22

23.1K 5.7K 910
                                    

Jisung mengeratkan jaket kulit hitamnya, di sampingnya ada Felix yang sedang menggendong tas berisikan barang-barang yang diperlukan nanti, seperti p3k, ponsel, senter, dan lain-lain.

Di samping Felix, ada Jeongin yang terdiam menatap rumah kosong di depannya.

Disana banyak sekali mata yang menatap mereka, tetapi hanya Jisung dan Jeongin yang dapat melihatnya.

"Sebelum kita masuk, ada yang mau disampaikan?"

Felix menoleh dengan bingung. "Maksud lo apa deh, Jeong?" Tanyanya.

Jeongin balas menatap Felix. "Kita gak tau di dalem sana bakal seberbahaya apa, kita juga gak tau kita masih bisa hidup atau enggak."

Jeongin benar, ini lah saat dimana mereka harus jujur mengungkapkan apa yang mereka pendam.

"Jeong," panggil Jisung dengan suara serak. "Kenapa dulu lo benci banget sama gue?"

Jeongin terpaku sesaat, kemudian menunjukkan senyum tipisnya. "Gue iri sama lo, kak."

"Apa yang lo iri-in dari gue?"

"Lo pinter, lo berbakat, dan hati lo baik banget. Lo selalu sabar menghadapi cobaan, lo selalu berusaha untuk bertahan dari semua penderitaan lo, lo selalu setia sama Kak Felix juga Kak Minho. Lo sempurna, Kak Jisung."

Jisung ikut tersenyum. "Makasih, Jeong. Tapi gak ada yang lebih sempurna dari Tuhan Yang Di Atas."

Jeongin menepuk pundak Jisung, lalu memperlebar senyumannya. "Maafin gue, ya. Sekarang kita temenan oke, mumpung gue masih di kasih kesempatan buat ngomong ini, gue cuma mau bilang makasih ke lo. Kehidupan lo buat gue sadar dan ngasih pelajaran berharga buat gue."

Felix yang mendengarnya tersenyum lebar lalu merangkul laki-laki yang lebih muda dari dirinya itu.

"Gitu dong, gue lebih suka liat lo kayak gini. Gak kayak biasanya, kalo ngomong nyelekit."

"Hehe, maaf ya. Oh ya, lo kok bisa tahu segalanya? Ehm, Kak Hyunjin pernah cerita ke gue, katanya pas pertama kali kalian ketemu, lo bisa tahu tujuan Kak Hyunjin dateng ke kelas lo."

"Gue kan bisa baca pikiran."

"Ehh?"

Jisung mengangguk menyetujui. "Felix memang bisa baca pikiran, Jeong. Jadi hati-hati aja kalo di deket Felix, kita kan gak tau dia baca pikiran kita atau enggak."

Felix terkekeh. "Kan gue bisa denger suara pikiran kalian, jadi jangan salahin gue dong," ucapnya.

"Oh ya, Kak Woojin kemana? Katanya setan itu tinggalnya disini?" Tanya Jeongin.

Felix mengedikkan bahu tanda tak tahu, sementara itu Jisung terdiam tak tahu harus menjawab apa.

Tidak mungkin dong kalau dia bilang yang sejujurnya, bilang kalau Woojin tiba-tiba menghilang kemarin saat berbicara dengannya.

"Cepet banget nyampenya."

Mereka bertiga menolehkan kepala dan melihat Woojin berjalan santai menghampiri mereka dengan senyumannya.

"Kak, muka lo pucet. Lo sakit?" Tanya Felix khawatir.

Woojin mengangguk. "Sebenernya gue lagi demam, tapi gue paksain buat bantu kalian. Gue kan udah janji," katanya dengan suara serak.

"Kita cuma bertiga gak apa-apa kok, lo mending pulang aja, nanti tambah sakit," kata Jeongin yang sama khawatirnya dengan Felix.

"Ayo masuk, jangan buang-buang waktu," ajak Woojin mengabaikan perkataan mereka berdua seraya berjalan masuk ke dalam rumah kosong lebih dahulu.

Mereka bertiga saling melempar pandang. Kemudian Felix berjalan menyusul setelah menyalakan senter yang dia bawa.

Jisung yang hendak menyusul terpaksa berhenti ketika Jeongin mencekal lengannya.

"Kak Jisung, sekali lagi gue minta maaf, ya."

Jisung menggeleng. "Jangan ngomong seakan-akan lo mau pergi untuk selama-lamanya," ucapnya sebelum kembali melangkah masuk.








































































"Hai Jisung, hai Jeongin!"

Jisung dan Jeongin terlonjak kaget ketika ada suara seseorang yang menyapa mereka dengan riang.

Begitu berbalik badan, mereka melihat laki-laki berambut cokelat yang tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi-gigi putihnya.

Kim Seungmin.

"Kalian apa kabar? Kita udah lama gak ketemu, ya!"
































Semakin rumit bung :)

Sengaja satu chapter pendek pendek, biar lama end nya :)

Whisper | Stray Kids ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang