33. [EPILOG]

8.6K 333 5
                                    

"Aku ingin cinta yang akan berkata: “Bahkan kematian pun tidak akan memisahkan kita, karena kelak kita akan dipertemukan kembali di surga, In Syaa Allah."

°°°
|Kupinang Kau dengan Sholawat|

"Pilih kehilangan umi apa hafalan Al-Qur'an?" tanya Iski di sela bermurojaah dengan Bilal dan Hafshah.

Bilal menatap uminya lalu menatap Hafshah yang tengah duduk di kursi roda. Bilal menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, umi nanya kak Bilal."

"Hmm..." Bilal menimbang-nimbangi. "Bilal lebih milih kehilangan umi, daripada hafalan Bilal. Kalo Bilal nggak hafal Al-Qur'an lagi, nanti gimana mau nolongin umi sama abi di surga."

Jika Khadijah adalah istri terbaik Rasulullah. Iski Aisyah adalah istri terbaiknya. Para peziarah mulai melangkahkan kakinya pergi dari tempat ini, meninggalkan Faisal yang tetap setia menemani Iski di peristirahatan terakhirnya.

Air mata yang ia tahan agar tidak keluar, berjatuhan di gundukan tanah basah. "Abang cengeng, ya?" Faisal tertawa hambar.

"Gila!" sumbar dokter. "Saya baru menemui suami gila seperti anda, yang membiarkan istrinya sekarat!"

"Hidup dan mati di tangan Tuhan, bukan di tangan dokter! Kalaupun istri saya meninggal, dia mati syahid! Surga telah disediakan untuknya!" Faisal keukeuh pada pendiriannya.

"Cepat! Tanda tangan!" bentak dokter itu emosi, menggebrak kan meja.

"Sampai kapanpun, saya tidak akan mendatangani nya." Faisal berdiri. "Apapun yang terjadi, saya ingin anak saya lahir dengan normal!" jelas Faisal.

"Walaupun salah satunya akan tiada?" remeh dokter bedah.

"Ya!" Mantap Faisal pergi begitu saja.

Prinsip harus dipegang dan amanat harus dikerjakan. Apapun yang akan terjadi, Faisal tetap pada prinsipnya, prinsip yang ia buat dengan Iski. 'Tidak ada yang namanya caesar!' dan amanat dari sang istri, 'Adek nggak mau operasi caesar! Anak adek harus lahir normal.'

Dokter mengumpat, ia tak habis pikir ada suami keras kepala seperti pasiennya tadi.

Jalannya proses kelahiran anak ke-4, berlangsung tegang. Iski sudah kelelahan, wajahnya pucat dan bibirnya membiru. Tapi, nyawa di dalam rahimnya harus segera dikeluarkan. Kepala bayi berada di atas bukan di bawah.

Jari-jemari Faisal menggenggam erat tangan Iski. "Adek kuat!" Semangatnya menciumi kening Iski.

Iski mengeden kuat. Bokong bayi keluar duluan, kaki kiri dan kanan, sampai akhirnya kepala bayi tercekik. Bidan dan perawat panik, jika kepala bayi tidak cepat-cepat keluar. Maka bayi itu akan meninggal!

"Terus...sedikit lagi!" seru bidan berkerudung hitam.

"Agrhhhhhhhhhhhh......." Iski berteriak kencang.

"Alhamdulillah," ungkap sang bidan menggendong bayi yang masih berlumuran darah.

Faisal menangis. "Dek, anak kita lahir."

Iski tersenyum dengan mata tertutup.

"Dek!" Faisal menepuk pipi Iski. "Dek! Bangun!"

Perawat mengecek denyut nadi Iski. "Innalillahi," ucapnya lirih.

Faisal mengelus batu nisan Iski, menangis tersedu-sedu. "Apakah ini, alasan adek nggak mau di operasi caesar? Apakah ini jawaban pertanyaan abang, kenapa adek milih mahar kain kafan? Apakah ini nazar adek, kenapa adek beli tanah untuk dijadiin kuburan umum?"

"Abang bodoh, ya? Sampai nggak tahu maksud adek semuanya."

Faisal tak tahu jika di langit Iski tengah tersenyum padanya. Ingin sekali Iski mengatakan jika dirinya bahagia sangat bahagia, karena inilah yang ia minta. Ia rindu dengan Allah, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan-Nya.

"Adek jahat banget, ninggalin abang sendiri. Ninggalin anak-anak, adek nggak ingat dulu adek bilang apa? Adek pengenkan anak kita menjadi hafidz semua? Kita udah sepakat buat ngajar anak-anak bareng, sampai mereka hafal 30 juz. Tapi, kenapa adek ninggalin abang duluan? Mereka belum hafal 30 juz!"

"Salman masih harus belajar ngaji sama adek dan anak kita yang bayi. Hiksss...hikssss... Akh! Kalo adek nglihat abang nangis gini, pasti bakal dikatain cengeng. Padahal adek sendiri lebih cengeng dari anak-anak. Hiksss.. Kan abang kayak orang gila!"

Hari semakin sore, Faisal belum beranjak dari kuburan istrinya. Ia masih ingin bercakap-cakap dengan segundukkan tanah di depannya. Baju, tangan, dan sarungnya kotor dengan tanah.

"Abang pulang," pamit Faisal. Tapi kakinya enggan sekali meninggalkan tempat ini. "Tunggu abang dan anak-anak di surga. Assalamu'alaikum, Anna Uhibbuki Fillah."

-TAMAT-

❤TERIMA KASIH❤

***

Pekalongan, 17 Agustus 2021

Kupinang Kau Dengan Sholawat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang