Tinggal menghitung hari saja Tiva akan kembali ke Indonesia. Ia sudah selesai melaksanakan sidang skripsinya serta akan mendatangkan acara wisudanya dengan ditemani oleh Tante serta Om nya. Setelah mereka selesai dari acara wisuda, Tiva pun di ajak Tante Tina serta Om Bagas untuk menemui seseorang terlebih dulu. Tapi Tiva sendiri pun belum tahu siapa dia.
Tante Tina dan Om Bagas memang tinggal di Amerika. Makanya Ayah Jodi dan Ibu Risa menyuruhnya untuk berkuliah di Oxford, Amerika. Dan Tante Tina serta Om Bagas pun harus rela sering-sering jenguk keponakannya itu yang berada di Beland dan dengan jarak yang harus dihitung dengan biaya.
"Tiva, kita pergi sebentar gapapa kan?", tanya Tante Tina kepadanya yang sedang melihat-lihat jalanan yang cukup berbeda sangat dengan di Jakarta. Ia baru sadar akan itu.
"Iya, Tante. Emangnya mau kemana?", tanya balik Tiva kepada Tante Tina. Tapi hanya dibalas senyuman saja oleh Tantenya itu.
Selama diperjalanan, Tiva mendapatkan telepon dari sang Ibu serta sahabatnya, Zahra. Ternyata mereka menanyakan perihal kapan ia akan pulang? Diperkirakan Tiva akan pulang pada hari sabtu, dan bisa dihitung tiga hari lagi ia disini.
Telepon yang ia terima dari Zahra ternyata tidak seorang diri. Zahra bersama ke empat sahabatnya itu sedang berkumpul di Cafe Clarissa. Mereka sudah libur sejak dua minggu yang lalu. Berbeda dengan Bayu dan Rian, mereka baru libur seminggu yang lalu. Biasa, orang sibuk mah gitu.
"Yuk! Kita udah sampe. Come on!", ajak Tante Tina kepada Tiva.
"Rumah siapa ini Tante?", tanya Tiva.
"Ini seperti kosan, Tiva", dibalas dengan senyuman oleh Tante Tina.
"Udah ikut aja. Come on, Tiva", lanjutnya kembali.Langsunglah Tiva turun dari mobil dan mengikuti langkah demi langkah dari Tante Tina dan Om Bagas. Ketika pintu diketuk tiga kali, tidak ada jawaban atau respon dari pemiliknya. Tidak usah menunggu terlalu lama lagi, akhirnya keluar lah seorang gadis yang sangat cantik jelita, dan mungkin kaum adam pun bisa adem ketika melihatnya. Ia sangat putih, tinggi, dan mengenakan hijab.
"Ranti", sapa Tiva kaget.
"Tiva".
"Kalian sudah saling kenal?", tanya Om Bagas yang tampak kebingungan.
"Yes. I meet her in campus", jawab Ranti.
"Kampus? Kampus siapa?", tanya Tante Tina.
"Kami bertemu dikampus ku Om, Tante. Waktu itu organisasi yang Ranti pegang berkunjung ke kampus ku untuk melakukan observasi. Dan aku salah satu orang yang ditunjuk untuk menemani Ranti serta anggota lainnya", jawab Tiva panjang.
"Good. Alhamdulillah kalau kalian sudah bertemu duluan sebelum Om temukan kalian. Jadi Tante sama Om gak perlu memperkenalkan kalian lebih jauh lagi", sahut Om Bagas.
"Memperkenalkan lebih jauh? Maksudnya?", tanya Tiva dengan alisnya yang dikerutkan.
"Ah sudahlah lupakan. Ranti, boleh kami masuk?", ujar Om Bagas lagi.
"Oh Astaghfirullahal'azim, sorry Uncle, Aunt, Tiva. Jadi lupa, silahkan masuk", ajak Ranti kepada mereka untuk masuk ke dalam.
Kenapa Ranti manggilnya Tante sama Om? Bukannya dia emang anak dari Tante Tina sama Om Bagas?, tanya Tiva bingung dalam hatinya. Tapi Tiva harus bisa menjaga sikap seolah-olah semuanya baik-baik saja.
Mereka pun bercerita tentang mengapa Tiva dan Ranti bisa bertemu. Bercerita selama Tiva disini bagaimana dan juga Ranti yang sudah lama tentunya berada di Belanda dibanding Tiva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Cahaya {SUDAH TERBIT}
General Fiction📌 Seorang gadis yang mengalami masa kebimbangan selama hidupnya. Baik senang-sedih, senang-kecewa, atau senang-sedih-kecewa Ketika dirinya bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia pun berniat untuk memperbaiki penampilannya...