum.
"Udah, sana minta maaf ke Iski. Nggak baik adik kakak musuhan."
Hafidz baru ngeh apa yang dimaksud ibunya. Dirinya juga merasa janggal dengan adik perempuannya. Pasti ada masalah, pikirnya. Ia masuk ke dalam kamar Iski tanpa izin terlebih dahulu.
"Ada pintu gunanya apa?" ketus Iski membuang ponselnya di kasur.
"Ada masalah apa?" ketus Hafidz balik—meletakkan gelas. "Oh, iya. Jawaban lamaran Faisal gimana? Udah seminggu nih," tagih nya tiduran di kasur.
"Ishhh, kakinya nggak usah nindihin juga." Iski menendang Hafidz keras.
"Cowok juga punya hati, gril. Bukan cewek aja yang capek nunggu, digantung tanpa kepastian yang jelas. Cowok juga capek, tapi dia cuma bisa diem aja. Nggak koar-koar kayak cewek," ujar Hafidz memainkan handphone Iski.
"Aku bingung, Kak," keluh Iski.
"Siapa pun bisa jatuh cinta, tapi hanya orang yang kuat yang akan menjaga cinta itu tetap halal."
"Menikah?"
"Itu pilihannya. Rasa cinta itu wajar saja terjadi, namun orang terbaik adalah orang yang mampu menahan rasa cintanya sampai halal."
"Ck, nggak usah bucin deh, Kak." Iski menunduk lesu.
"Gini, ya. Kakak tahu yang kamu rasain sekarang. Nikah itu bukan soal cinta aja, tapi juga komitmen hidup bersama. Cinta bisa aja pudar, tapi komitmen harus tetap dipertahankan. Tapi, komitmen itu untuk orang siap menikah, bukan menunggu dilamar dengan membuat komitmen sebelumnya."
"Maksudnya?" Otak Iski belum bisa menafsirkan penjelasan Hafidz.
"Kamu pilih, ditunggu apa menunggu?"
"Ditunggu!"
"Mengejar apa dikejar?"
"Dikejar!"
"Nah, itu memang kodrat wanita. Kalo seandainya kamu nungguin siapa tuh, Irfan? Ya, Irfan, kan?"
"Tunggu! Kakak tahu dari mana?"
"Nih!" Hafidz menuduhkan chattingan Iski dengan Irfan dari handphone Iski. "Cinta sama komitmen kalian nggak salah, tapi kalian nya yang bermasalah. Cinta itu fitrah dan lumrah. Komitmen saling menunggu itu juga biasa. Tapi jangan sampai keluar dari batasan agama."
"Jadi aku salah?"
"Kalian berdua salah! Zina nggak cuma hubungan pacaran. Chattingan tiap hari, saling lempar perhatian, baper-baperan. Hah?! Komitmen embel-embel syari. Kalian nggak jauh beda dari orang pacaran. Zina itu dari aktivitasnya bukan hubungannya. Pelacur? Mereka nggak pacaran, tapi tetep aja dosa. Melayani orang bukan mahramnya."
"Dari awal adek juga ngrasa gitu, Kak. Tapi..._"
"Tapi? Tapi karna kamu baper, seneng jadi dianggap remeh kan? Mikirnya, udah ada komitmen bakal nikah, jadi dengan bebas chattingan terus?"
Hafidz meminta Iski menatap matanya serius. "Rasa nggak ada yang tahu. Allah maha Pembolak-balikan hati. Bisa aja, dua tahun lagi Irfan nggak suka lagi sama kamu. Nggak jadi nikah sama kamu. Kamu mau ngrasain sakitnya nungguin terus ditinggal rabi?"
"Kok kak Hafidz ngomongnya gitu?"
"Udah, sekarang kamu pilih. Dikejar apa mengejar? Ditunggu apa menunggu? Itu aja pilihan kamu sekarang."
***
🖤Jazakumullah ya Khair🖤
Pekalongan, 16 Juli 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupinang Kau Dengan Sholawat (END)
SpiritualLENGKAP [ BLURB ] Memang ya ... jodoh itu misterius. Terkadang .... Yang dicintai malah melukai. Yang diharapkan malah meninggalkan. Dan yang ditunggu-tunggu, justru tidak ditakdirkan 'tuk bersatu. "Keputusannya meninggalkanku mungkin juga karena i...