38. Masalah Baru

5.8K 245 22
                                    

Aku meminta Irvan untuk mengambil penerbangan pagi karena orangtuaku pasti di kantor sehingga kalau sampai di rumah setidaknya aku bisa bernapas sejenak. Jadi tadi malam kami menghabiskan waktu bersama.

Aku sempat menyuruhnya untuk menyewa kamar hotel lagi untuknya tetapi ia tidak mau. Aku tidak berani memaksanya sehingga ku biarkan saja dan akhirnya kami tidur satu ranjang karena tidak ada sofa di kamar hotel ini. Aku tidur nyenyak tadi malam jadi sudah di pastikan tidak ada yang terjadi diantara kami.

Hanya saja, Irvan tidak mau lepas dari tubuhku. Kami berpelukan sepanjang malam. Aku sempat mencoba untuk melepaskan pelukannya ketika ia sudah terlelap tetapi itu tidak berhasil karena ia langsung terbangun dari tidurnya lalu kembali memelukku bahkan semakin erat dari sebelumnya.

Ia tidak memberitahu bagaimana respon orangtuaku ketika tahu bahwa aku bertemu dengan Bayu di jogja. Jadi aku tidak mempunyai bayangan sedikitpun akan menjadi apa aku di rumah.

Perihal bagaimana perasaanku, jujur saja setelah Irvan melakukan itu kemarin aku merasa tidak bisa lepas darinya tetapi aku juga masih memikirkan Bayu. Aku sangat ingin bertanya dimana Bayu sekarang tetapi aku tidak mau membuat Irvan murka dengan pertanyaanku. Aku sangat bimbang dengan keadaan ini.

"Van, bolehkah aku meminta ponselku kembali?" tanyaku.

Ia menggeleng, "Aku di perintahkan oleh Om Seno untuk tidak memberikan ponselmu sebelum sampai di rumah." ucapnya.

Aku menghela napas mendengarnya. "Lagi pula sebentar lagi sampai, Van." gerutuku.

Saat ini kami sedang berada di atas awan untuk penerbangan pulang. Sebelum sampai di rumah dan habis di cincang, aku ingin menghubungi Bayu terlebih dahulu tetapi ternyata Irvan sangat patuh pada orangtuaku.

"Aku tetap tidak bisa." ucapnya teguh pendirian.

Aku memutar kedua bola mataku mendengar jawabannya. Memaksanya pun percuma ia tidak akan mau kecuali dengan satu cara yang mungkin akan berhasil karena hampir semua pria tidak akan mampu menolaknya.

"Kemana?" tanyanya ketika aku beranjak dari kursi.

"Toilet." sahutku.

Entah mengapa aku sangat yakin kalau ia akan mengekoriku. Aku tidak percaya bahwa aku akan merayunya dengan cara sialan ini. Semoga saja aku berhasil.

Aku memasuki toilet pesawat yang sepi. Ku tatap wajahku di cermin, ku ajak bicara diriku dalam hati apakah aku yakin atau tidak dengan apa yang akan ku lakukan ini. Aku akan berada disini lebih lama agar Irvan curiga hingga akhirnya ia kemari untuk mengecekku.

Aku akan buang air kecil terlebih dahulu sebelum benar-benar melakukannya. Baiklah aku memang pernah melakukannya tetapi tidak sampai tuntas.

"Dew, kau di dalam?" tanya Irvan seraya mengetuk pintu.

Padahal aku belum selesai buang air kecil tetapi ia sudah datang. Aku tidak perlu berlama-lama di toilet kalau ia datang lebih cepat dari perkiraanku. Oke aku harus relax, ini mudah Dew.

"Ya sebentar." sahutku seraya memakai celana. Namun sebelum keluar, sengaja ku buka resleting celanaku untuk membuat Irvan salah fokus. Semoga saja ia masuk dalam perangkapku.

"Astaga mengapa kau kemari?" tanyaku ketika baru saja membuka knop pintu.

Ia memandangku dari atas sampai bawah dan tepat dugaanku matanya berhenti di resletingku yang terbuka. Nice!

Tanpa menjawab pertanyaannyaku, tangannya meraih celanaku hendak menutup resletingnya namun sebelum itu terjadi ku tarik tangannya hingga tubuhnya menubrukku. Ku peluk tubuhnya, ku elus punggungnya dengan penuh hasrat.

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang