3

37K 8.2K 3.2K
                                    

"Jisung."

"Hihihi, jangan takut."

"Coba lihat ke belakang."

Jisung menggelengkan kepalanya. Kedua tangannya menutup kedua telinganya. Tapi tetap saja, bisikan itu terus terdengar, dan semakin dekat.

"PERGI! JANGAN GANGGU GUE!"

"Saya tidak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang saya mau, Jisung."

"APA YANG LO MAU?!"

Jisung terisak-isak. Matanya menatap sekelilingnya dengan ketakutan. "Apa yang lo mau?" Tanyanya lagi dengan suara pelan.

Hening sesaat. Kemudian, suasana berubah mencekam ketika bisikan itu berbisik di telinganya.

"Saya mau nyawa kamu."






























"Halo Felix," sapa Hyunjin dengan senyum ceria. "Sendirian aja nih, mau gue temenin?"

Felix menggeleng. "Gak usah, sebentar lagi Jisung kesini," tolaknya.

"Lo yakin dia kesini? Soalnya ini kantin, tempatnya rame," tanya Hyunjin. "Dia pasti takut kesini."

"Tapi dia sendiri yang ngajak gue kesini."

"Ohh, bagus lah. Berarti dia ada kemajuan. Gue kasian sama dia yang diem doang di kelas kayak orang gila."

Felix langsung menatap Hyunjin tajam. Sadar kalau ucapannya salah, Hyunjin langsung gelagapan.

"S-sorry, Lix. G-gue ga-gak bermaksud."

"Lo jangan pernah bilang temen gue gila atau lo tau akibatnya," ancam Felix sambil menunjuk Hyunjin.

Setelah itu, dia memilih pergi meninggalkan Hyunjin yang terdiam merutuki kesalahannya.

"Hyunjin bego, Felix pasti marah lah," rutuknya sambil menepuk-nepuk mulutnya.

"Eh, lo tau gak, masa gue liat si gila itu lagi teriak-teriak di toilet."

"Yang bener?"

"Iya, dia ketakutan gitu. Tapi males banget gue tolong, ya udah gue pergi."

Hyunjin yang tak sengaja mendengar percakapan dari seorang siswa laki-laki di belakangnya mengernyit.

Tanpa babibu lagi dia langsung lari ke toilet untuk memastikan apakah yang diomongin siswa tersebut benar atau enggak.

Ternyata benar, saat dia tiba di toilet, dia menemukan Jisung sedang meringkuk di sudut tembok dekat wastafel dengan tatapan kosong. Namun mulutnya terus meracaukan hal yang dia tidak dia mengerti.

"Jangan ambil, jangan ambil, jangan ambil."

Hyunjin benar-benar bingung dibuatnya. "Sung, lo gak apa-apa, kan?" Tanyanya khawatir.

Jisung mendongak, menatap Hyunjin yang berjalan menghampirinya. Tapi, perilaku Jisung selanjutnya membuat Hyunjin terkejut.

"Gak gak gak! Jauh-jauh lo dari gue!" Teriaknya histeris.

Hyunjin refleks mundur ke belakang karena Jisung terus berteriak padanya.

"Sung, gue gak kayak mereka. Gue mau nolong lo."

"Pergi! Tolong pergi!"

"Jis-"

"Hyunjin!"

Hyunjin refleks menoleh ke pintu toilet karena kaget akan kedatangan Seungmin yang datang dengan wajah panik.

"Lo gak apa-apa? Lo diapain sama dia?" Tanya Seungmin cemas.

"G-gue gak apa-apa," jawab Hyunjin. "Lo bantu gue nenangin Jisung, gue gak mau dia dijadiin bahan candaan sama orang-orang lagi."

"Ngapain kita bantu dia? Biarin aja lah, gak penting juga. Mending kita pergi aja."

Hyunjin membulatkan matanya terkejut. Seungmin ngomong begitu? Itu baru pertama kalinya dia mendengar Seungmin menolak untuk membantu orang.

"Min, lo apa-apaan sih?! Dimana rasa empati lo?!" Tanya Hyunjin dengan nada meninggi.

"Lo mikir dong, kita bantu dia balesannya apa? Kita bakal bernasib sama kayak dia! Lo mau dicap gila juga? Biarin aja dia yang gila, kita enggak!" Balas Seungmin dengan wajah merah padam.

Hyunjin menatap tak percaya temannya itu. Sungguh diluar dugaannya.

Tapi dia akan membantu Jisung, apapun akibatnya jika dia membantunya. Jisung harus mendapat perlakuan yang layak seperti yang lain.

Namun, belum sempat Hyunjin membantu Jisung, Seungmin lebih dulu menarik tangannya untuk pergi dan meninggalkan Jisung seorang diri.

Jisung yang melihat itu tersenyum miris. "Di dunia ini emang gak ada yang baik, sekalipun dia orang baik. Mending gue mati daripada harus nahan sakit hati lagi."

Dia bangkit. Dengan terseok-seok dia menuju jejeran alat pembersih toilet.

Sampai akhirnya, dia tertarik dengan sebuah botol berwarna hijau dengan cairan bening di dalamnya.

"Cairan pembersih lantai? Boleh juga."


































"Seungmin, otak lo dipake dikit kenapa sih! Percuma lo pinter tapi gak mau nolong orang!"

Seungmin menulikan telinganya dan terus berjalan mengabaikan Hyunjin yang berjalan di belakangnya sambil terus membentaknya.

Bahkan mereka sampai dijadikan pusat perhatian pun dia tetap berjalan lurus ke depan.

"Kim Seungmin!"

Karena geram, Hyunjin langsung menarik bahu Seungmin hingga hampir terjatuh ke belakang.

"Lepasin tangan lo dari bahu gue," ucap Seungmin dingin.

Hyunjin tidak takut. Justru pegangan di bahu Seungmin berubah menjadi cengkraman kuat.

"Hati lo ternyata busuk juga, ya," desis Hyunjin sambil menatap tajam Seungmin.

Suara orang-orang yang melihat pertikaian mereka sejak tadi mulai terdengar.

"Si Hyunjin nyari mati? Seungmin dilawan."

"Emangnya mereka lagi ngomongin apa dah? Mending ke kantin terus makan."

"Baru kali ini gue ngeliat mereka berdua berantem. Biasanya akrab terus."

"Denger-denger sih si Hyunjin mau nolong si gila di toilet, tapi dilarang Seungmin."

"Bagus dong, orang kayak gitu gak perlu dibantu. Buang-buang waktu."

"Hooh, udah gila ya biarin aja."

"Kalian semua bisa diem gak! Gue bisa aja robek mulut kalian satu persatu kalo masih ngomong!" Bentak Hyunjin emosi.

"Ck, udah lah, mending lo tingkatin peringkat kelas lo," decak Seungmin seraya menepis tangan Hyunjin dari bahunya.

"Semua itu percuma kalo gue gak mau nolong orang."

"Lo-"

"Sorry, Min. Gue lebih milih nolong dia daripada harus ikutin omongan lo. Walaupun lo temen terdekat gue," ucap Hyunjin final lalu berbalik arah dan berlari menuju toilet.

Melihat itu, kedua tangan Seungmin terkepal erat. Sorot matanya menajam.

"Liat aja, nanti lo bakal nyesel udah nolong dia, Hyunjin," gumamnya berapi-api.

"Bagus, jangan biarkan temanmu itu tenang. Lakukanlah hal yang membuatnya ketakutan dan buatlah dia meminta maaf padamu."

Seungmin yang terkejut menoleh ke arah kirinya.

Namun tidak ada siapa-siapa.

"Barusan siapa yang bisik-bisik?"

Whisper | Stray Kids ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang