"A-ayah... maafkanlah aku sekali lagi. Kumohon, aku sudah melakukan kesalahan. Aku bersalah."Hinata bersujud dan berkali-kali menggosokan kedua tangannya meminta ampun pada Hiashi. Kala itu usianya 19 tahun-masih begitu belia dan sedang memohon ampun pada ayahnya yang sedang mengayunkan stik golf padanya. Belum hal itu membuat Hiashi puas, sebelumnya ia dengan membabi buta sudah memukuli Hinata menggunakan tongkat kayunya.
"Dasar anak tidak tahu diri! Anak yang tidak mau mendengarkan perkataan orang tua!"
Pukulan stik golf yang begitu kuat itu mengenai punggungnya berulang kali dan dari mulut Hinata hanya keluar bisikan-bisikan lirih yang menyayat hati.
"Aku salah. Aku akan mendengarkan perkataan Ayah. Aku akan... bersungguh-sungguh di jurusan ekonomi bisnis... aku... tidak akan kembali ke klub seni itu lagi... "
Air mata tak berhenti melewati pipinya dan Presdir Hyuuga Hiashi tetaplah teguh pendirian pada ajarannya yang kasar lagi keras.
"Beginikah maumu?! Harus kupukuli terlebih dahulu agar mau mendengarkan Ayah!"
Hiashi murka ia sudah tidak merasakan kasihan pada anaknya, hatinya telah lama mati dan membentuk jurang kekejaman iblis pada dirinya sendiri.
"Kau akan bertindak seperti apa yang ku inginkan?!" Hiashi berteriak lagi dengan lantangnya-memandang Hinata yang telah terduduk lemah dengan benci.
"Ya, ya, akan aku lakukan. Aku akan melakukan semua yang Ayah inginkan. Kumohon, jangan pukuli aku." Tubuhnya yang kurus dan bergetar sama sekali tak membuat Hiashi iba atau simpati.
"Dasar anak kurang ajar. Seharusnya sejak awal kau mau mendengarkan Ayah."
Klontang
Presdir Hyuuga Hiashi menjatuhkan stik golf yang sudah bengkok itu ke lantai dan selang beberapa menit, pelayan Hinata sejak kecil-Petugas Ko masuk kemudian menuntun Hinata keluar dari ruang kerja ayahnya. "Bawa anak itu pergi dari hadapanku." Seru Hiashi dengan kejam sementara Hinata hanya bisa menggigit bibir bawahnya agar sang ayah tak mendengar tangisannya.
Setelah ia masuk ke Harvard University, Hinata memang diam-diam mengikuti klub seni dan seringkali mengambil kelas musik dan kelas melukis. Namun tanpa sepengetahuannya pihak sekolah ikut membicarakan keaktifan Hinata pada ayahnya dan secara otomatis kebohongan yang Hinata simpan baik-baik pun harus terkuak di telinga ayahnya. Hingga saat liburan sekolahnya datang dan seharusnya Hinata bisa berlibur di Jepang dengan suka cita, malahan menjadi liburan yang penuh akan tragedi. Seperti sekarang ini.
Hyuuga Hiashi memang seperti itu. Tak berubah sama sekali-sejak dahulu dengan Hyuuga Neji yang mempunyai mimpi menjadi dokter pun harus dikuburnya dan digantikan menjadi cita-cita lelaki paruh baya itu yang menginginkan ketiga anaknya untuk berada di kalangan para pembisnis-pembisnis besar. Ia tidak akan peduli dengan perkataan anaknya-hal sepele saja dapat mengubahnya menjadi orang yang kejam dan brutal. Presdir Hyuuga itu tak segan-segan memberikan pukulan yang mengerikan terhadap Neji maupun Hinata.
Hyuuga Hinata meringkukan badannya dan menangis tersedu-sedu. "Hiks... hiks... "
Tangisannya yang lirih dan pelan pun menjadi raungan yang memekik. "Arghhhh!" Ia berteriak dan terbangun dari mimpinya. Hari ini mimpi itu datang, seolah-olah kembali merenggut hidupnya dan seolah-olah membuat Hinata tak dapat mengecap rasa surga dihidupnya.
Peluh membanjiri setiap tubuhnya dan Hinata mengepalkan tangannya kuat. Pening datang silih berganti dan ingatan buruk itu melesak masuk begitu kuatnya, membuat deru nafasnya tersenggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Scene [✓]
FanfictionIni tentang Hyuuga Hinata wanita yang mengubur cinta pertamanya dengan keinginan Ayahnya yang bertemperamen buruk untuk menikahi putra sulung Uchiha Grup yaitu Uchiha Sasuke. Ini juga tentang bagaimana Uchiha Sasuke yang mencoba menambatkan hatinya...