Jeongin dengan sekuat tenaga berusaha mendobrak pintu dengan menabrakkan dirinya ke pintu, namun pintu tak kunjung terbuka, entah kenapa.
Dia juga sempat mematahkan gagang pintunya, tapi saat didorong pintu tetap tidak bisa dibuka.
"Ayo dong kebuka, please," gumam Jeongin seraya menabrakkan dirinya ke pintu.
Tak lama kemudian dia mulai lelah, badannya sakit. Dengan sorot mata penuh permohonan, dia menatap Seungmin yang sedang berdiri membelakanginya.
"Kak Seungmin, tolong bantu gue. Please, Kak Jisung dan Kak Felix temen gue," pinta Jeongin putus asa.
Tak ada jawaban. Seungmin masih setia mempertahankan posisinya. Diam dan tak bersuara.
"Kak Seungmin?" Panggil Jeongin hati-hati, kakinya melangkah maju mendekati Seungmin.
Perlahan, tangannya meraih pundak Seungmin kemudian menepuknya. Seungmin tetap tak bergerak, membuat Jeongin kebingungan.
"El? Lo ngerasukin Kak Seungmin," desis Jeongin penuh amarah ketika menyadari apa yang terjadi.
Tanpa menjawab, Seungmin berbalik badan sambil cekikikan. Kedua matanya berubah putih, wajahnya mendadak pucat pasi.
"Hihihi, saya mau bunuh kamu dulu, habis itu baru deh saya makan mayatnya Jisung. Hihi!"
Kedua mata Jeongin terbelalak sempurna, ketika tanpa aba-aba Seungmin mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.
Tangannya bergetar, memegang lehernya yang kini terdapat pisau yang tertancap disana.
Darah mulai mengalir deras membasahi pakaiannya, disusul ambruknya tubuhnya ke lantai.
Dengan darah dimana-mana.
"Hihi, sesuai perintah tuan Woojin, saya harus bunuh Seungmin juga, hihi!"
Setelah itu, Seungmin menarik pisau yang menancap di leher Jeongin, kemudian langsung dia tusukkan ke keningnya sendiri.
Woojin tertawa, tertawa layaknya orang yang tidak waras. Alasan dia tertawa adalah Jisung yang meringkuk ketakutan di sudut ruangan sambil meracau tak jelas.
"Gak salah gue bawa dokter yang dulu nyiksa lo di rumah sakit. Haha!"
Jisung terus menggelengkan kepalanya panik. Bayangan-bayangan kejadian dimana dia disiksa oleh dokter tersebut muncul dibenaknya.
Dimulai dari dirinya yang dikurung ke ruangan gelap, diikat, dipukuli, bahkan ditendangi. Dokter tersebut juga bermain dengan pisau untuk mengancam Jisung.
Walaupun sudah dibius, Jisung tetap bangun disaat dia akan dioperasi untuk pengambilan organ tubuhnya.
Alhasil operasi gagal dilaksanakan.
"Dokter, anda mau pergi sekarang, kan?" Tanya Woojin yang dibalas anggukan oleh dokter tersebut.
"Gimana kalau anda merasakan apa yang Jisung rasakan dulu." Woojin menyeringai.
Dokter tersebut seketika terbelalak kaget. Belum sempat dia membalas, tubuhnya mendadak diseret menuju ruangan gelap tak jauh dari sana.
Pintu ruangan langsung tertutup, disusul teriakan kesakitan si dokter.
"TOLONG, AKH! TOLONG SAYA, JANGAN ROBEK KULIT SAYA ARGH!"
Racauan Jisung semakin jelas. Kalimat tersebut persis dengan apa yang dia ucapkan saat dirinya mengalami kejadian tersebut.
Jisung merasa dibawa kembali ke masa lalu, dan Jisung merasa akan mati dalam waktu dekat.
Oh, jadi begitu ya.
"Sung, mau mati sekarang atau nanti aja?"
Jisung mendongak, raut wajah ketakutannya membuat Woojin senang.
"Nanti kalo lo mati, kan lo bisa ketemu temen-temen lo. Tapi nanti, mayat lo gue gantung juga ya."
"Sinting," batin Jisung dalam hati.
"Oke deh kalo gitu. Gue punya pisau nih. Ada pisau daging juga loh, kayaknya enak buat motong-motong badan lo."
Jisung memperhatikan Woojin yang mendekat ke arahnya dengan sebuah pisau.
"Jadi, ada pesan terakhir?"
Tiba-tiba Jisung bangkit dan merebut pisau yang dipegang Woojin, kemudian menusukkannya ke dadanya.
"Maaf kak, seharusnya gue yang nanya hal itu," lirih Jisung, namun dengan tatapan kosongnya.
Woojin terbatuk-batuk mengeluarkan gumpalan darah dari mulutnya. Kemudian ambruk tak bernyawa.
Mudah sekali kan matinya?
"J-JEONGIN?!"
Senyum Jisung merekah ketika suara kedua orang tua Jeongin terdengar.
Pisau tersebut dibuang dengan asal, kakinya berlari dengan langkah lebar menuju pintu keluar.
Ini dia saatnya, dimana dia akan hidup bahagia tanpa gangguan setan-setan tersebut lagi.
Air mata bahagia mengalir di pipinya, ketika pintu keluar sudah berjarak beberapa langkah darinya.
"Jeongin, gue berhasil, kita bebas dari Kak Woojin!" Serunya gembira.
BRAK!
Tiba-tiba tubuhnya terdorong ke belakang. Ia jatuh tersungkur. Ia hendak berdiri, namun atap di atasnya mendadak runtuh menimpa tubuhnya.
Tangan Jisung gemetar, sebisa mungkin dia menyingkirkan reruntuhan atap yang menimpa tubuhnya.
Dan akhirnya berhasil!
Sekarang hanya satu yang harus dia lakukan, keluar dari sana dan meminta pertolongan.
Ia merangkak. Tubuhnya penuh luka, darah dimana-mana. Tangannya yang bergetar berusaha meraih gagang pintu yang tinggal beberapa jarak darinya.
Namun, sepertinya ada yang tidak ingin dia keluar.
Karena, tiba-tiba badannya terseret menuju kegelapan di belakangnya.
Dan semua itu, sama persis dengan mimpinya.
THE END