5

268 5 0
                                    

Asli membuka pintu pagar dan tampak sekali raut kelelahan dari wajahnya. Gadis berambut ikal kemerahan itu baru saja pulang dari tugas malamnya dirumah sakit. Begitu sampai ditangga depan rumah seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan tergesa dan kelihatan panik.

"Asli, kamu datang tepat waktu," Dengan keheranan Asli memandang wanita itu. "Obat-obatan, keluarkan apapun yang kau miliki!"

Asli tersenyum, "Bibi Fadik, apa aku terlihat seperti toko obat?" dengan sabar Asli menjelaskan. "Aku sangat lelah dan baru kembali dari tugas malam di rumah sakit. Ada apa?"

"Kekacauan telah terjadi di dalam!"

"Kenapa? Ada apa?"

"Bibi Emine mu datang!" Bibi Fadik masih kelihatan panik dan ketakutan.

"Ah, bagus sekali!" Asli tampak senang. "Aku akan mengucapkan selamat datang."

"Ya, aku juga telah mengucapkan selamat datang," Dengan wajah sedikit bingung. "Apa kabar, kata ku."

"Lalu apa kata Bibi Emine?"

"Ayah Hayat menyuruhnya untuk membawa Hayat kembali. Jika dia tidak dapat menemukan pekerjaan, dia harus segera kembali ke desa." jelas Bibi Fadik.

"Bagaimana?! Bibi Emine datang untuk mengajak Hayat kembali? Tapi dia tidak bisa melakukan itu!"

"Sayang ku, apa mereka memasukkan obat penenang kedalam tehmu di rumah sakit? Aku bilang, ibu dan anak sedang saling memakan di dalam sana!" dengan emosi Bibi Fadik menjelaskan. Sementara Asli hanya terbengong-bengong mendengarnya.
"Sedang terjadi pertumpahan darah didalam rumah! Seseorang harus segera turun tangan."

Asli hanya manggut-manggut mendengar nya.

"Cepat pergi!" Bentak Bibi Fadik.

"Lari!"

Bibi Fadik dan Asli pun bergegas masuk kedalam rumah. Didalam rumah, Nyonya Emine dan Hayat masih bertengkar. Nyonya Emine keluar dari dapur disusul Hayat,

"Kalau ibu ingin aku tetap disisimu, kenapa ibu mengijinkanku sekolah disini?"

"Memangnya kenapa kalau kamu sekolah, hah?" Nyonya Emine meninggalkan Hayat ke ruang makan. Tepat saat itu Asli dan Bibi Fadik masuk.

"Apa yang terjadi?" gerutu Asli. Dia menghampiri meja makan. Disitu juga telah duduk dengan santainya Ipek yang sepertinya mencoba menikmati saja pertengkaran itu sambil makan.

"Selamat datang Bibi Emine." Asli mencoba mencairkan suasana dengan menyapa Nyonya Emine.

"Ya, aku sangat senang. Aku puas melihat apa yang sudah terjadi disini," kata Nyonya Emine dengan nada marah.

"Bibi Fadik, tolong katakan sesuatu pada ibuku. Dia ingin menyeretku seperti anak kecil" Hayat meminta tolong pada Bibi Fadik dengan nada memelas.

"Mengapa kau melakukan itu, Emine?" Bibi Fadik mencoba melakukan sesuatu.

"Memangnya apa yang aku lakukan? Ayahnya berkata 'ini adalah malam terakhir untuknya', dan beginilah." sahut Nyonya Emine masih dengan emosi.

"Tapi bu, hari ini aku memiliki dua interview pekerjaan!" Sahut Hayat.

"Dan itulah tepatnya yang ayahmu katakan. Jika dia mendapatkan pekerjaan hari ini, syukurlah. Tapi jika tidak, cepat bawa dia pulang!" Nyonya Emine mengakhiri argumennya.

"Bisakah kita beli tiketnya sekarang juga?" tiba-tiba Ipek berkata dengan cueknya. Hayat berpaling marah dan terkejut dengan perkataan sahabatnya itu. "Atau setelah sarapan?" Sahut Ipek lagi.

"Terima kasih, Ipek!" sinis Hayat.

"Oh, apa yang bisa aku lakukan?" masih dengan cueknya sambil memakan sarapan dihadapannya. "Kau fikir mudah mencari pekerjaan di Istanbul? Benar kan Bibi Emine? Ayahmu benar Hayat."

Mendengar perkataan Ipek, Asli mulai ikut emosi, "Mengapa kau bicara seperti itu, Ipek? Inilah kehidupan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti."

Hayat mengangguk meing-iyakan.
"Tidak! Hayat adalah aku (hayat bermakna kehidupan). Dan apa yang akan terjadi sudah jelas!" katanya kepada kedua sahabat nya itu.
"Dan aku sudah dewasa. Ibu tidak bisa memaksa ku melakukan apa yang aku tidak inginkan!" Hayat berpaling pada ibunya.

Asli dan Bibi Fadik mengangguk tanda setuju dengan perkataan Hayat. Nyonya Emine kemudian tersenyum sinis.

"Hmm.. Ayahmu berkata tidak akan memberimu uang se-sen pun lagi. Kita lihat bagaimana kau akan bertahan disini kelaparan, walaupun kau sudah dewasa." Nyonya Emine akan beranjak pergi dari ruang makan. Tapi Bibi Fadik menghentikannya.

"Oh astaga! Memangnya kenapa dia disini sampai kelaparan? Ada aku disini. Bersyukurlah aku masih bisa mencukupinya dengan baik." Sepertinya Bibi Fadik agak tersinggung.

"Fadik! Aku bilang jangan memanjakan mereka. Mereka selalu bergantung padamu." Kata Nyonya Emine sambil bertolak pinggang didepan Bibi Fadik. Dengan sedikit takut Bibi Fadik pun diam mengkerut.
"Anakku, bahkan kalaupun kau mendapat pekerjaan hari ini, kau tetap harus pulang." Hayat mendengarkan perkataan ibunya dengan tatapan menantang. Lalu Nyonya Emine berpaling pada Bibi Fadik,
"Bukan aku yang mengatakan ini semua, aku bersumpah, itu semua perkataan ayahnya, sungguh." Kemudian Nyonya Emine pergi meninggalkan ruang makan.

Hayat tampak kesal sekali. "Ugh!" Dia menatap Bibi Emine dan Asli yang tidak bisa mengatakan apapun lagi. Sementara Ipek terus saja makan dengan cueknya.

####

Katakan I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang