8. SEMANGAT DARI MEREKA

49 6 8
                                    

                       Hari ini harusnya aku bangun pagi dan mengikuti pelajaran tambahan disekolah yang dimulai pukul 06.00 WIB, untuk mempersiapkan ujian kelulusan nanti akan tetapi keadaan ayahku yang masih belum juga sadar dari pingsannya membuatku tidak tega harus meninggalkan ibu sendiri dalam keadaan seperti ini, aku mengirim pesan kepada Risthi melalui aplikasi WhatsApp dan menjelaskan alasanku tidak masuk hari ini. Aku mencoba lebih kuat dan tegar agar tidak menambah beban ibu, aku tidak mau ibu semakin sedih, meskipun dalam hati aku merasakan kesedihan yang teramat dalam, tak jarang air mataku jatuh ketika melihat tubuh ayah yang terbaring lemah.

"Bu aku belikan makan ya, dikantin." Tawarku. Yang melihat ibu belum makan apapun dari kemarin.

"Kamu aja yang beli Lan, ibu ga lapar." Ucap ibu dengan nada lemas.

"Nggak bu, ibu juga harus makan meskipun sedikit.." Paksaku. Yang lalu pergi meninggalkan kamar untuk menuju kantin rumah sakit tanpa menunggu jawaban dari ibu, karena aku tahu pasti beliau akan tetap menolak.

                       Dua nasi bungkus dan dua botol air minum sudah ditanganku, aku kembali ke kamar tempat ayahku dirawat. Ketika aku baru saja akan masuk ke kamar aku melihat ada dokter merawat ayah disana, baru saja aku meletakkan nasi dan botol minum diatas meja dokter itu sudah berpamitan kepada ibuku.

"Apa bu kata dokter?" Tanyaku setelah dokter itu meninggalkan kamar rawat ayah.

"Ayahmu harus dioperasi, karena tulang kaki dan tangannya patah jadi kemungkinan ayah harus menggunakan kursi roda" Kata ibu semakin lemah. Aku memeluk ibu untuk menenangkan, kemudian membuka satu nasi bungkus untuk menyuapinya, setelah berbagai macam cara aku membujuknya akhirnya beliau mau membuka mulutnya.

                       Setelah hampir satu jam lebih ayah berada diruang operasi kini beliau sudah kembali keruang rawat dan Alhamdulillah beliau juga sudah membuka matanya, aku dan ibu sudah sedikit lega melihat keadaan ayah sedikit membaik senyum dibibirnya sudah berhasil aku lihat. Aku memeluk tubuh ayah yang masih terbaring dikasur rawat itu sambil berkata.

"Ayahh aku rindu, cepat pulih ya nanti kita main piano bareng kayak dulu.." Kataku sambil mengingat kenangan bersama ayah waktu pertama kali beliau mengajariku bermain piano. Beliau memang sangat gemar bermain alat musik selain piano beliau juga mahir bermain gitar.

"Iya sayang, sudah jangan sedih-sedih" Ucap ayah sambil mengelus kepalaku.

"Kamu dan ibu sudah makan?" Lanjutnya melempar tanya kepadaku. Meskipun keadaannya sendiri sangat memprihatinkan, beliau masih saja memikirkan keadaanku sama ibu. Ya begitulah ayaku yang sangat sabar dan perhatian itu.

"Sudah yah, ayah mau makan? Aku suapin yaa." Tawarku.

"Gausah Lan, ayah masih kenyang tadi sudah disuapin bubur sama ibumu sebelum minum obat." Jawabnya dengan suara yang masih sangat lemas, aku hanya tersenyum membalasnya.

"Assalamu'alaikum"
Suara dari balik pintu kamar mengagetkanku, segera aku beranjak dari tempat dudukku untuk melihat siapa itu karena ibu sedang pergi ke toilet.

"Wa'alaikumsalam" Jawabku sembari jalan kearah pintu. Dan ketika aku membuka pintu terlihat sahabatku disana yang langsung memelukku.

"Gimana Lan keadaan ayahmu, maaf aku baru kesini sore-sore gini, karena tadi ada jam tambahan lagi waktu pulang sekolah, ini juga baru selesai langsung kesini." Jelas Risthi setelah melepas pelukannya padaku.

"Gapapa Ris, aku malah berterima kasih banget kamu sudah meluangkan waktu untuk mampir kesini, maaf ya malah merepotkan. Alhamdulillah ayah sudah membaik tadi habis dioperasi, ayo sini masuk Ris." Jawabku yang kemudian mempersilahkan Risthi masuk untuk melihat kondisi ayah. Tapi Risthi menghentikan langkahku yang akan menuju ke ranjang ayah, dan mengajakku untuk melihat keluar. Entah ada apa disana aku hanya mengikuti perintah sahabatku itu.

Diam Membungkus Perasaanku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang