Minho mengemut lolipopnya sembari berjalan menuju toilet. Yang pasti lolipop itu hasil curian. Sudah biasa dia mencuri di kantin, tapi hebatnya nggak ketahuan.
Bahkan, ada lima belas permen di dalam saku celananya. Dan itu semua juga hasil curian.
"Akhirnya sampe juga. Udah satu jam gue jalan kesini tapi gak nyampe-nyampe," ucapnya senang ketika berada di depan pintu toilet.
Gimana mau sampai kalau sejak tadi dia malah keliling sekolah untuk mengatasi rasa bosannya.
Karena wajahnya sudah panas, dia memutuskan masuk untuk mencuci muka.
Tapi apa yang dia lihat. Dia melihat Jisung memegang botol pembersih lantai dan ingin meminumnya.
"Woi, lo gila?!" Seru Minho seraya merebut botol tersebut.
Jisung cukup terkejut. Sesaat kemudian dia hanya tersenyum. "Gue emang gila, jadi lo gak usah halangin gue," ucapnya lalu hendak merebut kembali botolnya.
"Aduh, lo kalo haus minumnya air putih aja napa. Apa perlu gue beliin teh di kantin? Ya udah ayo."
"Balikin itu sekarang!"
"Heh, lo ngapain coba mau bunuh diri. Lagipula, nanti kalo gue yang kena tuduh karena ada disini gimana? Mana mau gue dipenjara gara-gara salah kira."
"Ya udah, lo pergi aja!"
"Gak, gue mau mastiin lo jadi bunuh diri atau enggak," tolak Minho.
Jisung menggeram karena rencana bunuh dirinya gagal. Tapi, melihat satu botol pembersih lantai di dekat wastafel, dia langsung mengambilnya dan membuka tutupnya.
Minho yang kaget langsung melempar botol yang dia pegang dan merebut botol pembersih lantai yang dipegang Jisung.
"Lo kenapa jadi begini, sih?! Mana Jisung yang gue kenal!" Bentak Minho yang lama-lama terpancing emosi.
"Jisung yang lo kenal udah mati," balas Jisung santai.
"Lo kalo punya masalah cerita, jangan disimpen sendiri! Liat kan apa akibatnya, lo kayak begini!"
"Lo gak tau apa-apa gak usah banyak bacot!"
"Gue tau lo diganggu sama setan-setan itu!"
Jisung membulatkan matanya kaget. Minho tahu itu dari mana? Padahal hanya Felix yang tahu masalah ini.
Minho yang melihat reaksi Jisung lanjut berbicara. "Gue juga diganggu, Sung. Sejak gue ketemu kepala terbang itu kemaren, gue diganggu sampe sekarang," jelasnya.
"L-lo bohong, kan?" Tanya Jisung tak percaya.
"Pulang sekolah gue ke rumah lo, gue jelasin semua disana. Sekarang, lo harus ke uks. Kebetulan hari ini jadwal gue."
Jisung membeku, membiarkan Minho merangkulnya dan membawanya ke uks.
Namun, saat mereka pergi ada yang melihat dengan tatapan tak suka.
"Ngapain coba orang kayak dia ditolong."
Felix mengambil sekaleng soda di lemari pendingin kantin. Ia meringis sedikit ketika rasa dingin menjalar di telapak tangannya yang mungil.
Lantas ia berjalan dengan tergesa-gesa menuju seorang pemuda yang merupakan orang yang menjual minuman tersebut.
Saking dinginnya, Felix meletakkan kaleng soda tersebut dengan keras sampai pemuda tersebut terlonjak kaget dari duduknya.
"I'm sorry, sodanya dingin, hehe," kekeh Felix. "Maaf ya, Kak Changbin."
Changbin, si penjual gorengan serta minuman dingin di kantin geleng-geleng kepala. Bukan masalah kaget, tapi dia takut kalau Felix menyenggol gorengannya.
"Sans." Begitu kata Changbin sebelum menerima uang di tangan Felix.
Sambil mencari kembaliannya, Changbin menatap Felix yang sedang menatapnya juga. Jadilah mereka tatap-tatapan.
Felix yang ditatap malah salting. Dia segera membuang muka dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Changbin terkekeh. Sembari mencarikan uang receh untuk kembalian, ia menundukkan badan mencari dompetnya yang dia letakkan di dalam tasnya yang tergeletak di lantai.
"Kak, udah belom?" Tanya Felix. Dia yang penasaran menunduk untuk melihat Changbin yang sedang membongkar tasnya.
"Aduh, dompet gue kemana ya?" Gumam Changbin sambil terus membuka-buka tasnya.
"Perlu bantuan?" Tawar Felix.
Changbin menganggukkan kepala tanpa menjawab. Felix yang malas lewat pintu memilih untuk melompat masuk lewat jendela yang digunakan untuk melayani pelanggan.
Changbin membiarkan Felix mengacak-ngacak warungnya. Yang terpenting adalah dompetnya. Bisa gawa kalau dompetnya hilang, nanti mau makan apa dirinya.
Felix meraba-raba kolong meja di dalam. Tak kunjung menemukannya, dia beralih ke lemari kecil di samping meja.
Awalnya dia agak ragu untuk membukanya, dikarenakan dia tidak enak sama Changbin si pemilik lemari.
Tapi karena sudah tidak tahan untuk menemukan dompetnya, dia buka pintu lemarinya lebar-lebar.
"Ketemu!" Seru Felix senang.
Changbin menoleh ke belakang. Wajahnya berseri-seri melihat Felix tengah menunjukkan dompetnya yang sejak tadi mereka cari-cari.
"Makasih, Lix. Hari ini gue kasih gorengan gratis deh," ucapnya seraya menerima sodoran dompet dari Felix.
Ia membuka dompetnya untuk memeriksa apakah isinya masih lengkap atau tidak. Kemudian, dia kembali mendongak menatap Felix untuk berterima kasih. Namun, Felix tiba-tiba menjadi diam di tempat dan membuatnya bingung.
"Lix, muka lo pucet gitu, lo sakit?" Tanya Changbin khawatir. "Mau gue anter ke uks?"
Kepala Felix menggeleng, mulutnya bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun tidak kunjung bersuara juga.
"Lo kalo sakit jangan ditahan, ayo gue anter."
Felix lagi-lagi menggeleng. Changbin yang melihat itu mengernyitkan dahinya heran. "Lix, bercanda lo gak lucu."
"Ka-kak Changbin, d-di be-belakang," ucap Felix terbata-bata dengan sorot wajah terkejut dan ketakutan.
Changbin yang terlanjur penasaran sama apa yang membuat Felix ketakutan langsung balik badan tanpa berpikir panjang.
Tubuh Changbin mematung. Sekarang dia tahu apa yang membuat Felix ketakutan seperti itu.
Sosok kepala dengan kondisi hancur melayang tepat di belakangnya, dan dia menyeringai senang ketika Changbin berbalik badan menghadapnya.
"Halo, aku suka orang yang ketakutan," katanya dengan berbisik.
Entah apa yang terjadi, tubuh mereka berdua langsung ambruk tak sadarkan diri.
Kepala tersebut tertawa dengan suara yang memekakkan telinga. Setelah itu, dia melayang pergi menuju suatu tempat. Ke tempat dimana targetnya selanjutnya berada.
Kelas 10 mipa 2, kelas dari Yang Jeongin.