44. Kesialan Berujung Perpisahan

26.1K 2.6K 172
                                    




Happy reading 😘
Vote komennya jg yaa...

"PUPUUUUUUU...!!!!" teriakku menangisi kura-kuraku yang tiba-tiba mati. Aku sedih sekali begitu mendapati hewan kesayanganku yang kurawat sejak kecil itu ditemukan tak bernyawa pagi ini.

Aku meminta Mbok Minah mengubur kura-kuraku di halaman belakang rumah. Sudah tiga tahun Pupu menemani hari-hariku. Pasti karna kesibukanku akhir-akhir ini yang jarang menengoknya dan mengurusnya, dia jadi stres dan pergi meninggalkanku.

Aku memakan sarapanku dengan tidak semangat.

"Kamu nih lebay deh, cuma kura-kura aja sedihnya kayak ditinggal pacar nikah." sindir Mama sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.

"Mama apaan sih? Kan Pupu peliharaan aku, Mama nggak berkepribinatangan."

"Emangnya Mama binatang kamu bilang nggak berkepribinatangan!" jawab Mama sewot.

"Mama, udah! Biarin aja, Xia kan lagi sedih." tegur Papa. Sementara, Alde yang duduk di sebelahku hanya cuek saja sibuk dengan makanan dan ponselnya. Bagus, deh!

Hari ini di kantor wajahku terlihat begitu masam. Aku memang paling tidak bisa menyembunyikan ekpresi. Jika sedang sedih, senang, atau kesal pasti dengan mudah dapat terlihat dari wajahku ini.

"Kenapa muka lo, lesu amat kayaknya?" Gea yang sedang berjalan menuju mesin fotocopy menyapaku.

"Hewan peliharaan gue mati tadi subuh, Mbak."

"Gue turut berduka cita deh."

Aku merasa beberapa hari ini memang hidupku selalu tertimpa musibah. Dua hari yang lalu, saat pulang kerja dengan ojek online, aku mengalami kecelakaan kecil karna ada kucing yang mengagetkan tiba-tiba menyebrang jalan, lalu membuat kami nyusruk ke pinggir jalan akibat menghindari kucing tersebut. Meskipun hanya sedikit luka besot di lengan dan sikutku, tapi aku tetap kasihan sama abang ojeknya, katanya cicilannya belum lunas tapi motornya sudah penyok saja di beberapa bagian.

Kemarin lagi, aku baru menyadari telah melakukan kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Cukup fatal, salah transfer dalam jumlah yang besar, seratus tiga puluh juta rupiah. Akibat kesamaan nama penerima, ditambah mungkin akunya yang sedang tidak fokus. Walhasil, aku disemprot oleh Bu Carla dan diminta untuk segera menyelesaikan permasalahan itu dengan menekan si penerima uang agar cepat mengembalikan dananya ke rekening perusahaan.

"Kok gue ngerasa lagi apes mulu deh, Mbak."

"Mungkin lo lagi kurang sedekah kali." katanya sambil meletakkan tangan dan mukanya di dinding kubikelku.

Kurang sedekah? Rasa-rasanya sih nggak!

Aku mulai cemas ketika memikirkan sesuatu.

"Mbak..." panggilku ke Gea yang sudah selesai dengan dokumen print-printannya.

"Lo pernah punya janji atau nazar, nggak?" tanyaku hati-hati.

"Pernah. Emang kenapa?"

"Janji itu dilaksanain?"

"Ya iya, lah. Dulu waktu Rafael umur dua tahun pernah sakit parah. Gue nazar kalo dia sembuh, gue janji bakalan berbagi sama anak yatim." ceritanya.

"Kalo nggak dilaksanain gimana, Mbak?"

"Dosa pastinya. Trus juga hidup lo bakalan nggak tenang deh. Pait-paitnya bisa kena azab."

Entah memang benar, atau Gea hanya menakut-nakutiku saja, apalagi penjelasan di kalimat terakhirnya itu loh. Azab. Ngeri ya?

INTERVIEW (END) - revisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang