CHAP 22

4K 197 2
                                    

Yovi melakukan apa yang dinasihatkan oleh Kristal dan Lila. Ia mulai membuka diri dan berbaur dengan teman-teman sekelasnya. Tak ada lagi Yovi dingin yang selalu acuh di kelas XI A-4. Sekarang Yovi telah berubah.

Perubahan pada diri Yovi membawa pengaruh yang amat besar. Teman-teman yang selama ini ia abaikan, ternyata tidak seburuk dengan apa yang ia pikirkan. Mereka dengan bangga memperkenalkan Yovi sebagai andalan kelas. Mereka juga terlihat semangat untuk mendukung Yovi yang akan mengikuti lomba lari. Hal itu membuat Yovi semakin termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

Sepulang sekolah, sesi latihan kembali dilakukan oleh Wildan bersama dua anak didiknya. Acara perlombaan tinggal 2 minggu lagi, maka dari itu mereka perlu mematangkan segala hal untuk ikut berkompetisi.

"Perlombaan ini semakin dekat. Kalian harus mengatur semuanya dengan baik. Kesehatan, stamina, semua hal harus diperhatikan. Kalian membawa nama sekolah, jadi kalian harus bertekad kuat untuk memberikan yang terbaik," ucap Wildan memberi motivasi pada Yovi dan Raka sebelum sesi latihan dimulai.

"Baik, pak!" jawab Yovi dan Raka dengan kompak dan penuh semangat.

Latihan hari itu berjalan dengan baik. Yovi dan Raka melakukan latihan dengan semangat.

Selesai latihan, seperti biasa Raka akan memilih untuk segera pulang. Sementara Yovi, harus menunggu jemputan terlebi dulu. Tapi, kali ini gadis itu tidak menunggu di depan gerbang. Ia memilih untuk duduk di gazebo depan yang letaknya tak terlalu jauh dari gerbang sekolah.

Yovi duduk menunggu di gazebo seorang diri. Ia amat sangat bahagia. Hari-harinya kini dipenuhi semangat,baik karena adanya Wildan maupun karena ada teman-teman yang tak lagi asing bagi Yovi.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Wildan datang ke gazebo. Ia duduk di sebelah Yovi dan mulai mengganti sepatu dengan sandal yang ia bawa di dalam tas.

Kedatangan Wildan tentu membuat Yovi ingin berteriak hiateris. Jujur, bukan hanya kali ini saja. Tapi sepanjang hari ketika ia melihat atau tengah bersama Wildan, Yovi tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Pesona Wildan telah membuat Yovi jatuh hati teramat dalam. Terlebih lagi, semakin dekat waktu perlombaan, semakin dekat juga ia dengan Wildan. Ya, guru olahraga itu memberikan perhatian padanya yang bisa dikatakan lebih banyak dibandingkan dengan Raka. Hal itu semakin membuat Yovi percaya diri dengan apa yang ia rasakan pada Wildan saat ini.

"Sepertinya saya perhatikan, beberapa hari ini ada yang berbeda dengan kamu," ucap Wildan sambil melepas tali sepatunya.

"Maksud Pak Wildan?"

"Kelihatannya ada yang berbeda dan buat kamu kelihatan lebih ceria dari biasanya."

Yovi merasa hatinya seakan meletup-letup bahagia. Ia tak menyangka jika Wildan akan memperhatikan dirinya sampai begitu jauh. Ia pikir Wildan hanya akan memperhatinkan perkembangan larinya saja. Siapa sangka  bagaimana sikapnya pun turut diperhatikan oleh gurunya itu.

Yovi tersenyum begitu manis dengan malu-malu. "Em.. Yovi memang sedang bahagia, Pak. Sekarang, teman-teman banyak yang mendukung Yovi untuk perlombaan ini. Mereka selalu mengatakan kata-kata semangat yang buat saya semakin yakin untuk meraih kemenangan."

"Saya ikut senang mendengarnya," ucap Wildan sambil tersenyum. "Apa julukan es batu itu sudah hilang dan tidak berlaku lagi untuk kamu?"

Yovi tertawa kecil. "Pak Wildan ada-ada saja."

"Bukannya memang begitu? Kamu sendiri juga mengakuinya waktu itu," goda Wildan.

Sepatu yang tadi digunakan oleh Wildan sudah ia lepaskan. Kini ia mengeluarkan sandal yang ia bawa dan berdiri lalu memakainya.

"Ya.. Memang. Tapi, karena ada dua malaikat baik, julukan itu pasti perlahan hilang," jawab Yovi.

"Dua malaikat? Siapa?" Tanya Wildan sambil berganti memasukkan sepatu yang tadi ia pakai ke dalam tasnya.

"Ada.. Nanti, Pak Wildan harus bertemu dengan mereka," jawab Yovi seakan ingin membuat Wildan penasaran.

"Ya.. Saya akan tunggu kamu memperkenalkan malaikat-malaikat tak bersayap itu."

Yovi terkekeh. Pembicaraan seperti itu dengan Wildan cukup membuatnya merasa bahagia.

"Bagaimana kalau sekarang kamu ikut saya ke tempat makan?Setelah itu sekalian saya antar kamu pulang," ajak Wildan.

Apa yang dilakukan Wildan pada anak didiknya itu semata-mata hanya sebagai tanda terimakasih karena Yovi telah melakukan yang terbaik demi membawa nama sekolah. Sebwnarnya bukan hanya Yovi saja. Wildan juga melakukan hal yang sama dengan Raka, tapi tak sesering seperti Yovi karena setiap kali selesai latihan, Raka lebih memilih untuk segera pulang.

"Em.." Yovi ingin menanyakan pada Wildan, lebih tepatnya memastikan bagaimana status gurunya itu. Tapi, Yovi merasa bingung bagaimana mengatur kata-kata yang akan ia ucapkan.

Jujur saja, apa yang dilakukan Wildan benar-benar membuat Yovi terbawa akan perasaan. Perhatian yang diberikan Wildan setiap saat mereka bersama juga semakin membuat Yovi tak bisa berpikir jernih lagi tentang siapa dia dan siapa gurunya itu. Hanya saja, ia masih ingin memastikan bahwa ia tak salah menyukai seorang guru selagi dia masih single dan belum memiliki pasangan.

"Apa tidak ada yang marah karena Pak Wildan sering mengajak saya dan Raka keluar, makan bersama?" Tanya Yovi dengan sangat hati-hati.

Wildan melihat wajah Yovi. "Maksudnya?"

"Pacar Pak Wildan mungkin," ucap Yovi dengan lirih. "Ma-maaf. Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud lancang," lanjutnya kemudian ketika menyadari kata-katanya yang kelewatan.

Wildan terkekeh mendengar Yovi menyebutkan kata pacar di hadapannya. "Tidak.. Bapak tidak punya pacar," jawab Wildan dengan suara sedikit berbisik.

Yovi menahan napas ketika mendengar ucapan Wildan. Ia tidak tau harus berbicara apa lagi setelah dirinya mendengar sendiri dari bibir guru olahraganya itu jika tidak memiliki pacar. Yovi terbawa suasana bahagia begitu saja tanpa perlu memikirkan hal lain lagi.

"Hai!? Kenapa jadi bengong seperti itu?" Tanya Wildan ketika menyadari Yovi tengah memandangnya dengan tatapan kosong.

"Ya? Baik. Saya akan tunggu di depan gerbang selagi Pak Wildan mengambil mobil," jawab Yovi yang lamunannya kini buyar.

Wildan kembali tertawa kecil. "Baik. Kalau begitu saya ambil mobil dulu."

Yovi mengangguk. Ia kemudian berjalan menuju pintu gerbang SMAN cemara disaat jarum jam menunjukkan pukul 17.15. Sedangkan Wildan segera mengambil mobilnya yang masih terparkir di tempat parkir guru.

Sore itu, entah untuk yang keberapa kalinya Wildan dan Yovi pergi untuk makan bersama. Bagi Wildan mungkin itu hal biasa sebagai bentuk apresiasi. Tapi, tidak untuk Yovi yang menganggap hal tersebut sangat luar biasa. Dulu bisa pergi bersama Wildan adalah sekadar angan-angan belaka, tapi sekarang hal itu menjadi sebuah kenyataan. Bahkan, ia bisa menjadi sangat dekat dengan Wildan dibandingkan dengan teman-temannya yang lain yang memang dengan terang-terangan mengagumi sosok Wildan Ravicenna.

💌💌

LestaRhie_💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LestaRhie_💕

KRISTAL for WILDANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang