× the truth ×

241 26 5
                                    

ada yang masih ngesave
book ini di library?





Es krim yang dipegang oleh Jinyoung berpindah tangan ke anak kecil yang sedaritadi merengek dibelikan es krim.

"Jangan buru-buru makan nya," Peringat Jinyoung masih berjongkok di hadapan Natan, keponakan nya. Sementara Natan hanya diam, fokus menjilati es krim rasa vanilla nya. Jinyoung tersenyum gemas.

"Abis ini pulang ya dad, Nat kangen mama," Ucap Natan disela-sela makan es krim nya, di sudut bibir nya terdapat sisa es krim.

"Ke mobil aja yuk, disini panas." Jinyoung berdiri kemudian mengangkat tubuh mungil Natan kedalam gendongan nya. Natan tak bereaksi, dia hanya membenarkan posisi tas yang menempel dipunggung nya.

"Dad, kemarin Nat liat mama nangis. Katanya kangen papa." Wajah Natan berubah, tangan mungil nya mengambil tisu yang disodorkan oleh Jinyoung. Terdengar helaan napas, Jinyoung tahu bagaimana perasaan Niara akhir-akhir ini.

"Nat jadi pengen ketemu sama papa." Bocah itu menarik-narik ujung tisu yang telah ia gunakan untuk mengelap sudut bibir nya, kedua bola mata Jinyoung tak bisa lepas dari bocah laki-laki itu.

"Mau jenguk papa?" Tawa Jinyoung mendekatkan wajah nya ke arah Natan, bocah itu sontak mendongak kemudian terkekeh gemas ketika melihat wajah tampan Jinyoung yang lucu.

"Mauu dad, tapi Nat takut kalau mau ke makam. Serem ah, ntar tengkorak nya pada keluar, Nat ga mau dikejar sama mereka." Natan menggelengkan kepala, bibir pink tipis nya mengerucut sempurna. Jinyoung tidak sanggup menahan tawanya lagi, Natan benar-benar menggemaskan.

"Oke daripada Nat dikejar-kejar sama tengkorak mending kita pulang aja, ketemu mama." Rasanya jawaban tadi akan menjadi jawaban klasik dari Jinyoung agar segera bertemu dengan Niara.

"Siap dad, ayoo ngebut heheh."

***

"Mamaa Nat pulang," Teriak Natan saat pintu di buka oleh Jinyoung, Jinyoung memasukkan kunci cadangan yang di berikan Niara kembali kedalam saku jas.

"Maa?" Kepala Natanael celingukan kesana kemari, ia bahkan menyusuri setiap jengkal rumah. Natan berhenti didepan pintu kamar Niara, nyali nya tak berani untuk sekedar mengetuk pintu kamar sang mama.

"Pintu kamar nya dikunci dad." Natan berbalik, Jinyoung segera merogoh saku jas nya lagi, disana ada dua kunci cadangan yang memang sengaja ia simpan, untuk mencegah sesuatu yang tak di inginkan.

"Ayo dad, cepet!"

Jinyoung memutar kunci pintu dengan perlahan, dalam benak nya ia berdoa agar Niara baik-baik saja didalam sana. Tidak seperti tiga tahun lalu —ketika Niara melukai dirinya sendiri.

Jinyoung mendorong pintu, membuka nya lebih lebar agar kedua nya bisa leluasa masuk. Kedua bola mata Jinyoung menatap sosok Niara yang tengah berdiri menatap kearah luar jendela.

"Mam, kenapa lagi?" Nat berlari menuju kearah sang mama. Meskipun Natanael masih berusia lima tahun, ia sudah mengerti bagaimana persoalan mama nya.

"Hei udah pulang sayang? Kok mama ga denger." Niara menoleh, ia sedikit berjongkok menyamai posisi nya dengan Natan. Bocah itu memeluk leher Niara dengan erat, melepas kemudian mengecup kedua pipi Niara bergantian.

"Kakak ngelamun aja sih," Timpal Jinyoung menghampiri Niara. Cara berjalan Jinyoung dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah. Ia selalu memasukkan kedua tangan nya ke dalam saku celana.

"Engga ngelamun, cuma lagi menikmati pemandangan aja young." Niara terkekeh diakhir kalimat nya. Ia bangkit dari posisi nya, lalu menggandeng punggung tangan Natan.

"Natan ganti baju dulu ya sayang,"

"Oke ma." Natan berlari meninggalkan Jinyoung dan Niara.

"Gimana? Kakak udah terima lamaran nya?" Tanya Jinyoung, ya beginilah keseharian nya, menamani Niara dan Natan hampir seharian. Menjawab dan memberisi solusi pada Niara, sementara kehidupan Jinyoung entah lah harus dijelaskan bagaimana.

Harusnya Jinyoung sudah menikah seperti Guanlin, Seonho, dan Jihoon. Namun, sampai sekarang ia masih ragu untuk menjalin hubungan yang lebih serius. Banyak gadis, bahkan wanita yang mengantri meminta dipacari, tapi Jinyoung menolak nya secara mentah-mentah.

"Udah young. Aku tolak," Jawab Niara. Ia menundukkan kepala nya untuk beberapa saat. Tidak ada yang perlu diselali, Niara memang tak menyimpan rasa pada Daniel.

"Kenapa kak? Kakak harus nyari pengganti loh, jangan kaya gini terus. Mama juga ngizinin kan kalau kakak nikah lagi."

Niara diam sejenak, ia tidak ingin melihat Jinyoung detik ini. Pandangan nya mengedar menyapu seisi kamar.

"Tiap hari aku terus sama kamu young, naif kalau aku engga cinta sama kamu."

Irama jantung Jinyoung berubah menjadi lebih cepat dari sebelum nya, bola mata nya membulat seketika, sama hal nya dengan Niara yang juga ikut terdiam berusaha mengontrol diri nya. Sudah lama ia ingin mengatakan hal ini ke Jinyoung, namun ia bingung harus mengutarakan nya bagaimana.

Dalam benak Niara, tidak etis kalau seorang wanita lebih dulu mengungkapkan perasaan nya kepada orang yang bukanlah suami nya. Dan sekarang Niara menyesal telah mengucapkan kata itu.

"Maaf kak, aku gabisa balas perasaan cinta kakak," Tutur Jinyoung. Sudah jelas bagaimana keadaan Niara detik ini. Sakit, berantakan. Niara mencoba menarik kedua sudut bibir nya.

"Tapi, mengingat Natan butuh seorang papa, lalu kakak yang membutuhkan tempat bersandar. Aku jadi berubah pikiran."





***

❏Conversation⚘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang