Saat jenazah Nenek sudah tiba dirumah. Sudah banyak pula warga yang datang untuk mendo'akan kepergian Nenek. Suasana duka menyelimuti Rai, Kak Naher, Ayah Jodi, Ibu Risa, dan juga Bi Marni.
Tak terkecuali Tiva, ia tidak ingin keluar dari kamarnya. Ia hanya ingin mendo'akan sang Nenek dari kamarnya saja. Karena ia tidak mau melihat Neneknya sedih, ia hanya ingin menemui Neneknya untuk terakhir kalinya nanti saat dipemakaman. Ia juga harus ikhlas atas kepergian Nenek tersayangnya itu.
Waktu terus berjalan. Dimana mereka sudah menyolatkan Nenek dan berlanjut untuk pemakaman Nenek yang letaknya tidak jauh dari rumah. Sehingga nanti, mereka mudah untuk berziarah ke pemakaman sang Nenek.
Setiap derasnya air yang mengalir membasahi pipi Tiva hingga tiba di pemakaman masih menyelimuti raut wajahnya yang lembut. Tiva berusaha meredakan tangisannya yang dibantu oleh Ibu Risa dan juga Rai untuk menenangkannya.
"Sayang, kita pulang yuk", ajak Ibu Risa kepada anak gadisnya itu.
"Aku masih mau disini, Bu", jawab Tiva tersedu-sedu.
"Ibu sama Ayah pulang duluan aja. Biar Rai yang nemenin Kak Tiva dulu sampe dia bener-bener tenang", sahut Rai.
"Yaudah. Ibu sama Ayah pulang duluan, ya. Her, kamu mau pulang apa masih mau disini?", tanya Ibu Risa.
"Naher disini aja, Bu. Mau nungguin Tiva juga", jawab Kak Naher yang juga ingin menunggu adik perempuannya itu.
"Yasudah kalo gitu. Ayah sama Ibu pulang duluan ya. Hati-hati", ucap Ayah Jodi.
Suasana sedih masih menyelimuti pemakaman Nenek. Tiva masih belum bisa meredakan tangisannya. Kak Naher maupun Rai sudah berusaha mencoba membujuknya supaya Tiva mau segera pulang. Sebab mereka tahu, bahwa Tiva sejak tadi pagi belum satu pun makanan yang masuk ke mulutnya. Hanya sebuah tangisan yang masih menyelimuti kesedihannya saat ini.
Tepat pada pukul 13.00 WIB, akhirnya Tiva mau di ajak untuk pulang. Ayah Jodi dan Ibu Risa mungkin sudah sampai terlebih dulu dirumah. Mereka harus mempersiapkan tahlilan pertamanya untuk Nenek.
Beberapa saat kemudian Kak Naher, Rai, dan juga Tiva akhirnya sampai dirumah. Kak Naher dan Rai langsung pergi ke kamarnya masing-masing. Tidak dengan Tiva, ia langsung mendatangi Ibunya di dapur serta Bi Marni.
Tidak usah berpikir panjang lagi, Tiva langsung membantu Ibunya dan juga Bi Marni untuk menyiapkan tahlilan pertama Nenek tersayangnya. Tiva hanya istirahat beberapa menit saja tadi untuk melepas beban kesedihannya. Lalu ia berniat lanjut untuk membantu Ibunya serta Bi Marni di dapur.
"Assalamu'alaikum", sahut Tiva tiba-tiba mengageti Bi Marni.
"Wa'alaikumussalam. Astaghfirullah, Non. Bibi kaget subhanaAllah, Bibi gak punya cadangan jantung, Non", jawab Bi Marni spontan.
"Hehehe iya Bi, maaf. Tiva kan lagi berusaha ngelupain kepergian Nenek dan mengikhlaskannya, Bi".
"Maa syaa' Allah, Non", lanjut Bi Marni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan senyum terharu.
"Oh ya, Bi. Mana sini biar Tiva bantuin".
"Yaudah. Non Tiva bagian masukkin bingkisannya aja deh. Biar Bibi sama Nyonya aja yang masak".
"Siap komandan!", ucap Tiva dengan senyuman manisnya itu.
Waktu berjalan dengan cepat. Tahlilan pun akan segera dimulai. Tiva sangat siap untuk mendo'akan sang Nenek yang telah meninggalkannya. Begitu banyak warga yang datang untuk mendo'akan Nenek, hati Tiva pun bahagia dan terharu.
Ia masih merasa ada sesosok Nenek disampingnya. Ia membantu membereskan rumah hingga menjadi rapi setelah acara tahlilan pun telah selesai. Setelah membereskan seisi rumah, ia berniat untuk segera tidur dan menenangkan lagi hatinya yang sedikit masih terasa sedih.
***
Tok..tok..tok..
Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ketukan itu terus berbunyi tiada hentinya. Seakan-akan semuanya menjadi buyar dan berisik untuk didengar.
"Aduh, si Non Tiva belum bangun apa ya?", ujar Bi Marni yang ternyata sedari tadi mengetuk pintu kamar Tiva.
"Non, ini Bi Marni. Ayok Non bangun, sarapan. Nanti kesiangan loh", lanjutnya yang terus berusaha membangunkan Tiva."Iya, Bi. Sebentar. Masih ngantuk", jawab Tiva dari kejauhan.
"Yaudah, ditunggu sama Nyonya dan Tuan diruang makan ya, Non".
"Iya, Bi".
Tiva tahu, bahwa hari ini adalah hari terakhirnya ia disini. Sebab lusa, ia harus bersekolah dan siap mengikuti ujian-ujian lainnya. Ia merasa was-was untuk mengahadapi Ujian Nasional nanti.
Ia juga takut, jika suatu saat nanti nama serta jawabannya tidak terbaca dikomputer. Tapi hal itu tidak menjadi masalah baginya, ia terus berusaha belajar dan yakin akan masuk perguruan tinggi yang ia inginkan, Aamiin.
Baginya, tidak ada yang tidak bisa didunia ini. Jika kita mau berusaha, pasti akan ada jalan yang lebih baik ke depannya. Dalam bentuk apapun, dengan kondisi apapun, dan dalam keadaan bagaimana pun.
Semua sudah diatur, tidak ada yang bisa mengubahnya. Satu hal yang selalu ada di pikiran Tiva, bahwa setiap orang pasti akan dikasih kemudahan dan keringanan, serta ada jalan yang terbaik untuk kita. Tetapi hal itu harus kita lakukan dengan terus berusaha dan jangan pernah untuk berhenti berjuang. Keep fighting.
"Bu, hari ini kita jadi pulang kan?", tanya Tiva ditengah sarapan.
"Iya sayang. Habis sarapan ini kita langsung pulang ya", jawab Ibu Risa.
"Yaudah, Tiva beres-beres dulu ya Bu, Ayah", dilanjut oleh Kak Naher dan Rai yang sudah selesai sarapan dan langsung ikut membereskan barang-barangnya kedalam tas dan memasukannya kedalam mobil.
"Biiii!", panggil Ibu Risa kepada Bi Marni.
"Iya Nyonya?".
"Kamu ikut kita ke Jakarta ya? Daripada kamu sendiri disini. Nenek sama Kakek kan udah gak ada".
"Gimana ya, Nyonya. Saya bingung".
"Udah, Bi. Bi Marni ikut aja ya? Please", sahut Tiva tiba-tiba datang dengan raut wajah memelas.
"Hehe yaudah deh kalo Non Tiva yang minta".
"Loh kok jadi aku, Bi?".
"Habisnya Bibi kasihan liat Non
Kalo nanti sedih lagi gimana? Tuh liat mukanya udah mulai sedih lagi"."Yaaah Bibi. Tenang aja, Bi. Tiva kuat", respon Tiva dengan memperlihatkan otor kecilnya sambil tertawa kecil.
"Kaga ada otot aja pamer", ledek Kak Naher yang sudah datang di hadapan mereka.
"Issssh,apaan sih Kak Naher. Ada tau".
"Udah-udah. Sana masukkin barang-barangnya ke mobil masing-masing. Bi Marni di mobil saya aja ya", ujar Ayah Jodi.
"Oh iya, Tuan. Baik".
Kali ini mereka membawa dua mobil. Sebab waktu itu Kak Naher dan Rai menyusul mencari Tiva menggunakan mobil Kak Naher, serta orang tuanya yang sudah pergi duluan menggunakan mobil Ayah Jodi.
#tidak ada yang tidak bisa didunia ini. Jika kita mau berusaha, pasti akan ada jalan yang lebih baik ke depannya. Dalam bentuk apapun, dengan kondisi apapun, dan dalam keadaan bagaimana pun 🚶
Kita pending sebentar ya 😅
![](https://img.wattpad.com/cover/177164676-288-k16060.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Cahaya {SUDAH TERBIT}
General Fiction📌 Seorang gadis yang mengalami masa kebimbangan selama hidupnya. Baik senang-sedih, senang-kecewa, atau senang-sedih-kecewa Ketika dirinya bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia pun berniat untuk memperbaiki penampilannya...