---***---Revan mulai bosan memainkan game di handpone nya. Secara sadar, matanya menatap sekeliling yang terlihat sepi. Mungkin kebanyakan kakak kelasnya sudah berada di kantin untuk mengisi perut mereka.
Dan matanya terhenti ketika dia hanya melihat Azza yang sedang membaca komik, duduk sendirian tak jauh dari kursi yang ia duduki. Keningnya berkerut, matanya teralih pada jam tangan berwarna hitam keluaran terbaru yang melingkar di tangan kirinya.
08.15
Benar-benar bosan. Dan kemana Safira? Apa dia masih bingung memilih buku bacaan? Sesulit itukah untuk memilih sesuatu yang terlihat sepele? Jika dengan memilih buku saja dia bingung dan membutuhkan waktu hampir 30 menit, apalagi memilih calon imam nya nanti? Kira-kira, berapa bulan harus ia lewati untuk menentukan nya?, Pikir Revan sambil senyum-senyum.
Revan keluar dari aplikasi game nya, lalu berdiri dan memasukkan ponselnya ke saku celananya. Kakinya melangkah menyusuri beberapa rak buku yang terasa seperti labirin baginya. Apalagi tinggi rak buku tersebut tak bisa dikatakan rendah.
Setelah beberapa rak ia lalui, matanya memicing. Gadis yang ia cari berada di depan rak khusus cerita sastra, seperti novel mungkin. Sesekali ia tersenyum dan menahan gelak tawanya yang ingin keluar ketika melihat Safira yang sedang berusaha mengambil sebuah novel di rak yang paling atas.
Terlihat menggemaskan bagi Revan. Safira melakukan berbagai cara, mulai dari berusaha menggapai sampai akhirnya berjinjit. Dari kejadian ini, Revan berpikir bahwa Safira bukanlah orang yang pantang menyerah, ia berusaha mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.
Sekitar 3 menit ia menunggu.
Sudah cukup.
Revan melihat Safira yang sepertinya mulai kesulitan dan mungkin butuh bantuan.
Ralat, bukan sepertinya, karena sebenarnya dari tadi Safira sudah kesulitan dan membutuhkan bantuan untuk mengambil novel itu.
Memang dasarnya Revan
Tapi bukan Revan namanya, jika tak ingin tau seberapa besar usaha Safira untuk mendapatkan nya.
Revan berjalan perlahan, menghampiri Safira yang telah kelelahan. Perlahan tapi pasti, Revan telah melewati dua rak buku untuk sampai di tempat Safira berdiri dan tinggal satu rak buku lagi untuk berada tepat di samping Safira.
Senyumnya semakin merekah. Namun tinggal beberapa langkah ia sampai, seorang laki-laki berseragam SMA sama dengannya telah lebih dahulu membantu Safira.
Senyum Revan pudar? Pasti
Revan kesal? Sudah Pasti
Revan marah? Tentu
Tapi... siapa dia bagi Safira??
Seharusnya dia yang membantu Safira, bukannya laki-laki lain. Tapi ini juga salahnya bukan? Jika sejak tadi ia membantu Safira, dan tak menunggu sampai Safira merasa lelah, mungkin kini ia telah bersama Safira dan laki-laki itu tidak akan datang membantu Safira.
Laki-laki itu terlihat menatap Safira dengan lekat. Revan bisa merasakan, bahwa Safira merasa gemetar dan ketakutan ketika laki-laki di hadapannya tak kunjung beranjak dari tempatnya berdiri. Apalagi jarak keduanya sangat dekat.
Pendengarannya menangkap Safira yang mengucap kata "terimakasih" dengan rasa gugupnya, meskipun terdengar pelan, tapi Revan dapat mendengarnya.
Sementara di lain sisi...
Ya Allah.. apa yang harus aku lakukan?
Kenapa laki-laki ini tak berkutik, hanya diam dan memandangi ku. Jujur aku takut..., batin Safira ketakutan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumit
Teen FictionKamu.. Membuatku tersenyum saat aku menangis Mencoba membuat ku lupa akan luka Hanya dengan canda tawamu Namun Ada keraguan saat aku mengingatmu Ada rasa takut saat aku yakin padamu Ada rasa gelisah saat aku memikirkan mu ~~~~~ Dan untuk kamu.. Or...