"Jisung, pstt! Jisung!"
Jisung menggeliat dari tidurnya, mulutnya mengeluarkan racauan kesal karena merasa ada yang menganggu tidur pulasnya.
"Han jisung, woi! Lo mau sampe kapan tidur disini?"
Jisung mengerjapkan matanya, dia melirik sinis laki-laki yang duduk di samping kirinya yang sedang melipat kedua tangan di depan dada.
Sadar kalau dia masih di uks sekolah, Jisung bangun dari posisi berbaringnya menjadi duduk dengan kedua kaki yang dia pindahkan ke samping ranjang.
"Lo ngapain disini?" Tanya Jisung dengan kening mengkerut, tanda ia bingung.
Laki-laki tersebut menepuk jidatnya. "Gue emang tinggal disini, bodoh," katanya setengah kesal.
Sekarang gantian Jisung yang menepuk jidatnya. "Kok gue lupa sih? Hehe, maaf ya, Jisung."
Aneh memang ketika menyebut nama teman yang namanya sama dengan dirinya, serasa memanggil diri sendiri.
Sementara itu, Park Jisung, hantu yang menghuni uks sekolah tersebut geleng-geleng kepala.
"Emang separah apa sih benturan di kepala lo sampe lo lupa?"
Jisung mengerjapkan matanya. "H-hah?"
"Tuh kan, penyebab lo ada disini aja lupa. Tadi, lo dibawa kesini dalam kondisi pingsan dan pelipis lo berdarah. Cek aja."
Jisung segera memegang pelipisnya, kemudian dia merasakan ada benda yang menutupi lukanya tersebut. Berusaha dia mengingat penyebabnya seperti itu. Setelah lama berusaha, dia mengingat kejadiannya.
"Kalo gak salah, tadi pas istirahat gue mau ke toilet. Terus, pas gue baru aja mau masuk, gue kayak kesandung sesuatu, terus kepala gue kebentur tembok."
"Oh, gara-gara cowok itu kali, ya?" Park Jisung berpikir. "Soalnya, pas lo dibawa masuk kesini, ada cowok yang ngeliatin lo dari luar. Dia keliatan benci banget sama lo sampe-sampe berniat pengen bunuh lo."
Mendengar itu, Jisung menundukkan kepala dengan helaan nafas yang terdengar. Tatapannya berubah sendu.
"Emang gue salah apa sama mereka semua? Kenapa mereka benci banget sama gue? Kenapa gue diperlakukan berbeda dari yang lain? Apa salahnya kalo gue punya keistimewaan? Kalaupun gue mau, gue bisa tutup mata batin gue. Tapi gue gak mau, karena kalo gue tutup mata batin gue, gue gak punya temen lagi."
Tangan Park Jisung terangkat ke depan, mengusap rambut Jisung dengan lembutnya. "Gue salut sama lo, lo bisa ngehadapin semua masalah lo, lo sanggup bertahan dari ketidakadilan, dimanapun lo berada. Gue bangga punya temen kayak lo."
Jisung mendongakkan kepalanya, Park Jisung dibuat terkejut melihat pipi temannya yang ternyata sudah basah oleh air mata.
"Mau peluk," pinta Jisung sambil mengusap air matanya.
Park Jisung terkekeh. "Gue ini udah jadi hantu penunggu uks, Jisung."
Jisung langsung cemberut. "Terus gue peluk siapa dong?" Rengeknya.
"Peluk aja si Felix, puas-puasin peluk dia nanti. Tapi gue gak yakin sih, Felix kan gak suka dipeluk-peluk. Haha!"
"Ish, lo mah," sungut Jisung sebal, kemudian beranjak bangun dari duduknya.
Mungkin karena efek belum makan, tubuhnya hampir oleng. Beruntung dia langsung berpegangan ke meja, kalau enggak kepalanya bakal terbentur lagi ke tembok.
"Perlu gue temenin sampe gerbang?" Mendengar tawaran Park Jisung, Jisung menggeleng tanda menolak.
"Makasih, Sung. Gue gak mau ngerepotin," katanya. "Gue pulang dulu, ya."