04.1 An Angel Without Wings

2.7K 300 17
                                    


Uchiha Hinata berulang kali mengenyahkan pikiran negatifnya sejak kemarin. Ia menghela nafas dan tidak berminat untuk pergi ke depan rumah menyambut Sasuke pulang dari kantor atau menunggu makan malam di ruang makan seperti biasanya. Ia hanya merasa sebal, hari-harinya berlalu dengan sia-sia, Sasuke benar-benar mengurungnya tanpa memberikan sebuah harapan yang selama ini Hinata impikan.

Apakah mereka akan kembali seperti dulu lagi?

Menjadi saling tidak peduli?

Hinata melangkahkan kakinya ke kamar mandi saat matahari menyongsong turun. Ia masuk dengan langkah gontai, menatap pantulan dirinya di cermin, menyetel sebuah lagu instrumental, menyikat gigi, membersihkan make up, melepaskan kain yang melekat padanya dan menyiram tubuhnya di bawah guyuran shower air hangat. Setelah itu, ia masuk ke bathub besar dan menikmati sensasi menyenangkan berendam di dalamnya. Rasanya Hinata memang perlu mengosongkan pikirannya agar lebih rileks dan tidak stress. Ia harus kuat dan bisa sembuh dari penyakit mentalnya.

Ia harus bahagia. Walaupun mungkin hanya dirinya yang tersisa didunia ini dan Sasuke pergi meninggalkannya. Itu tak masalah. Dirinya harus bangkit dan bahagia.

Egois?

Mungkin Hinata memang merasakan hal itu sekarang.

Di dalam bathub yang dipenuhi oleh air hangat dan busa sabun yang menimbulkan gelembung-gelembung, segala pikirannya luruh. Hinata meniup busa sabun tersebut seperti anak kecil dan dirinya tersenyum sambil memejamkan mata menikmati lagu yang menemaninya.

Cklek

Hinata mematung saat pintu kamar mandinya terbuka, ia lupa menguncinya, sialan dan menampakan Sasuke yang menatapnya tajam namun juga seraut khawatir yang selalu Hinata rindukan.
Hinata terkejut bukan main, mulutnya ternganga seperti orang bodoh dan tenggorokannya tercekat saat itu juga. Suaminya itu hanya melihatnya lalu pergi dalam sekejap mata seperti saat dirinya masuk tadi.

Ah, kenapa jadi seperti ini?

Hinata hanya bisa menatap kepergian Sasuke dengan sendu dan menatap busa-busa yang kian menghilang.

~ending scene~

"Kau bilang apa?"

"Aku bilang bahwa sebaiknya kita menyusun rencana agar Sasuke-niisan dan Hinata-neesan kembali berbaikan." Suara Ino yang terdengar seperti detektif handal itu membuat Sai curiga setengah mati.

"Sebaiknya kita jangan buat masalah, Ino."

"Aku tidak membuat masalah kok. Kemarin ada sahabat Kakakmu yang begitu menyebalkan, dia sampai membangun percakapan yang tak masuk akal pada Kak Hinata!" Ino menggeram kesal sekali saat mengingat memorinya kemarin.

Sai mengerutkan dahinya. "Siapa?"

"Kau tau kan anak bungsu dari keluarga Haruno?" Ino memandang lelaki yang ia sukai itu dengan gemas, apalagi saat Sai tak menemukan jawaban di otaknya. Ino memutar bola matanya sebal, ternyata Sai itu tidak sejenius yang orang kira. Terkadang ia sangat pelupa dan itu menjengkelkan baginya.

Sai mengangguk. "Ah Haruno Sakura-neesan?!"

"Neesan?!" Ino memandang Sai tak percaya. "Neesan katamu?" Sai malah jadi bingung apa sih yang salah dari jawabannya.

Ino menipiskan bibirnya lalu menggelengkan kepalanya berulang kali dengan tangannya yang ikut melambai-lambai di depan wajah Sai. "Tidak, tidak, tidak. Cukup, lebih baik kau tidak mengatakan 'neesan' lagi pada wanita tak punya hati itu. Hanya Kak Hinata yang patut kau panggil neesan, tidak yang lain. Kalau kau berani menyebutkannya Sai, aku akan marah, sangat marah padamu." Awas saja, Ino mulai mengumpat dihatinya.

Ending Scene [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang