---***---Jam di tangan Safira menunjukkan pukul 6 lewat 5 menit pagi. Safira duduk di bangku taman, membaca novelnya yang belum ia selesaikan. Duduk sendirian di taman sekolah, menikmati semilir angin pagi yang masih sejuk sambil menunggu acara MPLS di hari kedua. Safira memang sengaja datang ke sekolah pagi-pagi, agar terhindar dari kemacetan kota.
Tak lama, Safira merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya. Dan benar, memang ada seseorang yang duduk di samping Safira.
"Pagi banget Lo dateng ke sekolah, kesambet apaan?", Tanya seorang lelaki yang duduk di samping Safira.
"Bisa nggak, kamu nggak ganggu ketenangan yang udah aku nikmati pagi ini?", Safira balik bertanya, tanpa menjawab pertanyaan dari lawan mainnya.
"Gue nggak nyangka, Lo sekolah disini, kirain bakal ke pesantren",
Safira tak menjawab, ia tak ingin berurusan dengan orang yang duduk di sampingnya itu. Melanjutkan membaca novel lebih menarik daripada harus beradu argumen dengannya. Entah mengapa, bercekcok dengannya membuat mood Safira hancur.
Merasa tak ditanggapi Safira, lelaki itu mengambil paksa novel yang Safira baca. Tentunya membuat Safira terperanjat untuk mengambil novelnya kembali.
"Ih.... apaan sih? Balikin nggak? Aku tuh belum selesai baca", Safira berusaha meraih novel yang berada tinggi di atas kepala lelaki itu, karena kini novelnya berada di pegangan tangan lelaki itu, dan sialnya tangan lelaki itu diacungkan ke atas kepala nya, menjauhi tangan Safira yang berusaha mengambil nya.
"Coba aja kalo bisa", ucap lelaki itu menantang dengan senyum nya.
Safira masih berusaha meraih novel yang berada di atas, jika di pikir-pikir tinggi Safira dan lelaki itu memang berselisih banyak. Bukan Safira yang terlalu pendek, tapi lelaki itu memang tinggi, wajar saja, karena lelaki itu suka bermain basket.
Lama Safira berusaha mengambil novelnya kembali, namun hasilnya nihil. Lelaki itu selalu mempermainkannya. Di tengah kejengahannya, seseorang datang mengambil novel dari tangan lelaki itu.
"Jangan ganggu dia", ucap Revan datar sambil mengembalikan novel itu pada Safira.
Ya, orang yang datang membantu Safira adalah Revan, laki-laki yang meminta nomor WhatsApp nya kemarin.
"Sorry.. tapi gue nggak bermaksud ganggu dia, gue cuma suka liat dia cemberut", ucap lelaki itu enteng, santai menanggapi lawan bicaranya dan tentunya kini dia sedang menatap Safira.
Safira yang masih kesal dengan lelaki itu hanya memalingkan wajahnya, mood nya benar-benar hancur.
"Mending Lo pergi kalo Lo cuma mau ganggu dia", Revan mendekat de arah lelaki itu dan mengusirnya.
"Oke,...... ", lelaki tersebut memasang wajah pasrah nya.
"Good luck Fira", ucapnya lagi dan berlalu pergi.
Setelah dirasa, lelaki itu pergi dari hadapan Revan, mata Revan kini berpaling menatap Safira.
"Kamu nggak kenapa-napa kan?", Tanya revan khawatir pada Safira.
"Aku nggak kenapa-napa kok, makasih ya", ucap Safira tersenyum simpul dengan sederhana.
Revan yang melihat Safira tersenyum dengan sederhana, membuat Revan pun ikut tersenyum juga, bahkan tatapannya kini masih enggan untuk berpaling dari mata indah Safira.
Safira yang tersadar akan tatapannya dengan Revan pun langsung menundukkan pandangan, melepaskan kontak matanya dengan Revan. Perlahan, senyumannya yang tadinya terukir jelas di bibir Safira mulai pudar, entah mengapa ia merasakan kegugupan saat Revan memandangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumit
Teen FictionKamu.. Membuatku tersenyum saat aku menangis Mencoba membuat ku lupa akan luka Hanya dengan canda tawamu Namun Ada keraguan saat aku mengingatmu Ada rasa takut saat aku yakin padamu Ada rasa gelisah saat aku memikirkan mu ~~~~~ Dan untuk kamu.. Or...