"Aku bilang, si lambang keegoisan itu, si beruang kutub, ternyata adalah atasan ku! Dan apa kamu bilang Asli?! "
Hayat sedang menelepon Asli dan Ipek di sebuah tempat tersembunyi diantara gantungan-gantungan baju."Memangnya aku bilang apa? Aku hanya bilang bahwa setiap kisah cinta yang hebat bermula dari pertengkaran." kata Asli
"Ada pepatah mengatakan, kau akan tertangkap jika kau lari. Dalam hal ini, Hayat lari dari nya karena dia adalah atasannya" sahut Ipek
"Teman-teman, kalian adalah penolong yang hebat. Sekarang katakan pada ku, apa yang harus aku lakukan? "
"Bukan hanya kebohongan, penderitaan juga bagian dari pekerjaan ini. Jika aku jadi kau, aku akan berhenti" saran Asli.
"Jangan lakukan itu! Kau tahu akibatnya jika kau berhenti. Lagipula apa buruk nya dengan berbohong?" sahut Ipek
"Hayat(kehidupan) tidak bisa terus berlanjut dengan kebohongan" saran Asli dengan sedikit bersenandung.
"Kehidupan(Hayat) juga tidak dapat berlanjut tanpa berbohong. Lagipula, tidak ada yang nama nya atasan yang baik, hanya pegawai yang menderita. Nikmati saja! " ujar Ipek cuek.
Hayat menyerah dan dia segera pergi dari sana menuju toilet.
"Lalu apa yang akan kau lakukan? " tanya Asli.
"Pergi ke toilet dan membasuh muka ku dengan air dingin. Aku rasa tekannan darah ku agak tinggi sekarang" ujar Hayat sambil mengurut lehernya. Didepan toilet dia berpapasan dengan Tufal yang baru saja keluar dari toilet dengan wajah kesal dan menggerutu. Namun mereka tidak saling melihat.
"Dan katakan pada atasan mu, 'hm.. Anda mungkin tampan, tapi Anda tidak berkepribadian! '" kata Ipek
"Jangan lakukan itu! Jangan kasar. Lagipula, siapa kamu hingga bisa menilai kepribadian seseorang" kata Asli
"Baiklah teman-teman, aku tutup dulu. Aku mau ke toilet. "
&&&
Didem masuk ke toilet dengan agak kesal. Disusul oleh Tufal dibelakangnya.
"Kamu benar-benar telah terlambat satu jam setengah untuk fitting! Dan kau hanya perduli dengan riasan mu, Didem sayang? " ujar Tufal
Didem yang masih saja kesal berdiri didepan kaca di toilet sambil sesekali menghentakkan kaki nya. Didem yang hendak mengoleskan lipstik dibibirnya terhenti.
"Lihat aku, Tufal. Ya Tuhan.. Lihat aku!"
"Berbaliklah! Biar aku bisa melihat mu"
"Baiklah" Didem pun berbalik menghadap Tufal
Tufal memandang Didem sebentar. Memicingkan mata nya. Dan terkejut.
"Benar! Kamu seperti sebuah boneka kayu yang telah terlupakan di gudang" kata TufalDidem pun meng-iya kan dengan lesu,
"Hm.. Kamu benar, Tufal. Kamu sangat bermoral sekali" Didem kembali berbalik menghadap cermin."E... Aku tidak bekerja di bagian moral" sahut Tufal sambil mengipas kan saputangan ditangannya.
"Aku adalah kepala desainer dari perusahaan Sarsilmaz yang hebat! Aku disini bersamamu demi memastikan pekerjaan ini selesai tepat waktu""Tidak mungkin aku menghadapi orang-orang dengan wajah seperti ini. Tidak mungkin! Jangan paksa aku, Tufal. Jangan paksa aku" teriak Didem
Tufal menghela nafas mencoba bersabar.
"Katakan pada ku apa yang terjadi. Darimana kamu membawa "keranjang berat" dipundak mu hingga pagi ini? "Didem kembali berbalik menghadap Tufal.
"Kami berada di rumah Murat tadi malam. Kami berduaan hingga sangat, sangat larut malam" Didem mulai dengan gaya genitnya."Bla.. Bla.. Bla.. Aku tidak tertarik dengan kehidupan pribadi mu. Dan aku rasa begitu juga Murat. Apabila kamu bisa siap sebelum koleksi baju ku menjadi tua, aku akan senang sekali". Tufal segera pergi dari sana dan menutup pintu toilet dengan keras.
Didem melihat kelakuan Tufal dan hanya mencibir. Dia kembali melanjutkan riasannya.Tidak lama Hayat masuk dan segera mencuci tangan nya di wastafel disebelah Didem.
"Sayang, bisakah kau ambilkan dua tisu disana, tolong? " ujar Didem cepat tanpa menoleh pada Hayat. Dia masih sibuk dengan memperbaiki riasan wajahnya. Hayat menoleh sebentar namun akhirnya mau mengambilkan tisu itu untuk Didem.
"Tolong letakkan di baju ku agar serbuk nya tidak mengotori baju ku dimana-mana. " Didem menunggu. Hayat terdiam karena terkejut dia diperintah-perintah begitu saja oleh seorang wanita yang tidak dikenalnya.
"Merci" ucap Didem dalam bahasa Perancis.
Hayat pun melanjutkan ingin mencuci tangan nya. Dia menuju wastafel dan menghidupkan kerannya.
"Hati-hati! Jangan sampai percikannya mengenai baju ku! " ujar Didem masih dengan merias wajahnya. Hayat mulai kesal.
"Apa ada yang lain lagi? " Hayat menghadap Didem dengan berkacak pinggang.
"Ah.. Aku belum sarapan. Tolong belikan aku jus orange segar. Dan yogurt dengan muesli tapi tanpa buah"
"Ya Tuhan. Lihat diri mu sekarang"
"Aku tidak bisa melihat mu sekarang, maskara ku belum kering" potong Didem cuek. Dia masih saja merias wajahnya. Belum menyadari kalau lawan bicaranya mulai marah.
"Cepat! Apalagi yang kau tunggu? ""Apa kau tahu siapa aku? " ujar Hayat
Didem berhenti dan memandang Hayat dari atas hingga bawah. Lalu dengan entengnya dia menjawab,
"Tidak""Aku adalah asisten dari asistennya Tuan Murat Sarsilmaz" ucap Hayat bangga.
"Hm...benarkah? Aku adalah pacarnya Murat" jawab Didem tak kalah sombongnya.
"Oh.. Sejauh yang aku tahu, tidak ada posisi "pacar Murat" di kantor ini"
"Dan aku juga adalah model untuk perusahaan tahun ini"
"Ah, dan akhirnya batu jatuh ke tempatnya"
Didem mulai bingung dengan perkataan Hayat.
"Batu? Batu apa? Apa yang kau bicarakan""Maksud ku adalah melayani gadis perusahaan seperti kamu bukan bagian dari pekerjaan ku. Cari sendiri pesuruh mu. Semoga hari mu menyenangkan! " Hayat meninggalkan Didem yang kesal mendengar perkataan Hayat. Dia melempar kuas make up nya ke lantai, mulai menghirup nafas dan merapikan kembali rambut dan wajahnya.
&&&
Segini dulu deh untuk malam ini. Agak kewalahan dengan translate subtitle nya.. Karena kadang ada kata yang asing bagi ku, hehe.. Bolak balik buka google translate deh..
Terima kasih buat yang setia menyimak lapak ini ya..
Tolong maafkan juga seandainya ada kalimat yang agak aneh. Itu semua karena keterbatasan saya dalam menterjemahkan subtitle english nya dalam percakapan. Jadi kadang kadang dikira-kira aja "gitu maksud nya".
Sekali lagi terima kasih ya... 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan I Love You
RomanceHayat seorang gadis desa yang telah menyelesaikan kuliahnya di Istanbul, dipaksa pulang ke kampung halaman karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Dalam ke-putusasa-an, dia mendapatkan pekerjaan disebuah perusahaan tekstil terkenal. Namun pekerjaa...