Pertemuan Tanpanya 👧

9 1 0
                                    

Hujan turun begitu deras semalaman hingga pagi ini. Malas sudah beranjak dari kasur untuk sarapan pagi bersama diruang makan. Itulah Rian, akhir-akhir ini ia sangat susah bangun pagi. Biasanya ia orang nomor satu di rumahnya yang selalu bangun sebelum subuh.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB, dimana bunyi telepon milik Rian lah yang membangunkan dirinya pagi ini. Langsung di ambilnya hp tersebut dan menempelkan benda itu ketelinganya.

"Assalamu'alaikum, Ri. Lu ada waktu gak sekarang?".

Terdengar suara laki-laki dari seberang telepon. Tapi Rian masih setengah sadar untuk bisa menjawabnya.

"Hallo, Riaaaaan. Lo masih disana kan?", tanya si penelpon kepada Rian perihal dirinya yang tidak ada respon sedari tadi.

"Hah? Hmm... iya iya. Siapa ya?", jawab Rian kaget.

"Gua Bayu nih. Lo ada waktu gak hari ini? Kalo ada, gua tunggu di Cafe Clarissa jam 10.00. GPL", jawab Bayu tegas yang berharap Rian bisa datang menemuinya hari ini.

"Hm.. iya nanti gu---".

Terputus sudah sambungan telepon dari Bayu. Entah pulsanya habis atau batrenya yang habis, dan mungkin Bayu sengaja mematikan langsung teleponnya.

Ketika Rian melihat hpnya yang tiba-tiba sudah tidak ada suara Bayu lagi. Akhirnya ia sadar bahwa tinggal menghitung menit, jam sudah menunjukkan pukul. 10.00 WIB. Langsung lah dirinya bersiap-siap untuk bertemu dengan Bayu yang entah ingin membicarakan apa.

***

"Bay!", sapa Bry dan Clara saat tiba di Cafe Clarissa.

"Eh udah nyampe. Kalian gak ngajak Zahra kan?", tanya Bayu memastikan kepada mereka bahwa tidak ada Zahra bersamanya.

"Enggak selow. Sorry ya kita lama", jawab Clara.

"Syukur kalo gitu. Yaudah duduk!", perintah Bayu mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Gimana? Lo udah ngabarin Rian?", tanya Bry kepada Bayu.

"Beres. Tapi, ya tahu dateng tahu enggak deh tuh anak. Gua sms aja gak dibales".

"Baru dibaca kali. Baru bangun juga maksudnya", ujar Clara.

"Tapi udah gua telepon kok tadi. Alhamdulillah di angkat. Mudah-mudahan dateng deh tuh orang".

Setelah lama mereka menunggu, Rian pun akhirnya datang. Ada perasaan cemas dibenak mereka bahwa Rian tidak akan hadir. Mereka menikmati hidangan yang telah tersedia di meja. Ya, walaupun telat banget melebihi schedule yang sudah ditentukan.

"Sorry gua telat", ucap Rian yang sudah duduk disebelah Clara dan juga Bry.

"Iya gapapa. Gua maklumin", sahut Bry.

"Oh ya, Tiva sama Zahra mana? Kok gak ikut? Kenapa ada lo disini?", tanya Rian kepada Bry dan juga Clara perihal dirinya yang juga hadir di Cafe Clarissa.

"Kenapa?!!! Masalah?!!!", bentak Clara.

"Weeeyy, santai. Gak usah ngegas".

"Lo sadar gak sih, Ri? Kemarin sebelum Tiva pergi, dia ngajak ngobrol lo, bahkan nanya ke lo balik. Eh, lo malah sok cuek. Biasanya juga care-care aja. Dan satu lagi, awalnya kan lo nanya ke dia perihal kuliahnya yang di Belanda. Dia udah respon pertanyaan lo. Tapi mana respon balik lo? Nothing bro!", jawab kesal Bry.

"Kok pada ngegas sih? Bukannya gua sok cuek nih. Tapi gua tahu perasaannya Zahra dan gua mau ngejaga perasaannya. Gua lagi berusaha, walau sulit. Makanya kemarin gua nyuekin Tiva", jelas Rian.

"Cara lo gak bener, Ri", ujar Clara yang ternyata juga kesal kepada Rian atas sikapnya.

"Cla, kita udah sahabatan berapa lama sih? Gak baru kan? Dan gua udah tahu sifat-sifat lo semua. Gua lagi mencoba mencari jalan tengahnya sendiri".

"Ya cara lo tetep salah. Kalo lo mau cari jalannya sendiri, terus kita apa? Sahabat-sahabat lo ini, di anggap apa selama ini sama lo? Hah???!!!", bentak kembali Clara.

"Udah-udaaaaah", lerai Bayu.

"Maafin gua. Iya gua ngaku salah kemarin. Seharusnya untuk kepergian Tiva ke Belanda ada gua disana".

"TELAT!!!", bentak Bry.

"Udah-udah. Iiih, nih orang ya. Lo juga Bry, udah gak usah nambah-nambahin amarah dah. Nih Ri, ada titipan dari Tiva sebelum dia berangkat. Gua dan yang lain sengaja gak ngajak Zahra kesini. Kalo kita ngajak dia, yang ada kita malah bikin sakit hati dia. Kita juga tahu kok perasaan dia sebelum lo tahu", sahut Bayu yang langsung mengambil barang dari tasnya dan langsung memberikannya kepada Rian.
"Semoga lo suka", lanjutnya.

"Apa ini?", tanya Rian yang melihat sebuah kotak pemberian Bayu.

"Buka aja nanti. Yaudah, kita mau pergi dulu. Ada urusan mendadak".

"Urusan apa?", tanya Rian penasaran.


Tak sempat dijawab oleh Bayu, Bry, dan juga Clara. Mereka sudah pergi begitu saja meninggalkan Rian sendirian. Akhirnya, Rian langsung membuka benda pemberian dari Bayu tadi dan langsung melihat isinya. Dibukanya benda tersebut, tampak sepucuk surat di dalamnya dan sebuah cindra mata yang selama ini ia inginkan, tetapi belum sempat terwujud.

To Rian

Hai Rian, gimana kabar kamu? Aku harap saat baca surat ini, kamu baik-baik aja ya. Dan jangan banyak diem. Hehehe.

Ri, kamu kenapa kemarin nyuekin aku? Aku ada salah kata-kata ya sama kamu? Apa tingkah aku yang gak kamu suka? Yaudah aku minta maaf ya. Tapi jujur, aku sedih banget karena kemarin itu cuma kamu aja yang diem dan gak ngerespon apa yang udah aku jawab atas pertanyaan kamu itu. Mungkin kamu lagi ada masalah, jadi aku maklumin deh. Hehe.

Ri, aku tahu kamu pengen benda ini. Hehehe, bukannya aku mata-matain kamu loh ya. Hebat kan aku tahu apa yang kamu pengenin. Aku harap sih, kamu bisa ngejaga dan simpen baik-baik benda ini ya. Tapi aku belum bisa bilang ke Zahra soal ini. Karena aku takut kalo dia bakal sakit hati dan bahkan cemburu. Aku tahu perasaan dia atas sikap dia ke kamu. Dan aku juga tahu, kalau selama ini dia ngekepoin kakak aku itu karena mau manas-manasin kamu doang. Aku harap kamu lebih tahu itu daripada aku ya, Ri. Semoga kamu bisa ngejaga perasaannya.

Aku minta kamu, tolong jaga Zahra dia ya. Aku pengen liat sahabat aku yang satu itu bahagia ketika aku juga bahagia disini. Aku juga berharap kalian jadian, hehehe. Yaudah, sekali lagi aku titip benda ini dan juga Zahra ya. Kamu harus jaga baik-baik mereka. Oke.

See you Rian

From Tiva

"Gua suka sama lo, Va. Dan gua gak suka sama Zahra. Cinta gak bisa dipaksain kan? Tapi apa boleh buat? Lo yang minta, akan gua lakuin sebisa gua. Tapi maaf, jika apa yang lo mau belum sempet gua kabulin, jawab Rian dalam hati.

Dia tidak bisa bilang soal hatinya itu kepada Tiva, apalagi ke sahabat-sahabatnya. Dia tidak mau mengecewakan yang kesekian kalinya kepada para sahabatnya itu. Pasti sangat berat untuk Rian untuk menahannya sendiri. Karena sesorang yang ia sukai, malah membuat ia harus suka dengan sahabatnya sendiri. Perasaan tidak bisa dibalas dengan yang lain. Perasaan harus dibalas dengan perasaan. Tapi entahlah, apa Rian bisa membalas perasaan Zahra?

#Sahabat. Satu kata yang ingin kita dapatkan. Tapi sulit untuk dipertahankan.

Hallo 😅
Mudah-mudahan aktifitasnya lancar ya, Aamiin Allahumma Aamiin 💖

Yuk swipe up 🔝😅

Jalan Cahaya {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang