"Heh orang gila."
Jisung yang sedang mencuci tangan sembari menatap pantulan wajahnya di cermin toilet pria menolehkan kepalanya.
Sesaat kemudian, dia kembali menghadap cermin untuk mencuci muka, mengabaikan orang yang baru saja memanggilnya.
"Pantesan aja lo dipanggil orang gila, gue yakin orang tua lo juga gila."
Rahang Jisung mengeras, tangannya menggenggam erat pinggiran wastafel, berusaha menahan emosinya.
"Gue tau lo denger gue, lo gak usah pura-pura gak denger deh. Nanti kalo gak bisa denger beneran emangnya lo mau?"
Laki-laki yang hanya berdiri bersandar di dinding dekat pintu berjalan mendekatinya.
Jisung memutar keran, mematikan air yang mengalir. Kemudian dengan wajah datarnya dia berbalik menatap siswa laki-laki itu, lalu mendecih.
"Muka doang kayak orang polos, tapi perilaku gak sepolos yang orang-orang kira. Baik diluar, busuk di dalam."
"Oh ya? Gimana sama lo? Udah busuk di luar, busuk di dalem juga. Gue tau, sebenernya lo berdoa supaya orang yang ngebully lo dapet balasan yang setimpal atas apa yang mereka lakuin ke lo."
"Sorry ya, gue bukan tipe orang kayak gitu. Tapi kayaknya omongan lo seharusnya buat diri lo sendiri deh. Lo anggep gue dan ikutan bully gue karena Hyunjin mau temenan sama gue, dan lo terus berencana supaya Hyunjin jauh-jauh dari gue. Bener kan, Seungmin?"
Seungmin menatap Jisung angkuh, dia berhenti melangkah ketika berada beberapa centi saja dari hadapan Jisung.
"Lo itu hama, orang gila. Lo tau hama itu harus diapain, kan? Hama harus dimusnahin supaya gak menganggu, itu lah diri lo," ucapnya penuh penekanan disetiap kalimatnya.
"Setahu gue, orang tua lo itu guru. Masa orang tua lo gak pernah ngajarin lo cara bersikap dengan baik dan sopan ke orang, sih?" Balas Jisung dengan senyum sinis yang terukir di sudut bibirnya.
"Lo jangan bawa-bawa orang tua gue ya!" Seungmin yang emosi langsung menarik kerah baju Jisung, sehingga jarak mereka berdua lebih dekat satu sama lain.
Bukannya takut, Jisung malah semakin tersenyum sinis. "Loh, kan lo duluan yang bawa-bawa orang tua. Lo yang bilang orang tua gue adalah orang gila. Padahal, kalo dilihat-lihat kayaknya kebalik, deh."
Seungmin semakin mempererat cengkraman di kerah baju Jisung, sampai-sampai Jisung meringis karena sedikit tercekik.
"Mulai berani ya lo sama gue," desis Seungmin penuh kebencian dengan sorot matanya yang tajam.
"Buat apa gue takut sama lo? Lo bukan orang tua gue," balas Jisung santai. "Asal lo tau, gue gak setakut yang lo kira."
"Lo bener-bener ya!"
Jisung tersenyum miring melihat Seungmin yang semakin terbakar api amarah. "Gue emang korban bully, tapi bukan berarti gue gak bisa ngelawan kalian para pembully."
"Heh, lo aja ketakutan setiap setan-setan itu dateng buat ambil nyawa lo. Tapi sekarang, lo sok berani ngelawan gue."
"Kalo masih bisa gue lawan kenapa enggak?"
Seketika darah Seungmin terasa mendidih. Tanpa aba-aba, dia mendorong Jisung hingga membentur dinding di belakangnya.
"Denger ya, gue bisa kapan aja nyuruh setan-setan itu ambil nyawa lo," ucap Seungmin.
"Jangan-jangan, lo yang ngirim mereka buat ambil nyawa gue?!" Tanya Jisung terkejut.
Bukannya menjawab, Seungmin tersenyum miring, tangan kanannya bergerak merogoh saku almamaternya dan mengeluarkan sebuah pisau lipat.
Jisung terbelalak kaget melihatnya. "L-lo mau ngapain hah?!"
"Bunuh lo lah, apalagi?" Seungmin mengedikkan bahunya santai.
"Gue gak pernah berniat jahat sama lo, gue aja gak pernah ketemu sama lo sebelum gue kenal sama Hyunjin."
"Tanpa lo sadari, lo udah buat rasa benci dalam diri gue timbul. Karena itu, gue harus bunuh lo agar rasa benci itu gak ada lagi. Lo setuju kan, Han Jisung?"
"Jangan gila lo!"
"Bukannya lo sendiri mau mati, ya? Katanya lo lelah menjalani hidup lo yang menyedihkan ini?"
"Gue emang sempet berpikiran buat bunuh diri. Tapi enggak, Felix butuh gue, dia pasti bakal sedih kehilangan temen terbaiknya."
"Nah, Felix aja bakal sedih kalo dia kehilangan temen terbaiknya. Gue juga gitu, gue bakal sedih kalo gue kehilangan Hyunjin."
"Lo gila, Min. Lo gila!"
"Iya, gue emang gila! Itu semua gara-gara lo! Gue gak mungkin begini kalo lo gak muncul di kehidupan gue!" Jerit Seungmin histeris yang membuat Jisung terlonjak kaget di tempatnya berdiri.
Dengan mata yang berkilat emosi, Seungmin mengacungkan pisau lipatnya ke depan wajah Jisung.
"Ada permintaan terakhir?"
Tanpa aba-aba, Jisung langsung mendorong Seungmin hingga jatuh tersungkur ke lantai.
Kakinya segera bergerak cepat melangkah ke pintu toilet yang dikunci oleh Seungmin menggunakan sapu.
Tapi dengan cepat Seungmin bangkit dan langsung menarik pundak Jisung untuk membuatnya mundur.
"Lo harus mati, orang gila! Lo harus mati!"
BRAK!
Pintu toilet tiba-tiba terbuka dan terbanting dengan keras. Dua orang yang baru saja berusaha mendobrak pintu langsung terkejut melihat apa yang terjadi di dalam.
"Kak Seungmin, berhenti!" Teriak Jeongin panik dan segera menahan Seungmin ketika melihatnya hendak menusuk Jisung menggunakan pisau lipatnya.
"Dia harus mati! Orang gila itu harus mati!"
Plak!
Seungmin langsung diam. Jisung juga terdiam. Jeongin juga ikut diam. Semuanya diam.
Keadaan langsung berubah hening ketika Bang Chan menampar Seungmin hingga menimbulkan bunyi yang menggema disana.
"Lo udah gak waras?" Tanya Chan dingin.
Tak mendapat jawaban, Chan membentaknya marah. "LO UDAH GAK WARAS?! LO PIKIR DENGAN BUNUH ORANG SEMUANYA BAKAL BAIK-BAIK AJA?"
Chan mengambil alih pisau lipat yang digenggam Seungmin, kemudian mengangkatnya dengan penuh emosi.
"Ini gue sita, lo ikut gue ke bk. Gue bakal lapor ini ke wali kelas lo. Dan gue yakin, setelah ini lo bakal di skors. Oh, atau mungkin bakal dikeluarin dan gue gak mau bantu apa-apa."
Chan segera membawa Seungmin pergi ke bk. Beruntung saat ini adalah jam belajar, jadi tidak ada orang yang melihat.
Setelah kepergian mereka berdua, Jeongin menatap Jisung datar. "Lo gak apa-apa?"
Jisung mengerjapkan matanya terkejut, lalu segera mengangguk. "G-gue gak apa-apa. M-makasih ya, Jeong-"
"Gue nahan Kak Seungmin bukan berarti gue baik sama lo. Gue cuma gak mau Kak Seungmin kehilangan masa depannya dan berakhir di penjara."
Setelah berkata seperti itu, Jeongin berlalu dari sana begitu saja meninggalkan Jisung seorang diri.
"Sebenernya, apa kesalahan gue sampe orang-orang benci sama gue?" Lirih Jisung dengan tatapan sendu.
Sesaat kemudian, dia mengepalkan tangannya erat. "Lo harus semangat, Jisung. Jangan dengerin omongan orang. Lo pasti bisa bikin setan-setan itu pergi, dan bikin hidup lo balik seperti dulu."
Dengan senyum tipisnya, Jisung meninggalkan toilet untuk kembali ke kelasnya.
Tapi dari jauh, Woojin berdiri menatapnya dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam kantung celana.
"Kasian banget, gue sebenernya bisa sih bantu lo buat ngusir setan-setan itu. Cuma gak seru banget kalo mereka gak jadi ambil nyawa lo."
Setelah itu, dia menyeringai.