Chap 4

4.4K 250 6
                                    

Wildan sedang berada di lapangan basket SMAN Cemara. Ia bersama siswa-siswi kelas 11 MIPA 3 yang hari itu memiliki jadwal olahraga sedang bermain basket. Dengan telaten, Wildan mengajari anak didiknya teknik teknik untuk menguasai bola dalam olahraga bola besar tersebut.

Para siswa terlihat fokus pada Wildan. Tapi, sepertinya bukan fokus menyimak apa yang diucapkan sang guru, akan tetapi mereka fokus pada orangnya. Mereka tak berkedip melihat bagaimana Wildan mulai memperagakan teknik-teknik bermainnya.

“Wahh.. Pak Wildan benar-benar keren saat sedang bermain basket,” ucap salah seorang siswi berbisik pada temannya.

“Iya. Apalagi abs-nya yang kelihatan pas Pak Wildan loncat. Gue jadi pengen cubit itu perut kotak-kotak,” timpal siswi lainnya.

“Kalau gue pengen ngelap keringetnya Pak Wildan. Keringetnya bikin Pak Wildan hot gitu,” sahut siswi lain.

Benar saja. Dari obrolan para siswi, mereka justru fokus pada Wildan bukan permainan basketnya.

“Bagaimana anak-anak? Kalian paham?” Tanya Wildan setelah memperagakan secara langsung beberapa teknik yang benar.

“Ya, Pak,” jawab semua siswa-siswi kompak walaupun kenyataannya tadi banyak yang tidak memperhatikan.

“Baik. Kalau begitu sekarang kalian bisa membagi kelompok dan nanti akan langsung bermain antar kelompok tersebut,” perintah Wildan.

Semua siswa segera menuruti apa yang Wildan katakan. Mereka segera membentuk kelompok dan mulai bermain antar kelompok.

Dengan teliti, Wildan memperhatikan baik-baik bagaimana setiap kelompok bertanding. Tak jarang, ada siswi yang mencari perhatian pada Wildan supaya diajari secara langsung oleh guru tampan itu.

Tak ada rasa berat hati melakukan hal itu bagi Wildan. Memang sebagai guru, ia harus mengajari muridnya samapai bisa. Walaupun ia tau banyak di antara mereka hanya cari muka saja.

“Pak Wildan, saya masih belum bisa,” ucap salah seorang siswi.

“Saya juga, Pak. Saya masih belum paham betul,” imbuh siswi lain.

“Bukannya kalian semua sudah bilang bisa?” Tanya Wildan ketika para siswi itu datang dan merajuk padanya.

“Tadi kelihatannya saat Bapak main biasa-biasa saja dan kelihatan mudah. Tapi, saat dicoba langsung ternyata susah.., sulit sekali memasukkan bola ke dalam ring,” jawab salah seorang di antara mereka.

“Ajari kami lagi, Pak..,” pinta salah seorang lagi.

“Baik.., Bapak akan ajari kalian. Tapi, ingat harus fokus!” Jawab Wildan, dengan sedikit senyum yang membuat siswi-siswi itu semakin senang.

“Iya, Pak,” jawab keduanya bersamaan.

💌

"Astaga! Mas Wildan!" teriak Kristal dengan terkejut.

Sepulang dari kuliah dan sesampainya di rumah, Kristal terlihat kaget mendapati Wildan yang hanya menggunakan celana panjang selutut tanpa memakai baju. hal itu adalah hal yang dibenci oleh Kristal. Ia tak suka melihat Wildan bertelanjang dada di hadapannya.

Ya, hal itu tentu berbeda dari apa yang disukai murid-murid SMAN cemara dari Wildan. Mereka pasti histeris ketika melihat guru idola mereka memamerkan kekarnya otot perut dan dada bidangnya. Namun, tidak dengan Kristal yang justru istri Wildan.

"Sudah berapa kali Kristal bilang, jangan pernah tampil tanpa baju di hadapan Kristal, Mas!" Ucap Kristal kasar sambil menutupi matanya dan menunduk.

Wildan yang tadinya hendak pergi ke dapur juga terkejut melihat Kristal yang sudah berada di dalam rumah. "Maaf, Kis. Mas Wildan tidak tau kalau kamu pulang lebih cepat,"jawab Wildan gugup.

"Arrghh.." Kristal mengeram kesal. Ia benar-benar tak suka dengan kondisi telanjang dada yang dilakukan Wildan, meskipun lelaki itu tak ada niat untuk menyentuh atau berbuat apapun terhadapnya.

Ya, Kristal takut. Ia takut jika tiba-tiba nafsu Wildan muncul dengan kondisi vulgar seperti itu,walaupun sebenarnya itu hanya pemikiran bodoh yang menakut-nakuti dirinya saja. Tapi tetap, karena itu Kristal tidak suka jika suaminya tidak menggunakan baju.

"Okay, Mas minta maaf. Mas akan pergi sekarang," ucap Wildan kemudian bergegas pergi dari hadapan Kristal.

Saat Wildan audah tak ada di hadapannya, Kristal menarik napas lega. Dadanya yang tadi terasa berdegup sangat kencang sekarang kembali normal. Hal itu juga yang membuat Kristal tak suka jika Wildan tidak menggunakan baju.

Dari dalam kamarnya, Wildan segera mengambil kaos berwarna coklat. Ia segera mengenakan pakaian itu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu, Wildan duduk di tepi ranjang.

"Lucu sekali," ucap Wildan. "Disaat anak-anak di SMA begitu tertarik denganku, istriku sendiri juatru sangat marah melihat aku tanpa baju."

Wildan menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajah untuk beberapa saat, "Sabar.. Aku harus lebih sabar menghadapi Kristal. Suatu saat pasti dia akan berubah," ucap Wildan.

Keyakinannya masih kuat jika Kristal bisa berubah dan menerima dirinya. Walaupun Wildan sendiri tidak tahu kapan itu akan terjadi.

💌

💌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


LestaRhie_💕

KRISTAL for WILDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang