Chapter. 31

10.9K 993 36
                                    

Gaara menghela napas. Ia menatap lelah pintu ruang operasi di depannya. Saat ini, dia sedang menunggui Sasuke yang sedang ditangani oleh dokter di dalam sana.

Dokter berkata kalau Sasuke harus melaksanakan operasi pengeluaran peluru di tangannya. Dan pria itu sudah mengabaikan lukanya selama berjam-jam.

Hal itu jelas membuat Gaara tidak habis pikir. Bagaimana bisa orang itu tidak menyadari luka tembak yang serius seperti itu?

"Gaara-nii."

Gaara menoleh ke arah Naruto yang juga sedang menunggu Sasuke.

"Bisa aku titip Sasuke sebentar?" Naruto menatap Gaara. "Aku harus pergi dan memberitahu keluarga Uchiha."

Gaara menaikan alisnya."Kenapa tidak kau telpon saja?"

Naruto mendengus. "Aku harus menjelaskan kejadiannya pada mereka." Ia menghela napas lelah. "Mereka akan terkejut kalau aku tiba-tiba menelpon dan mengatakan kalau Sasuke sedang dioperasi."

"Kalau begitu pergilah."

"Terimakasih." Naruto berdiri dari duduknya. "Kabari aku kalau operasinya sudah selesai," ujarnya dan melangkah pergi dari situ.

"Hn." Gaara kembali menatap pintu ruang operasi. Ia memijat keningnya yang terasa pusing. Sudah lebih dari 4 jam ia menunggui Sasuke di sini. Dan itu membuatnya sedikit cemas karena operasi Sasuke yang tidak kunjung selesai.

Wajar saja kalau Gaara cemas dengan orang yang telah menelamatkan adiknya.  Ia menatap jam tangannya dan menghela napas saat jarum jam  menunjukan pukul 3.00 pagi.

Sreek

Gaara berdiri saat pintu ruang operasinya terbuka. Ia berjalan ke arah dokter dengan para perawat yang mendorong ranjang Sasuke di belakangnya.

"Bagaimana operasinya?"

"Kami berhasil mengeluarkan peluru di tangannya. Untuk saat ini, Uchiha-sama bisa langsung dipindahkan ke ruang rawat inap."

Gaara mengangguk. Ia merasa lega karena operasi Sasuke berhasil. Matanya menatap Sasuke yang terbaring di ranjang rumah sakit. Pemuda itu masih tertidur akibat obat bius pasca operasinya.

"Pindahkan dia ke kamar rawat khusus keluarga Haruno."

Dokter itu mengangguk patuh.

"Baik."

.
.
.
.
.
.
.

Kizashi menatap sendu putrinya di balik kaca ruang ICU.

"Apa Kau sekarang merasa bersalah?" Mebuki yang berdiri di samping Kizashi berujar dingin. Ia mengusap air matanya yang kembali mengalir saat melihat kondisi putri kesayangannya yang masih ditangani oleh Tsunade, ibunya.

Kizashi tidak menjawab. Kepalanya tertunduk. Rasa menyesal masih terus menyerang hatinya. Ia mengepalkan tangan dengan keras. Ini semua ulah Danzo. Orang itu lah yang membuat putrinya dan dirinya harus mengalami hal ini.

"Aku harus menemuinya."

Mebuki menatap Kizashi. "Menemui siapa?"

"Danzo," jawab Kizashi dingin. Ia berbalik dan melangkah pergi dari situ, bersiap untuk menemui Danzo. Langkahnya berhenti saat tangan Mebuki menahan lengannya.

Mebuki menahan langkah suaminya saat suaminya menyebutkan nama Danzo. Ia memang sudah mengetahui kalau pria itulah yang membuat anaknya seperti ini. Dan itu membuat amarahnya meluap saat mendengar nama Danzo. "Aku ikut!"

Kizashi menhela napas.. "Tidak, kau harus menunggui putri kita."

"Tapi-"

"Harus ada yang menungguinya disini. " Kizashi melepaskan tangan Mebuki. "Aku yang akan mengurus Danzo," ujarnya mencoba memberi pengertian dan melangkah pergi setelah mencium kening istrinya.

Let Me Be Your Man | SasuSaku ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang