2

42.2K 8.7K 5.2K
                                    

Lagi-lagi Jisung harus menerima tawa dan hinaan dari teman sekelasnya. Penyebabnya adalah dirinya yang tiba-tiba berteriak di tengah jam kosong.

Bukan tanpa alasan dia berteriak, tapi karena ada kepala yang menyembul keluar dari meja dan terbang ke sekeliling kelas.

Hanya kepalanya saja. Itupun sudah mengerikan karena kondisinya yang nggak wajar. Kepalanya rusak dan menunjukkan otaknya, bola matanya hilang sebelah, dan bibirnya sobek hingga ke pipi. Semua itu dipenuhi darah dan bau busuk yang menyengat.

Namun hanya Jisung yang bisa melihatnya.

"Lo kalo gila gak usah sekolah. Malu-maluin nama baik sekolah aja."

"Jangan-jangan orang tuanya juga gila kali."

"Mungkin, saking gilanya sampe anaknya ikutan gila. Musnah aja lo."

"Eh, jangan dong. Nanti kita gak ada bahan bullyan lagi. Haha."

Tawa orang-orang disana meledak. Jisung menundukkan kepalanya dalam, giginya bergemelatuk menahan emosi.

Tapi dia bisa apa. Dia cuma anak miskin yang sudah sering menjadi korban bully. Dia melawan, dia bisa langsung dikeluarkan dari sekolah.

"Kalian ngapain hah?!"

Felix yang baru saja tiba dari kantin berseru marah pada teman-teman sekelasnya yang sedang mengelilingi meja Jisung.

"Kalian mau gue laporin ke kepala sekolah?!"

"Yah, pawangnya dateng. Bubar aja, yuk," kata salah satu murid laki-laki disana.

Satu persatu murid mulai membubarkan diri dan kembali ke meja masing-masing.

Melihat Jisung yang terus menundukkan kepala, Felix segera menghampiri temannya itu.

"Sung, lo gak apa-apa kan? Astaga, lepasin kepalan tangan lo, telapak tangan lo berdarah!" Seru Felix panik.

Jisung mendongak. Senyum pedih dia tunjukkan kepada Felix. "Ini yang mereka mau, Lix. Mereka mau gue hancur, gue emang gak pantes hidup."

"Jangan sembarangan!" Bentak Felix.

Jisung hanya diam seraya merasakan rasa sakit yang menjalar di telapak tangannya yang terluka.

Tapi itu semua tidak sebanding dengan sakit di hatinya.

Semua berubah. Jisung yang ceria, Jisung yang memiliki banyak teman, dan Jisung yang suka melawak itu sudah sirna dari dunia.

Kini, hanya ada Jisung yang lemah, Jisung si korban bully, dan Jisung si gila.

Tidak ada lagi kata bahagia, semenjak setan-setan itu datang dan mengganggu hidupnya. Bahkan hampir mencelakakannya.

Entah siapa yang mengirim mereka.














































Dari atas pohon, Minho terkekeh melihat ada pembullyan dalam suatu kelas.

Dia tahu siapa yang dibully, dia tahu. Han Jisung, mantan temannya.

Sambil menyedot susu cokelat yang dia curi di kantin, Minho melompat turun dari pohon.

"Lee Minho."

Badan Minho membeku. Sambil menunjukkan cengirannya, Minho menatap ke depan, ke arah ketua osis yang sedang menatapnya tajam.

Mampus dah gue, batinnya.

"Lo bolos lagi?"

Minho mengangguk tanpa dosa. "Ya iyalah, itu kan udah jadwal sehari-hari gue. Bolos dari pelajaran fisika," jawabnya.

Bang Chan, si ketua osis hanya bisa menghela nafas lelah. Minho memang suka bolos dan membuat masalah. Buku catatan bk saja sebagian besar isinya dia semua.

"Udah lah, tinggal catet nama gue apa susahnya."

"Lo gak takut dikeluarin dari sekolah?" Tanya Chan dengan alis yang berkerut.

"Ya enggak lah," jawab Minho santai. "Takut itu sama Tuhan, bukan takut dikeluarin."

Lagi-lagi Chan hanya bisa menghela nafas lelah. Kebetulan Chan sedang membawa buku catatannya, jadi dia langsung menulis nama Minho disana.

"Eh, di kelas 10 mipa 1 ada yang dibully, tuh," kata Minho tiba-tiba.

"Siapa?" Tanya Chan tanpa menoleh dan fokus menulis.

"Han Jisung, anak yang dicap gila satu sekolah, bahkan sama guru sekalipun."

Tangan Chan yang sedang menulis sontak terhenti. Dengan kening yang mengkerut dia menatap Minho.

"Gila? Kenapa?" Tanyanya bingung.

"Jadi lo gak tau?" Minho memasang muka sok kagetnya. "Dia suka teriak-teriak sendiri, ketakutan sendiri, ngomong sendiri, gimana dia gak dicap gila kalo kayak gitu?"

"Bisa jadi dia anak indigo," balas Chan acuh sambil lanjut menulis.

Minho mengangguk-angguk. "Pantesan, anak indigo kan biasanya dibully," gumamnya.

"Mending lo balik ke kelas sebelum gue catet nama lo lebih banyak lagi," ancam Chan lalu pergi dari sana.

"Yah, padahal gue mau ngobrol lagi," gerutunya sambil cemberut.

Dengan perasaan kesal, dia beranjak pergi dari sana.

"Minho, kamu tidak akan bisa lari dari saya."

Minho berhenti melangkah. Dia menoleh ke kanan dan kirinya. Setelah itu, dia mengedikkan bahu tak peduli dan lanjut berjalan.

"Sekarang kamu boleh mengabaikan saya. Tapi nanti, kamu tidak bisa mengabaikan saya, Lee Minho."

Minho mematung. Dia melirik ke arah kirinya takut-takut.

Kepala tak berbadan melayang di sampingnya sambil menyeringai sehingga memperlihatkan gigi-gigi tajamnya.

"Sstt, jangan teriak," bisik kepala tak berbadan itu, tepat di telinga kirinya.

Whisper | Stray Kids ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang