15 : Kepergian

361 66 23
                                    

Sudah satu minggu Woo Do Hwan tidak menampakkan batang hidungnya dihadapan Park Jiyeon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah satu minggu Woo Do Hwan tidak menampakkan batang hidungnya dihadapan Park Jiyeon. Sepertinya cowok itu benar-benar manut dengan ucapan bapak Jiyeon yang melarangnya untuk menemui putrinya. Padahal Jiyeon sendiri tidak peduli dengan gertakan bapaknya, bahkan dia berniat untuk mengunjungi Do Hwan setiap hari di apartemen. Tetapi apa daya, apartemen Do Hwan pun kosong. Ketika Jiyeon datang ke rumah mami dan papi Do Hwan, mereka mengatakan bahwa sudah satu minggu ini Do Hwan tidak memberi kabar. Lagi-lagi cowok itu menghilang tanpa jejak.

"Bapak mau kemana?" tanya Jiyeon saat sarapan pagi itu. Matanya memandang si bapak yang udah ngeloyor pergi.

"Nggak tau tuh," ucap ibu Jiyeon seraya memoles roti gandum di tangannya dengan selai strawberry. "Udah semingguan ini jalan pagi, tapi gak tau kemana. Di lapangan kompleks juga gak ada."

Tiba-tiba Jiyeon teringat sesuatu yang perlu dibahasnya dengan si ibu.

"Bu, beneran aku sama Do Hwan udah gak ada harapan?" tanya Jiyeon seraya memandang wajah sang ibu dengan penuh harap.

Si ibu pun membalas memandang wajah anaknya ini. Sebetulnya ada rasa tidak tega menghancurkan kebersamaan Jiyeon dengan Do Hwan yang baru berjalan beberapa pekan ini. Dan jujur ini pertama kalinya si ibu melihat wajah jatuh cinta terpeta jelas di wajah anaknya ini. Selama ini si anak selalu disibukkan dengan pekerjaan kantor, bahkan waktu masih sekolah dulu Jiyeon bersikeras untuk menunda pacaran demi mempertahankan beasiswanya di sekolah.

"Bu..." Jiyeon mencoba menyadarkan lamunan si ibu. "Aku jatuh cinta sama Do Hwan."

Si ibu akhirnya mengangguk setelah melihat ketulusan terpancar dari wajah Jiyeon. "Ibu paham," ucap si ibu. "Tapi ibu takut. Ibu gak menyangka masa lalu Do Hwan sekelam itu. Dia pernah terlibat dengan jarum suntik dan obat-obatan terlarang, Ji. Kalo dia ada penyakit dan nularin kamu gimana..."

"Do Hwan gak sakit, Bu," ucap Jiyeon yakin. Iya, dia yakin sama kepercayaannya sendiri pada Do Hwan.

"Dia sering main cewek..."

"Nggak, Bu," bantah Jiyeon lagi. "Dulu ibu sebegitu mendukungnya aku sama dia, padahal ibu tau kan kalo dia suka main cewek..."

"Ibu mengira main cewek itu ya sebatas teman dekat satu party aja. Cowok-cowok jaman sekarang kan bergaulnya macam itu. Punya lingkaran persahabatan yang luas dengan lawan jenis. Ibu gak sampe kepikiran kalo yang dimaksud mainin cewek itu ya begituan..."

"Do Hwan gak pernah begituan sama cewek-cewek di luar sana, Bu," ucap Jiyeon masih keukeh membela Do Hwan.

Si ibu mendesah berat seraya berkata, "Ya semoga keyakinan kamu itu benar, Ji. Bahkan Do Hwan yang sebegitu cintanya sama kamu pun bisa membohongi kamu lho. Entah untuk alasan kebaikan atau apapun itu."

Entah mengapa Jiyeon tetap memegang teguh kepercayaannya pada Do Hwan untuk soal itu.

"Apapun pendapat ibu dan bapak tentang Do Hwan, aku harus menikah sama dia, Bu," ucap Jiyeon.

Ma Pervert FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang