22. Duh, Kan Jadi Nggak Enak

33.7K 3.4K 92
                                    



Dua hari dalam kebebasan tanpa gangguan Raffa 'Kampret' Aditya itu surgawi banget. Kata MasTot sih dia lagi ada meeting ke Surabaya hingga hari Rabu, berarti masih bisa bernapas lega sampai besok. Selain itu juga, tak ada pesan-pesan teror ataupun menyebalkan darinya. Terakhir kali ya waktu dia mengirimiku pesan bahwa dia sibuk dan tak perlu kutraktir. Aku sendiri heran, ada apa dengan Raffa sejak kemarin kejadian aku salah ambil dokumennya, sikapnya jadi jutek dan ketus sama aku. Tidak mungkin cuma karna hal sepele dokumen bisa membuatnya ketus terhadapku.

Apa dia kesal karna semburanku malam itu? Hahaha.

Tapi setelah kejadian itu dia masih mengirimiku pesan dengan baik-baik.

Ah bodo amat lah!

Toh kalaupun benar dia marah dan kesal padaku, itu urusan dia. Aku tak merasa melakukan salah apapun. Mengenai ciuman it... Bbbrrrr... aku saja bergidik geli mengingat kejadian malam itu, itu kan sebagai bentuk pertahanan diriku dalam menjaga kesucianku.

'Kesucian... kesucian...! Pas dicipok Darren aja lu nggak nolak! Harusnya tuh lu cipok balik dong biar sama-sama enak.'

Aku mengusir bisikan setan yang menghinggap di kepalaku seolah-olah dia sedang berputar-putar di atas kepala sambil menertawakan kebodohanku.

Yeee, itu kan beda, akuku sok membela diri.

"Kenapa, Xia? Ada laler ya di kepalanya? Belom mandi apa tadi?" Totti mengagetkanku dengan tiba-tiba muncul di kubikel dan meletakkan kedua tangannya di atas dinding kubikel dengan tampang sok imut memangku dagunya sambil senyum-senyum.

Imut dari Zimbabwe? Cetakan kayak genduruwo sok imut gitu malah jadi terlihat amit-amit.

"Apaan sih? Mana ada laler di dalam kantor kita."

"Hari ini kok lo keliatan happy banget? Mukanya ceria amat." Iya dong kan bebas nggak ada kampret.

"Masa sih?"

"Iya. Jadi tambah cantik. Ntar siang makan dimana kita?"

"Mana aja boleh, tapi sama Mbak Ella dan Maya, kan?"

"Maunya sih berdua. Hehehe. Iya lah sama mereka." Modus aja terus gentong aer!

"Gue ngikut aja." jawabku lalu tersenyum sangat manis ke arah lelaki bertubuh tambun itu. "Tapi bayarin ya, gue lagi bokek nih." pintaku dengan wajah memelas.

"Siap. Buat Neng Xia apa sih yang nggak abang kasih. Eeaaa!"

Alay lu ah! "Asyiikkk! Oke, sampai ketemu nanti ya, gue mau lanjut kerja." kataku masih sambil tersenyum mengakhiri obrolan dengan harapan Totti akan menyingkir.

Alih-alih menyingkir, lelaki itu malah tetap diam di tempatnya, bahkan dengan tanpa dosa dia mengambil keripik kentang dengan wadah kaleng panjang milikku dan memindahkan ke dalam mulutnya.

Berceceran pula remah-remahnya ke mejaku. Iyuhhh!!!

"MasTot, iihh joroookkkk banget lo!!! Blepetan makannya, udah makan di meja sendiri aja sono." usirku kesal. "Bawa sekalian dah buat MasTot aja."

"Wah, beneran? Makasi banget loh. Hehe, tau aja gue lagi laper." tak lama pria itu kembali ke mejanya, sementara aku sibuk mengelap remah-remah keripik yang jatuh di mejaku.

"Bikin kerjaan aja!"



***



"Duluan ya, May." pamitku pada Maya, karyawan yang masih tersisa di divisiku. Ini masih jam setengah tujuh dan aku bahagia sekali rasanya bisa pulang di bawah jam tujuh.

INTERVIEW (END) - revisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang