"Hei, kamu mau mati tidak?"
Minho yang baru saja menginjakkan kaki di kamar mandi langsung membeku. Dengan kaku, dia menoleh ke sudut ruangan.
Tapi tidak ada siapa-siapa.
"Huft, mungkin perasaan gue doang. Gue kan lagi sakit, orang sakit biasanya suka halu."
Minho berjalan pelan sambil berpegangan pada dinding, kakinya belum sembuh betul, jadi dia tidak bisa berjalan seperti biasanya.
"Widih, masih ganteng aja gue," ucapnya memuji diri ketika menghadap cermin.
Minho menyisir rambutnya ke belakang, sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Sesekali dia bersiul, memecah keheningan disana.
"Pst, kamu mati sekarang saja, ya."
Minho langsung balik badan.
"Siapa?"
Hening.
Minho mengernyit, pelan-pelan dia jalan mengintip keluar, tapi sepi, di ruang rawatnya tidak ada siapa-siapa.
Minho mengedikkan bahunya acuh, lagi-lagi dia berhalusinasi. Padahal sebenarnya tidak, ada yang menatapnya dengan rasa lapar dari balik bangsal yang ditempatinya.
Dia kembali masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan tangan.
"Gue kasian sama Jisung, dihantuin mulu sama setan-setan itu. Apa perlu ya gue bantu dia?"
Minho berpikir sejenak, lalu mengangguk-anggukan kepalanya.
"Gue harus bantu dia, bagaimana pun dia temen gue, walaupun cuma mantan temen, sih."
"Kamu tidak akan bisa, Lee Minho."
Sekujur tubuh Minho langsung merinding. Takut-takut dia melirik ke sebelah kirinya.
Sebuah kepala sedang tersenyum lebar memperlihatkan gigi-gigi tajamnya, sambil berbisik.
"Karena kamu akan mati saat ini juga."
"AAAAA!"
Minho refleks berteriak dan mundur selangkah ketika kepala tersebut hendak menggigitnya.
Tapi karena kakinya yang belum pulih, dia kehilangan keseimbangannya.
Alhasil, Minho jatuh terpeleset dan kepalanya membentur wastafel dengan keras.
Tak hanya itu, kepalanya juga membentur lantai dengan keras, membuat darah menggenang dimana-mana.
"Korban ketiga, hihi!"
"Kak Seungmin."
"Ya?"
"Kak Seungmin sebenernya tau apa yang terjadi saat kejadian pembunuhan itu, kan?"
"Maksudnya?"
"Kak Seungmin nyembunyiin sesuatu, kan?"
Raut wajah Seungmin berubah kebas, kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke depan sambil terus menyetir.
"Lo nuduh gue yang bunuh Hyunjin?"
Jeongin meneguk salivanya, karena Seungmin melirik dingin dirinya.
"Iya, kenapa Kak Seungmin gak panggil polisi atau warga sekitar saat kejadian itu berlangsung? Kak Seungmin malah ngerekam kejadiannya, seharusnya Kak Seungmin nolong Kak Hyunjin."
"Gue harus punya bukti buat lapor ke polisi, Jeong. Lo mau si Felix gak ditangkep polisi?"
"Tapi bukan itu yang ada di pikiran gue."
"Terus?"
"Lo sendiri kan yang bunuh Kak Hyunjin?"
Seungmin langsung menginjak rem hingga mobil berhenti mendadak. Beruntung di belakang tidak ada mobil.
Seungmin memukul setir dengan keras, lalu menatap Jeongin marah. "Apa yang bikin lo bilang kayak gitu?" Tanyanya sarkas, dengan amarah yang mencapai ubun-ubun.
Jeongin terkekeh. "Kalo bukan pelakunya, gak usah marah dong," ucapnya.
"Gimana gue gak marah lo seenak jidat nuduh gue?! Terus tadi lo marah-marah sama Felix maksudnya apaan? Lo sandiwara?!"
"Gimana ya, lo sendiri mencurigakan. Sebenernya, gue marah-marah tadi bukan untuk nuduh Kak Felix, tapi untuk lihat reaksi lo. Pas gue liat, lo santai banget, gak keliatan sedih atau marahnya."
"Jadi lo pura-pura marah karena curiga sama gue?" Tanya Seungmin, Jeongin mengangguk sebagai jawaban.
"Udah lah, gue gak jadi ke kantor polisi. Gue mau pulang naik taksi, makasih tumpangannya, Kak Seungmin."
Seungmin menggenggam erat setirnya. Jeongin mengedikkan bahunya lalu keluar dari mobil.
"Jeong, lo nyari mati, ya?"
Jeongin yang hendak menutup pintu mobil tersenyum. "Gak perlu susah-susah, gak bakal bisa," katanya sebelum pintu ditutup dan pergi dari sana.
"H-hah? Gak bisa gimana?" Gumam Seungmin bingung.
Saat dia sedang bergelut dengan pikirannya, setan dengan kepalanya saja datang di sampingnya.
"Gimana? Berhasil?" Tanya Seungmin datar.
Setan tersebut mengangguk. "Jadi, kapan saya harus bunuh Jisung, tuan?" Tanyanya pada tuan barunya.
Seungmin menyeringai. "Nanti dulu, gue gak bakal mau nyuruh lo bunuh dia sebelum yang lain juga lo bunuh."
"Baiklah, setelah ini siapa?"
"Kak Chan."