"F-Felix, maaf."
Yang diajak bicara hanya diam tak bersuara di pojok ruangan. Jisung memegang erat jeruji besi di depannya, lalu menundukkan kepala.
"M-maafin gue."
Felix hanya diam, tak berminat membalas ucapannya. Sejak tadi, dia hanya duduk bersandar di tembok sambil melamun.
"F-Felix, hiks maafin gue."
Isakan kecil keluar dari mulut Jisung. Dengan kepala tertunduk, dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang sudah banjir air mata.
Dia menyesal, kenapa dia tidak membela Felix? Felix sahabatnya tidak mungkin melakukan hal itu.
"Sekali lagi gue minta maaf, Lix. Lo boleh marah sama gue, gue emang salah."
Felix dengan tatapan datarnya menoleh. "Sahabat macam apa lo? Temennya gak salah malah diem aja. Gak nyangka gue, lo cuma butuh gue di saat lo susah."
"G-gue," Jisung tak sanggup berkata-kata, ucapan Felix barusan menohok hatinya. Bukan karena benar, tapi karena dia tidak menyangka kalau Felix akan mengatakan hal itu.
"Seharusnya lo percaya sama gue, bukan percaya sama orang itu."
Jisung menghembuskan nafas dalam, mencoba mengatur dirinya. "Maaf, Lix. Gue gak bisa apa-apa, video itu udah buktiin kalo lo pembunuhnya. Tapi gue tau kok bukan lo yang ngelakuin itu."
"Terus kenapa lo diem aja?!"
"K-karena.."
Felix menatap Jisung tajam, menuntut jawaban.
"Karena lo dirasuki setan itu, Lix. Polisi gak bakal percaya hal semacam itu, sekalipun gue udah jelasin berkali-kali."
"Lo kan bisa coba dulu, atau jangan-jangan lo gak mau?"
"Gue gak kayak gitu!"
Rahang Jisung mengeras, tangannya yang memegang jeruji besi langsung mengerat.
"Gue tau apa yang harus gue lakuin, Lix. Gue tau."
"Apa?"
"Gue bakal nyerahin diri ke mereka."
"Jin, lo harus tolongin mereka. Please, they need your help."
"Gue gak bisa, Chan."
"Tolong Jin, gue gak bisa biarin mereka kayak gitu."
Woojin mendecih. "Emangnya mereka siapa lo? Baru juga kenal, biarin aja sih," katanya.
"Gue temen lo dan Minho, Minho temennya Jisung, Jisung temennya Felix, Felix temennya Changbin sama Hyunjin, Hyunjin sepupuan sama Jeongin dan dia temenan sama Seungmin."
"Ya terus?"
"Gue gak mau temen gue kenapa-napa, Jin. Walaupun baru kenal, tapi kita saling terhubung. Lo gak denger ucapan gue barusan, nama yang gue sebutin terus nyambung."
"Emangnya lo mau bayar berapa kalo gue nolongin mereka?"
"Hah?"
"Gue gak mau kalo gak dibayar, emangnya ngelawan setan taruhannya bukan nyawa?"
"Y-ya tapi kan mereka butuh bantuan lo."
"Di dunia ini gak ada yang gratis."
"Kim Woojin, kenapa lo jadi begini?!"
"Gue udah bilang berkali-kali, gue gak mau mati untuk yang kedua kalinya!"
"Lo bisa kan jelasin maksudnya apa? Jangan bikin kepala gue sakit gara-gara penasaran sama ucapan lo!"
"Gue pernah meninggal!" Bentak Woojin keras, membuat Chan diam membatu.
"Gue pernah meninggal tiga hari, gue pernah mati suri! Lo tau kenapa? Semua itu terjadi karena gue ngelawan setan yang sama dengan setan yang ganggu kita saat ini!"
"K-kenapa lo gak pernah bilang? Gue temen lo, Jin," ucap Chan dengan nada memelan.
Woojin menghela nafas kasar. "Gue gak mau inget kejadian itu, karena itu gue gak mau bahas itu. Tapi lo terus ngedesak gue buat cerita, lo gak tau gimana rasanya mati, Chan."
"Gue pikir lo orang yang baik, Jin. Ternyata lo sama aja kayak Seungmin." Ucapan Chan barusan membuat Woojin terkejut.
"L-lo tau dari mana soal Seungmin?"
Chan tergelak sinis. "Lo pikir gue diem aja gue gak tau apa-apa? Gue bukan orang bodoh."
"Kenapa lo diem aja? Kenapa lo gak bilang?"
"Lo sendiri tau tapi gak pernah bilang ke gue."
Skakmat, Woojin langsung bungkam karena ucapan Chan barusan mampu membuatnya terdiam.
"Sekali lagi gue mohon sama lo, tolong bantu mereka. Gue gak mau ada korban lagi. Please, Jin."
Woojin mendadak diam membisu karena tak tahu harus berkata apa. Chan yang melihatnya menghela nafas.
"Gue pulang dulu, ya," pamit Chan lalu berjalan ke motornya.
Saat hendak naik, Woojin mencekal pundaknya, membuatnya berbalik badan kebingungan.
"Chan, lo harus ke rumah sakit."
Chan mengernyit bingung. "Kenapa?"
"Di vision gue, di perjalanan lo kecelakaan di lampu merah karena ketabrak truk. Dan.."
"Dan apa?"
"Minho koma."