2. Ternyata, Ia Mengenalku

17K 472 2
                                    

Silau adalah satu kata yang tersirat dalam benakku ketika Bi Murni membuka gorden. Mataku menyipit mendapati sinar matahari dari arah jendela kamarku yang sudah tak tertutupi gorden, ini adalah cara halus bi Murni untuk membangunkanku tanpa air satu ember dan aungan singa.

Ku peluk guling disampingku dan ku benamkan wajahku disana. Badanku masih terasa berat begitupun dengan rasa malas yang masih melekat erat pada diriku. Hal yang paling ku benci adalah berangkat ke kampus pada saat libur. Hari ini sebenarnya libur tetapi karena ada pembekalan dari pembimbing praktek, mau tidak mau aku harus berangkat.

Aku masih mempunyai waktu 1 jam untuk siap-siap. Ku renggangkan tubuhku, ingatan mengenai kejadian tadi malam terlintas di pikiranku. Irvan, pria itu sepertinya tahu tentang diriku. Ia bahkan tahu nomor polisi mobilku dan ia berhasil mendapatkan kunci mobilku dari petugas, aku tidak tahu bagaimana ia bisa melakukannya.

Tadi malam aku mendapatkan kunci mobil dengan mudah dari Irvan. Aku tidak menanyakan apapun padanya, begitupun dengan Irvan. Ia langsung memberikan kunci mobilku ketika aku memintanya.

Aku merasa tidak ada yang perlu ku tanyakan padanya tetapi setelah ku sadari ternyata aku mempunyai segudang pertanyaan untuknya tetapi harga diriku terlalu tinggi untuk mengakuinya. Mungkin tadi malam hanya kebetulan saja, ya, anggaplah begitu. Lupakan Irvan, ia hanya pria tidak punya kesibukan yang gemar menjaili orang. Tadi malam aku mungkin korbannya, bisa saja ia melakukan itu bukan padaku saja.

"Neng, mau sarapan disini atau dibawah?" tanya Bi Murni.

"Di bawah saja, Bi. Dewi mau mandi dulu," ucapku seraya turun dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.

Aku tidak suka berlama-lama di kamar mandi jadi hanya butuh 10 menit untuk melakukan ritual membersihkan diri. Setelah itu, aku memakai celana jeans navy dipadukan dengan hoodie berwarna putih serta tak lupa sneakers putih sebagai pelengkap. Tadinya aku tidak berencana memakai hoodie tetapi berhubung cuaca sedang dingin, jadi aku terpaksa memakainya.

"Bi, apa mereka sudah berangkat?" tanyaku ketika mendapati meja makan dengan kursi tanpa pengisi.

"Sudah,"

Aku menarik napas panjang lalu membuangnya dengan lemah. Selalu begitu seperti biasanya.

Ku teguk susu putih yang Bi Murni buatkan lalu ku gigit roti selai cokelat kacang yang tersedia dipiring. Ku nikmati setiap gigitannya, rasa manis yang berasal dari selai cokelat mampu membuat otot-ototku lebih rileks dari sebelumnya.

Setelah ku habiskan dua potong roti, ku teguk kembali susu putih yang tinggal setengah gelas lalu ku habiskan. Kini aku bersiap untuk berangkat karena aku hanya mempunyai waktu 20 menit untuk sampai di kampus tanpa terlambat.

"Pak, Dewi izin bawa mobil sendiri." kataku kepada Pak Arif.

Dengan tampang ramah namun tegas , dia menolak dengan berkata, "Maaf, Neng. Saya ditugaskan untuk mengantar Neng Dewi kemanapun pergi dan saya tidak akan membiarkan Neng mengendarai mobil sendiri."

Aku menggaruk rambutku dengan gemas. Pak Arif sangat setia kepada orangtuaku, ia tidak bisa diajak kompromi sedikitpun walaupun aku sudah pernah mengiming-imingi uang 500 ribu padanya hanya untuk 2 jam tetapi ia menolak.

"Ke kampus, Pak. Kan dekat." ucapku pantang menyerah.

"Maaf, Neng saya tidak bisa menuruti kemauan Neng karena.."

Aku segera membuka pintu mobil penumpang tanpa memedulikan ucapan Pak Arif. Seakan mengerti, Pak Arif langsung ikut masuk dan menstater mobil lalu mengendarainya seperti siput. Ia sangat hati-hati. Dan kalau sudah begini aku akan berkata,

Like a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang