CHAP 10

4.1K 203 6
                                    

Beberapa hari berlalu. Kristal masih tetap diam dan menampakkan rasa kesalnya di hadapan Wildan. Hingga suatu ketika, Wildan yang sedang kalut tak bisa menahan amarahnya.

Hari itu baik Wildan maupun Kristal, keduanya sedang berada di rumah. Tak ada jadwal kuliah untuk Kristal. Sementara Wildan, hari itu SMA cemara tengah diliburkan karena ada sebuah kegiatan.

Sejak pagi, Kristal tidak turun dari kamarnya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.00, Wildan yang merasa khawatir akhirnya memutuskan untuk melihat apa yang sedang dilakukan istrinya itu.

Baru saja ingin mengetuk pintu, Kristal terlebih dulu keluar. Ia sedikit terkejut dan hampir saja menabrak Wildan yang ada di hadapannya.

"Kenapa ada di sini?" Tanya Kristal sambil menatap tajam seperti biasanya.

"Mas Wildan tidak lihat kamu sejak pagi, makanya Mas datang ke sini," jawab Wildan sambil mengamati istrinya yang sudah rapi, lengkap dengan jaket dan tas di tangannya. "Apa kamu mau keluar?"

"Kikis mau jalan-jalan," ucap Kristal tanpa ekspresi.

"Tapi, hari ini Ibu bilang mau ajak kamu untuk pergi kan, Kis? Apa kamu lupa?" Tanya Wildan sambil mengingatkan Kristal jika Dahlia mengajaknya pergi.

Kristal mendengus, "Untuk itu Kristal mau pergi sekarang. Kristal tidak mau ikut Ibu. Hari ini,  Kristal mau jalan-jalan sama Lila."

"Lalu bagaimana kalau nanti Ibu menanyakan kamu?" Tanya Wildan khawatir.

"Mas cari alasan apa gitu biar Ibu percaya. Kalau perlu Mas Wildan saja yang menemani Ibu pergi belanja," jawab Kristal ketus.

Hati Wildan mulai panas. Ia seakan dikuasai emosi kali ini.

"Sebenarnya ada apa sampai kamu seperti ini? Kamu bisa marah sama Mas Wildan, tapi kamu tidak bisa marah tanpa alasan dengan Ibu!" Ucap Wildan dengan kasar.

"Kenapa!? Mas tidak suka!? Ya. Aku juga tidak suka! Kikis enggak suka semua ini." jawab Kristal tak kalah kasar.

"Bagaimanapun juga Ibuku adalah Ibu kamu, Kis! Tidak bisakah kamu lebih sopan lagi!?"

"Kalau begitu kita pisah saja! Biarkan Kikis bisa bebas dari pernikahan yang juga hanya sandiwara ini!"

"Kristal!" Bentak Wildan dengan nada tinggi. "Kamu bilang pernikahan ini sandiwara? Saya menikahi kamu itu tulus! Tidak ada sandiwara dalam pernikahan ini! Saya sudah berjanji akan melindungi kamu apapun yang terjadi, dan itu disaksikan mendiang Papa kamu! Apa kamu anggap ini hanya sandiwara!? Dan bagaimana bisa kamu dengan mudahnya bilang kita pisah!?"

"Karena aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini! Aku melakukan ini semua hanya karena Papa!" jawab Kristal dengan mata yang terasa panas. Ia tidak menyangka  Wildan akan semarah ini padanya. Sungguh, ia merasa dadanya sesak mendengar ucapan Wildan.

Wildan mengepalkan tangannya. Rahangnya pun bergemeletuk mendengar pengakuan dari Kristal. Di sanalah cekcok itu terjadi. Baik Wildan maupun Kristal sama-sama tidak bisa mengendalikan diri. Keduanya terlihat emosi.

"Kristal akan pergi dari sini! Kalau Mas tidak terima, kita bisa pisah!" ucap Kristal kemudian segera berlalu dari hadapan Wildan dengan berlari menuruni tangga. Ucapan itu mengakhiri cekcok antara keduanya.

"Kristal! Kristal tunggu!" panggil Wildan.

Kristal yang terisak tak mau mendengar panggilan Wildan. Ia terus berlari menuruni tangga dan keluar dari rumah. Sementara Wildan masih berdiri di lantai atas tanpa mengejar istrinya yang pergi dari rumah.

"Arrghh! Bodoh! Apa yang aku lakukan!?" ucap Wildan menyesali perkataannya pada Kristal tadi.

Wildan meremas rambutnya, bahkan memukulkan tangannya yang mengepal pada tembok. Emosi benar-benar membutakan dirinya hingga melanggar janjinya sendiri untuk tidak menyakiti perasaan Kristal.

"Bodoh! Kenapa aku sampai berkata seperti itu!" ucap Wildan yang masoh menyesali perbuatannya.

Beberapa saat kemudian, dering ponsel Wildan berbunyi. Ia segera mengambil ponsel dari saku celananya. "Ibu," gumam Wildan dengan perasaan cemas. Ia takut Dahlia akan menanyakan Kristal atau bahlan sudah dalam perjalanan kerumahnya.

"Iya, Bu," ucap Wildan setelah menerima panggilan dari Ibunya. "Apa Ibu sudah dalam perjalanan ke sini?"

"Aduh, bagaimana ya, Wil. Kikis pasti kecewa," ucap Dahlia.

Wildan mengerutkan keningnya. Ia tidak paham apa yang dimaksud ibunya. "Kenapa, Bu?"

"Ibu tidak bisa datang ke sana sekarang. Kita tidak jadi pergi belanja hari ini. Ibu pasti sudah mengecewakan Kikis."

Wildan merasakan lega dalam hatinya. Ia bersyukur karena Ibunya tidak jadi datang hari ini di saat Kristal memang tidak ada di rumah.

"Tidak ada apa-apa, Bu. Biar nanti Wildan yang beritahu Kikis," jawab Wildan.

"Iya. Tolong sampaikan maaf Ibu. Ini benar-benar mendadak, Ibu harus mengurus pekerjaan dengan rekan bisnis kita."

"Iya. Ibu tenang saja. Kikis pasti paham, kok."

"Yasudah, tolong kamu sampaikan ya, Wil. Ibu benar-benar minta maaf."

"Iya, Bu. Akan Wildan sampaikan."

Wildan menutup teleponnya. Kini, ia tidak tau harus bagaimana. Apakah menyusul Kristal atau membiarkan istrinya itu menenangkan diri terlebih dulu.

"Lebih baik aku tidak mengganggu Kristal saat ini. Dia pasti butuh waktu untuk sendiri," gumamanya.

💌

"Jadi lo berantem sama Mas Wildan?" Tanya Lila ketika ia dan Kristal berada di dalam mobil.

Kristal mengagguk. Ia terus menangis. "Gue bener-bener kacau, La. Gue juga bilang kalau gue mau pisah dari Mas Wildan," ucap Kristal sambil terisak.

"Gila! Kenapa sampai senekat itu sih, Kis? Kalau Mas Wildan beneran nyeraiin lo gimana!?"

Kristal menangis semakin kencang. Sopir Lila pun yang mendengar tangisan Kristal terlihat keheranan.

"Okay.. Udah nangisnya, Kis.  Kalau gitu lo ikut gue ke rumah aja, ya? Lo bisa nenangin diri di rumah gue. Nanti lo bisa ceritaiin semua di sana, " ajak Lila.

Kristal mengangguk. Ia tidak tau harus pergi ke mana sekarang untuk mencurahkan isi hatinya kecuali pada Lila. Mau tak mau Kristal akhirnya ikut pulang ke rumah sahabatnya itu siang ini.

💌💌

LestaRhie_🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LestaRhie_🍃

KRISTAL for WILDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang