24. Liburan Dadakan (1)

5.9K 234 13
                                    

Aku merasakan gerakan dibelakang tubuhku, perlahan ku buka mataku yang masih terasa sangat berat. Astaga aku benar-benar tertidur disini, pukul berapa ini. Ku ketuk ponselku dua kali kemudian layar ponselku menyala, jam menunjukkan pukul 15.25 wib itu artinya aku sudah tertidur hampir dua jam.

Pemandangan yang pertama ku lihat seletah membuka mata adalah tangan Irvan yang memeluk perutku, ia masih tertidur. Aku tersenyum mengetahui kalau ia memelukku sampai tertidur. Astaga mengapa perasaanku bisa berubah secepat ini. Dulu, bertemu dengannya serasa bencana namun mengapa sekarang aku bisa menyukainya. Ini gila.

Sebelum tertidur, kami berbincang tentang banyak hal. Ia mengajakku menjelajah dunia melalui sebuah perbincangan yang tidak ada habisnya sampai aku mengantuk karena bosan mendengarnya yang terus bercerita. Padahal yang ingin ku dengar hanya satu yaitu jawaban mengapa ia ke Indonesia, tetapi ia tidak menjawabnya.

Perlahan aku melepaskan tangannya berharap itu akan membuatnya terbangun namun sepertinya ia tidur dengan nyenyak. Kini kami saling berhadapan.

Aku ingin sekali membelai rambutnya yang sudah nampak panjang namun lagi-lagi aku harus menahannya. Astaga sampai kapan aku akan seperti ini padahal kalaupun aku melakukannya sekarang sepertinya ia tidak akan tahu.

Baiklah satu kali ini saja selagi ia masih tidur. Perlahan, ku angkat tangan kananku lalu ku arahkan ke kepalanya kemudian ku beranikan untuk membelai rambutnya dengan gerakan yang sangat lambat karena takut membangunkannya.

"Aku berniat akan memotongnya tetapi aku berubah pikiran."

Aku terkesiap, spontan aku menjauhkan tanganku dari sana ketika mendengar Irvan berbicara dengan matanya yang masih tertutup. Sialan aku ketahuan.

"Apakah kau sudah bangun?" tanyaku dengan rasa malu yang tertahan.

"Aku bahkan tidak tidur." ucapnya seraya membuka matanya perlahan.

"Lalu mengapa kau menutup matamu?" tanyaku kesal.

"Aku akan buatkan makanan untukmu." sahutnya mengabaikan pertanyaanku seraya turun dari kasur.

Ia berjalan keluar kamar. Ah ini memalukan, aku tidak akan melakukannya lagi, tidak akan. Irvan memang tidak membahasnya namun tetap saja aku merasa malu dengan ini. Ku tutup seluruh tubuhku dengan selimut berharap ini hanyalah sebuah mimpi.

"Wi, kau mau ayam crispy atau ayam goreng?" tanya Irvan dari arah dapur.

"Ayam goreng." sahutku seraya ku buka selimut yang menutupi tubuhku kemudian turun dari kasur.

Aku akan membasuh wajahku dengan air dingin supaya segar. Aku memasuki kamar mandi yang didalamnya ada shower, bathtub, kloset dan wastafel yang lumayan bisa dipakai untuk dua orang. Apartmennya nampak kecil namun kamar mandinya lumayan juga.

"Wi, kau mandi?!" teriak Irvan ketika aku baru saja menyalakan air.

Aku tidak menjawab pertanyaanya karena sedang membilas wajahku. Aku tidak akan mandi karena tidak membawa underwear. You know, perempuan tidak akan bisa kalau tidak mengganti underwearnya.

Tok tok tok

"Wi?" pangilnya.

Astaga pria ini benar-benar.

"Aku tidak mandi." sahutku.

"Makananya sudah matang." ucapnya.

Ku ambil tissue yang tersedia untuk mengeringkan wajahku. Aku keluar dari kamar mandi dan menemukan Irvan sedang duduk di sofa. ku lihat ke arah meja makan, ada setumpuk ayam goreng disana. Hanya ayam goreng.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang