Titik Akhir Masanya ⌚

8 0 0
                                    

"Non bangun, nanti telat loh. Kan hari ini Non Tiva mau Ujian Nasional", ucap Bi Ica membangunkan Tiva yang selalu susah bangun setiap hari senin.

Dari sekian hari menunggu penantian titik akhirnya. Tiba juga masa perjuangannya selama ini. Setelah dirinya sudah mengikuti berbagai macam ujian lainnya. Sekarang lah ujian yang sebenarnya telah datang. Ia harus fokus kedepan dan menata masa depan yang cerah.

"Iya, Bi. Nanti Tiva nyusul kebawah buat sarapan", sahut Tiva yang masih setengah sadar.

"Yaudah, Non. Nanti Bibi kasih tahu ke Nyonya sama Tuan".

Ditutupnya lagi wajahnya yang masih terlihat ngantuk, sebab semalaman ia benar-benar fokus belajar untuk ujiannya hari ini dan sangat butuh stamina yang kuat.

Memang tak terasa Ujian Nasional pun sudah di depan mata. Hari demi hari sudah Tiva lewati untuk mempersiapkan semuanya dengan matang. Dari berbagai macam ujian sudah Tiva lewati dengan mantap. Dan sekaranglah pertempuran itu dimulai.

"Makan dulu sayang. Nanti kamu gak konsen ngejawab soalnya loh", sahut Ibu Risa dari ruang makan.

"Tiva bekel roti aja deh, Bu. Siapa tahu nanti Tiva laper terus bingung mau beli apa. Mendingan bawa dari rumah aja".

"Alhamdulillah kalo gitu. Bi, tolong siapin bekal untuk Tiva ya. Sekalian minumnya jangan lupa", perintah Ibu Risa meminta tolong kepada Bi Ica untuk menyiapkan bekal Tiva.

Sekarang, peran Bi Ica hanya menyiapkan makanan saja. Kalau Bi Marni, mencuci pakaian dan Pak Ahmad masih menjadi supir. Sedangkan Tiva, Rai, dan Kak Naher hanya membereskan kamarnya masing-masing.

"Gak usah, Bu. Minumannya biar Tiva beli aja. Cuma air mineral ini kok".

"Yasudah. Jangan minum yang aneh-aneh ya. Kamu baru mulai ujian, belum selesai. Khawatir sakit".

"Iya Ibu ku sayaaaaang. Yaudah, Tiva berangkat dulu ya, Bu", jawab Tiva dan memberi salam serta meminta restu supaya diberi kelancaran saat menjawab soal-soal nanti.

Ayah sudah berangkat kerja duluan tadi pagi sebelum Tiva bangun, karena Tiva bangun sudah sangat kesiangan bagi Ayahnya. Jadi, Ayah Jodi pun langsung meninggalkan Tiva ke kantor duluan dan tidak berangkat bersama.

***

Tiba sudah Tiva disekolah, ia berpikir bahwa akan telat dan dihukum oleh pihak sekolah yang mengawas. Karena lagi-lagi ia berangkat menggunakan sepeda kesayangannya itu.

Apalagi, sekarang pengawasnya dari luar sekolahnya. Jika seorang guru memberikan teguran serta hukuman kepada para muridnya. Itu semua untuk kebaikan para murid itu sendiri. Akan jadi apa Indonesia jika anak-anak sekarang banyak ngeluhnya karena diberi hukuman yang sifatnya sudah jelas untuk kebaikan.

Sangat sepi di setiap ruangan, karena memang semuanya benar-benar sedang fokus mengerjakan soal demi soal yang telah mereka terima. Begitu pun Tiva, ia sangat serius saat mengerjakan setiap soalnya. Ia yakin, bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan.

Tiva paham betul nasehat dari sang Ayah. Ia selalu mendengarkannya walaupun rada cuek atau pendiam jika mendengarkan Ayahnya sedang menasehati. Menurut Tiva, ini adalah ilmu di luar sekolah. Selain guru, orang tua lah nomor satu yang mengajari anaknya sebelum guru yang mengajarkan.

***

Ujian Nasional pun telah selesai hari ini. Setelah beberapa hari belakangan itu telah dilewatinya sendirian tanpa bantuan dari yang lain.

Tetapi, peraturan tetap peraturan. Bahwa disini setelah ujian selesai, tidak boleh ada yang mencorat-coret baju seragam. Karena apa? Karena baju yang tengah dipakai oleh kita adalah baju yang mahal bagi orang tua kita. Sebab, susah payah mereka mengumpulkan uang demi membelikan baju sekolah yang sebagus ini untuk anak-anaknya. Hargailah pemberian orang tua selagi mereka masih ada.

Terik matahari tengah menyelimuti SMAN 01 Citra Sejahtera. Tiva, Zahra, Clara, Rian, Bry, dan juga Bayu pergi ke cafe yang biasa mereka kunjungi.

"Emmmm... guys, aku mau ngomong sesuatu ke kalian", ucap Tiva di tengah-tengah makan siangnya di Cafe Clarissa.

"Ngomong aja", sahut Clara.

Tiva menatap lekat-lekat wajah para sahabatnya itu. Terkecuali Rian yang memasang wajah biasa dan cuek.

"Emmm.. pembicaraan kakak aku waktu itu bener".

"Pembicaraan yang mana?", tanya zahra santai.

"Soal kuliah di Belanda".

"Aaaa...apaaaa?", tersedak makanan yang baru saja Zahra masukkan kedalam mulutnya.

"Sooo, lo serius mau nerusin kesana? Ninggalin kita?", timpal Bry.

"Ya, mau gimana lagi? Itu pilihanku. Awalnya sih orang tua aku nyuruh lanjut di Oxford aja. Tapi aku tolak. Karena pengen kuliah disini aja, ngapain juga kan jauh-jauh?".

"Nah terus?", lanjut Bayu.

"Orang tua aku tetep nyuruh kuliah di luar negeri. Aku kurang tahu juga sih kenapa dipaksa gitu. Tapi yang jelas, aku minta satu syarat ke mereka".

"Apa?", tanya kompak Zahra dan Rian.

"Hmmm... aku mau kuliah di luar. Asalkan di Belanda, bukan di Oxford".

"Parah lo, Va. Masa syaratnya gitu. Terus lo ninggalin kita semua disini? Kapan bisa ketemunya?", sahut Bry yang sedikit kecewa atas apa yang Tiva bicarakan tadi.

"Maaf ya, tapi ini udah keputusan ku. Ayah sama Ibu yang nyuruh sekolah di luar. Tapi tenang aja, kita pasti bakal ketemu lagi kok. In syaa' Allah", lanjut Tiva yang berusaha membuat sahabat-sahabatnya menjadi tidak sedih atas kepergiannya nanti.

"Jauh banget sih, Va. Kenapa gak milih di Singapur? Malaysia? Atau Inggris gitu?", tanya Rian.

"Lu kira dia WNI. Inggris lebih jauh dodol", ketus Bry.

"Yaelah namanya juga si Rian ngasih saran. Biar deketan sama Indonesia", ujar Bayu.

"Hahaha, iya makasih udah ngasih sarannya. Tapi bener loh kata Bayu, Inggris itu gak deketan sama Indonesia. Hehehe. So, di luar negeri juga ada Om sama Tante. Ya seenggaknya Ayah sama Ibu juga gak khawatir-khawatir banget lah sama aku disana", ucap Tiva sambil menengok ke arah Rian yang terdiam entah mendengarkan atau emang benar-benar cuek.
"Hmmm... Rian, aku titip Zahra ya", lanjutnya.

Tidak ada respon dari Rian soal pesan yang barusan Tiva lontarkan. Ada apa dengan Rian? Tadi dia nanya soal kuliah aku. Kenapa jadi diem?, tanya Tiva dalam hati.

Sahabat-sahabatnya pun menoleh ke arah Rian yang sikapnya terlihat aneh. Apapun masalah yang sedang Rian alami sekarang, mudah-mudahan tidak terulang lagi ketika Tiva sudah berada di Belanda nanti.

"Terus kapan lo berangkat?", tanya Clara.

Dan hanya dibalas senyuman oleh Tiva.

Senang sudah hari ini bersama mereka menikmati suasana seperti ini sebelum dirinya berangkat ke Belanda. Pasti akan susah lagi untuk berkumpul kembali seperti sekarang. Masa lalu, akan berubah menjadi masa depan yang entah seperti apa.

#bersama kesulitan, pasti ada kemudahan 💖

Kita pending dulu ya 😅

Jalan Cahaya {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang