"Aku disini aja", ucap Ranti ketika sudah diruang tunggu.
"Why?", tanya Bry.
"It's oke. Titip salam aja".
Mereka pun masuk secara bergantian untuk menjenguk Raden. Yang pertama masuk yaitu Kak Naher, Rai, Tiva, Ziska, Zul, dan tidak lupa Ziska.
Sempat ditolak masuk oleh perawat disana karena terlalu banyak. Akhirnya bisa Tiva selesaikan dengan alasan mereka hanya ingin berpamitan, dan diluar juga masih banyak yang mau menjenguk.
Alhamdulillah, kondisi Raden mulai membaik dibanding hari sebelumnya. Tetapi, dokter bilang kalau dia belum bisa pulang. Di khawatirkan akan kambuh lagi dan itu semakin parah. Akhirnya Tiva dan yang lain memutuskan untuk pulang ke Jakarta tanpa mereka, Trika dan Satya.
Bergantian dengan Tiva dan yang lainnya keluar, mereka yang masih diluar akhirnya masuk berpamitan untuk pulang. Tidak usah berlama-lama lagi, akhirnya mereka langsung pulang.
"Sebentar", ucap Tiva.
"Kenapa?", tanya Kak Naher.
"Mau ke toilet dulu. Perjalanan jauh. Anterin aku yuk, Ran", ucap kembali Tiva yang meminta Ranti untuk menemaninya ke toilet.
"Gue juga deh", timpal Zahra.
Akhirnya diikuti oleh semuanya yang juga ingin ke toilet sebelum berangkat dengan waktu yang berjam-jam lamanya diperjalanan.
"Aduuuh!", sahut Tiva mengaduh kesakitan karena tertubruk benda yang lumayan keras ketika ingin masuk ke toilet perempuan.
"Maaf-maaf", ujar seorang perawat yang datang menghampirinya.
"Mas, nyimpen dorongan jangan disini dong! Kalau isinya suntikan dan semacamnya gimana? Yang tadinya saya gak sakit, malah jadi sakit. Mas mau tanggung jawab?".
"I-iya, Mba. Sekali lagi saya minta maaf".
"Untung cakep", sahut Tiva dalam hatinya ketika melihat wajah si perawat tersebut dan langsung masuk ke toilet.
"Lama banget sih lu", ucap Clara yang sudah di toilet.
"Ada insiden sedikit".
"Tangan lu kenapa pada biru?", tanya Zahra.
"Kebentur".
"Keras?", tanya Ranti
"Udah deh. Aku kebelet nih, jangan introgasi dulu ya", jawab Tiva langsung masuk ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Tiva merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Tapi ia kurang tahu apa yang membuat tubuhnya merasa kurang enak. Tangannya yang biru? Terbentur. Pegal-pegal? Wajar kelelahan. Tiva merasakan tulang-tulangnya sakit.
"Lama amat dah. Diluar lama, di dalem juga lama. Semedi dulu lu?", sahut bawelan Zahra.
"Berisik ah. Badan aku sakit-sakit nih. Nanti di mobil pijitin aku ya, Ran", sahut Tiva kepada Ranti dan dibalas anggukan olehnya.
"Biru ditangan kamu jadi tambah kelihatan banget, Tiv. Tadi kebenturnya keras ya", tanya Ziska.
"Eum.. Engg---".
"Iya tuh. Tadi kan di sebelah kanan, sekarang dikiri", timpal Clara memutuskan ucapan Tiva.
"Ah yaudah. It's oke. Kita keluar aja deh yuk. Udah pada nungguin tuh".
Mereka pun tampan heran dengan sifat Tiva.
"Eh, ngapain lo disini? Ini kan toilet perempuan. Lo gak bisa baca? Kasihan ya, perawat disini ada yang gak bisa baca. Kok keterima ya. Oh, atau lo mau macem-macem? Iya?!!!", sahut Zahra kesal kepada perawat laki-laki yang sedang berdiri disamping toilet perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Cahaya {SUDAH TERBIT}
Aktuelle Literatur📌 Seorang gadis yang mengalami masa kebimbangan selama hidupnya. Baik senang-sedih, senang-kecewa, atau senang-sedih-kecewa Ketika dirinya bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia pun berniat untuk memperbaiki penampilannya...