Hari minggu yang gelap. Dari tadi shubuh hingga sekarang sudah mendekati waktu ashar, mendung masih setia menggelapkan bumi dan rintik hujan enggan untuk pergi. Aku sudah menghabiskan teh dihadapanku, secarik kertas putih dan bolpoin masih ditanganku, sambil menikmati derai hujan dan angin semilir akhirnya coretan puisi untuk sahabatku selesai juga aku tulis.
Dear Sahabat,
Langit biru nan cerah seakan menggambarkan kebahagiaan dan keceriaan kita,Namun sekarang langit biru itu tertutup oleh mendung yang pekat.
Dan turunnya hujan seakan mewakili air mataku saat ini.
Sungguh, aku tak ingin hujan semakin deras!
Berharap pelangi segera muncul,
Sebagai penanda hujan reda.
Dan membuat kesalahpahaman serta perselisihan ini berubah menjadi keindahan kembali.
Maafkan aku sahabatku!
Aku rindu kehebohanmu, tawamu dan kerianganmu!
-Bulan Putri Wijaya-
Aku membaca sekali lagi coretan puisi itu sebelum akhirnya melipat dan memasukkan kedalam kotak dari Andi.
"Semoga dengan ini, Risthi bisa memaafkanku kembali!" Gumamku pelan.
-----------------------"Tiiing!!" Suara dering notif ponselku berbunyi.
"Hmmm, baru aja mau tidur!" Gerutuku, kemudian membuka selimut yang sudah menutup setengah badanku itu lalu beranjak untuk mengambil ponsel dimeja belajar.
"Gimana Lan sudah selesai puisinya?" Pesan dari Andi.
"Sudah, baru aja tadi sore aku menulisnya." Balasku. Yang kemudian ada panggilan masuk darinya, aku mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum, kenapa malam-malam telfon?"
"Wa'alaikumsalam, aku minta alamat rumah kamu, mau ngambil kotaknya!" Aku terperanjat kaget mendengar ucapan Andi.
"Malam-malam gini? Nggak ah! Besok aja aku kasih pas sekolah."
"Gabisa Lan harus sekarang!"
"Tapii...."
"Kalau kamu atau aku yang kasih langsung, kemungkinan kecil dia akan menerimanya, tau sendiri melihat wajah kita aja dia ga mau.."
"Bener juga sih, yaudah nanti aku kirim alamatku. Udah ya telfonya."
"Oke bye! Wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam!"
"Tutt.. Tutt.. Tuutt" Kemudian sambungan telefon kami terputus. Dan aku segera mengirim alamatku kepada Andi. Setelah hampir lima belasan menit aku mendengar ada suara motor didepan rumahku.
"Pasti itu Andi!!" Gumamku. Segera aku mengambil kotak merah muda itu dan berjalan pelan keluar rumah, agar tidak terdengar oleh ayah dan ibu.
"Ini!" Ucapku sambil menyodorkan kotak itu kearah Andi yang berada dibalik gerbang rumahku.
"Yaa!" Andi mengambil kotak itu dari tanganku.
"Udah pergi sebelum ketahuan orangtuaku, nanti mereka mikir aneh-aneh!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam Membungkus Perasaanku [TAMAT]
Teen FictionCerita tentang Persahabatan, Percintaan, dan keluarga. "Biarkan untuk saat ini aku membungkus rapi perasaanku dalam diam, karena aku yakin jika Tuhan sudah menghendaki semua pasti akan indah pada waktunya!"