Callas 'Jjk'

658 63 83
                                    

.
.

So I'm me
Now I'm me
You make me begin...
.
.

Hujan.

Malam.

Gelap.

Hitam.

Kelam.

Jeon Jungkook sedang menyamankan posisinya untuk duduk dan menatap deretan hujan diluar sana. Mata bulatnya terlihat begitu antusias dengan senyum yang tergurat manis di wajahnya.

Namun jangan salah, jika fikirannya tengah berkecamuk liar seperti ular yang kelaparan.

Saat hujan membasahi jelaga, maka biru tak kan lagi nampak. Saat hitam mengelami singgasana jingga, maka sang api tidak lagi berusaha membakar bumi.

Tapi lagi-lagi, semua itu seolah tiada arti. Dirinya telah gagal. Bahkan hanya untuk mencoba, dia tak bisa.

Laksana angin tak tentu arah, fikirannya dapat sesuka hati pergi dan datang. Nyatanya setiap kata yang dia lontarkan, hanya mampu membuatnya 'dimulai kembali'.

Sesuatu hinggap di jendela itu. Seekor kupu-kupu dengan sayap bening yang basah. Gurat biru itu, tampak begitu cantik menghiasinya.

Apa dia harus menjadi seperti kupu-kupu, tak punya pendirian, disentuh, dan menghilang. Tapi 'itu' semua memiliki kebebasan tersendiri.

Dan seorang Jungkook hanya perlu kebebasan.

Jungkook berjalan, sebelum akhirnya sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Jungkook." Suara dingin nan berat itu menyapa halus telinganya. Tidak, bukan sepenuhnya halus. Hanya sedikit.

Namja itu berbalik, dan menatap datar mata sang ayah. Dia tak selera untuk itu. Karena baginya, tak ada kedamaian dan kehangatan dari orang yang biasa disebut 'ayah'.

"Appa ingin kau berhenti mengikuti komunitasmu itu. Appa hanya ingin kau fokus pada masa depanmu."

Jungkook menggeleng kecil. "Masa depan apa?" Lalu sebuah senyum menghiasi bibirnya.

"Appa tak menyangka kau 'lupa'. Kau ceroboh. Masa depan keluarga kita ada di tanganmu."

Namja bergigi kelinci itu menatap halus telapak tangannya. "Ceroboh? Bukankah Appa sendiri yang melarangku untuk membantumu dahulu. Appa bilang, jika aku hanya akan merusak seluruh pekerjaanmu. Lalu apa aku salah jika aku tak bisa melakukan pekerjaan 'itu'? Dan lagipun, aku lebih menyukai hobiku sekarang."

"Hobi apa? Bermain musik? Menari? Kenapa kau tak menjadi pengamen saja jika begitu? Appa melakukan ini karena Appa peduli."

"Lalu apa? Sudah? Aku ingin menjadi apa yang aku mau. Appa tak perlu repot." Jungkook kembali tersenyum.

"Kenapa kau menjadi seorang pembantah?"

"Karena... Karena Appa sendiri yang tak pernah mengerti diriku."

Jungkook mulai merasakan sesuatu yang tak bisa dia jabarkan. Hormon di otaknya memerintahkan dia untuk segera mengeluarkan air matanya. Namun dia tahan. Siapa tahu dia lupa caranya menangis.

Deru hujan diluar sana seolah menjadi kamera atas kehidupannya sekarang. Tak perlu lagi berdiri di atas hamparan yang mulai temaram. Hanya perlu berusaha sesuai keinginan.

"Siapa yang membuatmu menjadi pembantah seperti ini?" Dan saat Jungkook berbalik, suara itu seolah mengintrogasinya.

Namja itu merutuki kenapa ayahnya bisa bertanya sesuatu yang sudah jelas jawabannya.

Jungkook berbalik, namun sebelum dia menjawab, sang ayah sudah berkata duluan.

"Apa temanmu tadi yang membuatmu seperti ini?" Mata Jungkook membulat seketika. Dia tahu, yang dimaksud pastilah Taehyung.

Lalu Nyonya Jeon terlihat menghampiri, dan mengusap bahu suaminya dengan pelan.

Yeoja itu menatap mata Jungkook penuh tanya.

"Kenapa Appa membawa-bawa Taehyung? Ini tak ada kaitan sama sekali dengannya." Jungkook berkata dengan cukup tersulut emosi.

"Kau selalu membela Taehyungmu itu." Mendengar kata 'mu' yang menyertai nama Taehyung, membuat Jungkook menggeleng dengan kuat.

"Aku memang membelanya karena dia tak bersalah! Kenapa Appa begitu keras kepala untuk menyalahkan Taehyung?!"

"Karena Appa yakin jika dia yang membuatmu seperti ini." Ucapan datar itu membuat Jungkook menggelengkan kepalanya tak mengerti. Jalan fikiran ayahnya itu benar-benar membuatnya tak paham.

"Sudah kubilang jika Taehyung tak bersalah disini! Kenapa Appa bisa sekeras ini?!"

"Bisa kulihat bagaimana kau membela orang itu. Ada sesuatu yang lain. Harus Appa tanyakan meski penuh sesal, Apa kau mencintai Taehyung?" Nyonya Jeon dan Jungkook membulatkan matanya saat mendengar penuturan dari Tuan Jeon.

Jungkook hanya menggelengkan kepalanya dan segera berlari menuju kamarnya. Dia sudah terlalu lelah untuk ini. Terlalu malas, dan lagipun, jawabannya sudah pasti membuat orangtuanya marah.

Namja itu menutup pintu dengan cukup kuat. Menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dengan kasar. Membiarkan air matanya jatuh seperti hujan di malam itu.

Dia tak suka dikekang, dia hanya ingin bebas asalkan tidak diluar batas. Dia ingin seperti dahulu. Saat kecil, dan selalu diberi kata bebas. Namun nyatanya, itu hanya dahulu.

Lalu suara pintu terbuka memecah keheningan di kamar itu. Menampilkan siluet seorang yeoja yang teramat dia sayang.

Yeoja itu berdiam di tempatnya sambil melihat Jungkook.

"Kookie..."

"Eomma?" Jungkook segera menghapus air matanya dan berdiri.

Matanya menatap mata sang ibu yang juga menatapnya dengan tatapan berbeda. Dia tidak marah. Tidak sedih, tidak pula kesal. Apalagi bahagia. Tentu saja tidak.

"Mengapa kau lakukan itu, Nak?" Jungkook mulai mengerti kemana arah pembicaraan ini. Bahkan sang ibu sendiri tak membiarkan dia berganti baju dari 'acara'nya barusan.

"Aku hanya membela yang benar, Eomma. Apa salah?" Tanya Jungkook.

"Tidak salah. Hanya saja, kau mulai tak peduli." Ucapnya datar. Tak ada kelembutan ataupun kehangatan seperti biasanya.

"Bahkan Appa tak pernah peduli padaku."

"Dia peduli, namun kau salah menjabarkannya. Eomma hanya perlu jawaban dari pertanyaan Appamu barusan. Eomma tak menyangka kau akan memilih orang asing daripada orangtuamu. Kau tahu kan?"

Ya! Jungkook ingat pertanyaan sang ayah barusan, sebelum akhirnya dia berlari ke kamarnya. Tapi dia tak bisa jujur. Dia malu untuk hal ini.

"A..ani, Eomma. Aku tak-"

"Jungkook-ah,"

Tidak, jangan dilanjutkan.

"Eomma kecewa padamu."

Dan di awal bulan Mei saat itu, hujan yang turun menjadi saksi bagaimana Jeon Jungkook hancur seiringan kalimat yang terlontar dari bibir sang ibu.

Apapun itu, asalkan Eommaku tak kecewa. Dan Jungkook gagal untuk sekedar memegang prinsipnya. Saat ini, bahkan dia merasa bahwa dia telah menjadi anak yang gagal.
_______________
TBC

Halo!! Bagaimana dengan bagian kedua dari chapter 'Begin Again'? Chapter Begin Again adalah bagian dimana kedua peran utama menyuarakan masalah utama dalam diri mereka. Ah, mungkin kalian bisa cukup berpegangan pada bagian ini.

Masih ada yang ingin disampaikan, tapi mungkin nanti?

Besty♣
Youngie

For My Boy-[Kth×Jjk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang