3. Curhat

88 18 0
                                    


"Kenapa kamu pergi..kenapa kamu harus pergi besok?",ucap Safira dengan tangis yang semakin menjadi-jadi, sebab besok adalah hari yang bersejarah baginya. Dan di hari itu, Ryan pergi meninggalkan Safira.

"Apa kamu lupa, bahwa besok adalah hari ultahku?",ucap Safira ketika tangisnya mulai reda. "Udah ah, lupain aja, ngapain aku harus nangis kayak gini? Lagian, dia bukan siapa-siapa ku dan aku bukan siapa-siapa banginya. Dia hanyalah teman dekatku, sahabat ku.", ucap Safira mencoba tegar.

Malam harinya, Safira tak memikirkan hal itu lagi, dia berusaha melepaskan rasa kehilangan nya pada Ryan, karena dia tahu, Ryan memang harus kembali ke kampung halamannya. Dan tak penting juga dia harus menangisi Ryan, karena Safira bukan siapa-siapa nya Ryan.

Hubungan persahabatan Safira dengan Ryan memang di ketahui oleh keluarga Ryan dan keluarga Safira. Untuk berteman saja, ada pertentangan antara mereka dengan keluarganya masing-masing, baik dari orang tuanya safira dan keluarga dari Ryan merasa cemas dan khawatir, karena adanya suatu perbedaan. Tapi lambat laun, hubungan pertemanan mereka di restui oleh kedua belah pihak keluarga.

Safira sedang berdiri menghadap keluar jendela di kamar nya sambil memegang diary nya. Menumpahkan segala yang dia rasakan saat ini bersama rintik- rintik hujan yang turun. Pikiran nya benar-benar tertuju pada satu hal, yaitu Ryan.
Sebenarnya, hubungan ku dengan Ryan itu apa sih?, Ucap Safira dalam hatinya.

"Fira??, Ayo makan dulu, dari tadi siang kamu belum makan loh..!!",suara Mama nya Safira, Bu Sarah terdengar dari balik pintu kamar.

Tak ada respon dari Safira, dia masih tetap termenung di depan jendela. Karena tak kunjung keluar dari kamar, Bu Sarah masuk ke kamar Safira, mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya.

"Fira, Mama masuk ya.!!",ucap bu Sarah sambil membuka pintu kamar Safira. Mata Bu Sarah mencari di mana keberadaan anaknya. Dan dia menemukannya, di dekat jendela, melihat hujan yang turun. Jika anaknya sudah seperti ini, ia tahu bahwa ada sesuatu yang di pikirkan anaknya. Bu Sarah berjalan mendekati anaknya. Tangannya menyentuh pundak anaknya, tapi anaknya masih diam, melamun, menangis dalam diam hingga akhirnya meneteskan air mata.

"Kamu kenapa nak?, Ada masalah?, Ayo cerita sama Mama!!", Bu Sarah membelai kepala Safira.

"Eh, nggak kok ma", Safira tersadar dari lamunan nya, menghapus air mata nya agar Mama nya tidak mengetahui bahwa dia menangis. Tapi sayang, Mama nya telah mengetahui hal tersebut.

"Ya udah, ayo makan dulu.", Ucap bu Sarah lembut pada anaknya.
"Iya ma." Jawab Safira pada mamanya.

Di meja makan Safira berusaha bersikap biasa saja, seperti hal nya tak ada masalah yang dipikirkan.

"Safira, kenapa tadi siang kamu nggak makan ?",tanya papa nya.
Safira gelagapan mencari alasan, memalingkan matanya agar tak langsung bertatapan dengan papa nya "Fira nggak laper aja kok pa",jawabnya datar, berusaha menyembunyikan nya.

"Kakak ada masalah ya?", Misya yang duduk di samping Safira mendadak bertanya padanya. Safira terkejut, adik nya yang berusia 8 tahun itu bertanya sambil memandangnya dengan tatapan curiga.

"E...e..Enggak kok dek, kakak nggak kenapa-napa kok..", jawab Safira dengan senyum dan sedikit gugup. Aneh, seorang anak usia 8 tahun saja bisa membuatnya gugup, bagaimana dengan guru-guru yang akan ia temui saat ia SMA nanti, bisa-bisa Safira tak mampu mengeluarkan suaranya.

"Papa tahu, kamu lagi ada masalah. Coba cerita sama papa..!!",suruh papa nya dengan tersenyum, berusaha agar anaknya mau bercerita tanpa rasa takut untuk mengungkapkan nya.

5 menit..

10 menit..

Hening tak ada suara, bahkan Safira pun bungkam. Untuk mencairkan suasana, Bu Sarah mulai berbicara.

"Udah, jangan dipaksa, nanti dia tertekan. Safira tahu kepada siapa dia akan curhat tentang masalah nya. Benarkan Fira?", Mama nya Safira menatap Safira sambil tersenyum.

Safira menatap mamanya, ia memang tahu kepada siapa dia akan curhat tentang semuanya. Safira hanya mengangguk menanggapinya.

Makan malam berjalan dengan santai setelah Mama nya mencairkan suasana yang sempat dingin itu, kini tak ada lagi yang membuat Safira menjadi canggung atas pertanyaan dari papa, Mama dan adik-adiknya. Dan kalau dipikir-pikir, tak ada gunanya juga ia canggung jika bersama keluarganya sendiri.

Setelah makan malam, mereka melaksanakan sholat isya' berjamaah. Karena Safira sedang haid, maka ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya.

Safira mengambil novel di meja belajarnya. Mendudukkan dirinya di tempat tidur dan mulai membaca novel nya. Baru saja mau membaca novel nya, ponselnya berdering tanda ada seseorang yang menelpon nya. Safira segera mengangkatnya.

"Halo? Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumsalam Fira.. aku kangen deh sama kamu, kamu apa kabar?", jawab orang di seberang telepon.

"Alhamdulillah aku baik kok, kamu sendiri gimana ?", tanya Safira.

"Alhamdulillah baik juga,eh bentar deh..".
"Kenapa???",tanya Safira.

"Kita kan tiap hari chatt-an, ngapain aku sampek kayak orang nggak pernah tahu kabar kamu ya?".

"Tauk, kamu kan emang kayak gitu..", jawab Safira sambil tertawa.

"Selamat ulang tahun ya!!! Temennya aku yang paling baik, cantik, pintar, emesshh lagi". Ucap seseorang di seberang telepon.

"Ha??? Bentar deh sya..aku tuh belom ultah, ngapain kamu ngucapin selamat ultah?",tanya Safira keheranan dengan Sasya, sahabatnya. Ya.. Sasya adalah orang yang menelpon nya.

"Biar aku nggak keduluan sama Ryan, kan biasanya tiap kamu ultah si Ryan duluan yang ngucapin ke kamu", curhat Sasya karena selalu satu langkah di belakang Ryan dalam mengucapkan kata selamat ultah kepada sahabatnya itu.

Safira tertawa menanggapi pernyataan sahabatnya itu. Mendadak, Safira ingat tentang kepergian Ryan besok pagi, ia ingin menceritakan tentang Ryan pada Sasya.

"Sya, aku mau cerita deh..", Safira mulai menceritakan tentang kepergian Ryan ke Bali, kampung halamannya sebelum ia SMP.

....................................

Sasya menanggapi nya dengan serius. Menjawab setiap kali Safira bertanya kepadanya.

"Tunggu deh, sekarang aku mau tanya, apa yang kamu rasain ketika dia bilang mau balik ke Bali?",tanya Sasya.

Seketika jantung Safira mulai berdegup kencang, mata indahnya mulai menatap ke sana kemari mencari objek pemandangan yang bisa membuatnya tenang.

Tangannya mulai memainkan kerudung bagian bawah yang dia pakai. Mulutnya mulai gelagapan dalam menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

Sebenarnya, apa yang ditanyakan sahabat nya itu adalah pertanyaan yang seharusnya sangat mudah untuk dia jawab.

Tapi entah kenapa, apa yang ditanyakan Sasya benar-benar membuatnya menjadi panik. Safira bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya itu. Karena sesungguhnya, Safira benar-benar masih ragu mengenai perasaan nya kepada Ryan.

---***---

"Arti persahabatan itu ada ketika kamu membutuhkan dan dia ada untuk menolong kamu"

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang