20. Malaikat penolong?

16 6 4
                                    


---***---

Rayn memasuki kelasnya dengan langkah seperti biasa. Pandangan sorot mata yang dingin dipadukan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Tatapan penghuni kelas seolah-olah tertuju padanya karena kejadian tadi di lapangan. Apalagi tatapan memuja dari kaum hawa.

Sedari tadi, tatapan Rayn hanya fokus melihat Safira yang sedang membaca buku tebal bersampul biru langit. Tepat saat Rayn lewat di samping tempat duduk Safira, tatapan mereka bertemu.

Lagi-lagi lewat tatapan. Seolah-olah waktu begitu lama berlalu. Dan entah kenapa ada sesuatu yang menyebabkan mereka betah berlama-lama dalam situasi itu. Meskipun salah satu dari mereka berusaha untuk memutus kontak mata yang sedang berlangsung itu, Safira.

Bagaimanapun juga itu tidak baik. Mengingat fans Rayn yang banyaknya bagaikan semut yang mengerubungi gula, bisa-bisa Safira akan dihakimi massa.

Entah pada detik ke berapa, kini mereka memutuskan pandangan itu secara bersamaan. Yang pasti, itu ditandai dengan datangnya guru Bahasa Indonesia, Ibu Sri.

Rayn melanjutkan langkah menuju bangkunya yang sempat tertunda. Hanya karena menatap seorang gadis remaja berhijab, Rayn sampai rela menghentikan tujuan awalnya untuk langsung duduk di bangkunya. Luar biasa, kejadian yang sangat langka bukan? Perasaan memang sulit ditebak.

Sampai di bangkunya, Revan sempat meliriknya dengan tatapan yang...em....

"Ngapain Lo?", Tanya Rayn dengan kerutan di dahinya.

"Gak kenapa-napa...", jawab Revan masih dengan tatapan mencurigakan ke arah Rayn. Namun Rayn dengan tampang masa bodohnya kembali fokus dengan pelajaran.

Pembelajaran pun dimulai. Banyak siswa yang terlihat antusias dengan penuturan Ibu Sri. Itu karena Ibu Sri menggunakan metode pembelajaran yang menarik untuk peserta didiknya. Selain itu juga didukung dengan paras ayu yang dimilikinya.

Ibu Sri merupakan guru baru yang berusia kurang lebih dua puluh lima tahun. Masih cukup muda bukan? Meskipun namanya terlihat sangat kuno, tapi kecantikan wajahnya tidak perlu diragukan lagi.

Waktu berlalu hingga menunjukkan pukul 15.30 WIB, pertanda waktu pembelajaran telah usai. Siswa-siswi keluar dari kelas dengan semangat yang luar biasa karena akhirnya kegiatan pembelajaran di kelas mereka telah usai di hari ini.

Di kelas 10 Mipa 2, kini masih ada beberapa orang yang sedang piket. Rayn masih ada di bangkunya ditemani oleh Revan yang sedang membicarakan tentang kebutuhan kelas dengan beberapa anggota kelasnya.

Rayn tidak lupa dengan perintah Ibu Sri. Tadi sebelum keluar dari kelas, Ibu Sri meminta Rayn untuk menemuinya di ruang guru. Alhasil, Rayn pun keluar dari kelas setelah membereskan barang-barangnya.

Dengan menepuk pundak Revan sebagai tanda bahwa Rayn ingin keluar duluan, Rayn langsung keluar begitu saja. Sedangkan Revan yang sudah mengetahui tujuan Rayn pun hanya berteriak mengucap kata "Iya bro..!?"

Perjalanannya menuju ruang guru hanya dilalui dengan diamnya. Tidak menghiraukan tatapan bahkan sampai sapaan dari para siswi perempuan yang masih berada di sepanjang koridor sekolah.

Sesampainya di meja Ibu Sri, Rayn mendengarkan penuturan beliau. Diantaranya adalah tentang tugas Bahasa Indonesianya yang masih kurang baik. Baik dari segi bahasa yang kadang-kadang masih menggunakan bahasa Inggris, kosa kata yang tidak tepat dan lain-lainnya.

Sebenarnya Ibu Sri tidak masalah dengan Rayn yang masih kesulitan dalam menggunakan kosa kata bahasa Indonesia, tapi belajar itu perlu kan? Jika bukan dimulai dari sekarang, lalu kapan lagi?

RumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang